Kabid Pemasaran Dinas Peternakan Jatim Kusdiryanto (kanan), menegaskan data yang dimilikinya berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS)

SURABAYA | duta.co – Angka populasi sapi potong di Jatim masih menjadi polemik. Karena perhitungan dari Dinas Peternakan dengan para pelaku usaha sapi di Jatim berbeda. Karena mennurut Dinas Peternakan populasi sapi saat ini surplus, sehingga masih bisa memenuhi kebutuhan daerah lain.

Menurut data Dinas Peternakan Jatim, populasi sapi potong di Jatim saat ini mencapai 4,6 juta ekor atau menyumbang 27% dari populasi nasional. Sedangkan produksi daging sapi Jatim menyumbang 20% atau sekitar 575.557 ton dan tingkat konsumsi Jatim hanya 447.460 ton sehingga mengalami surplus 128.117 ton.

Sedangkan di lapangan para pelaku usaha menemukan fakta yang berbeda. Jumlah sapi di Jatim devisit. Karena sedikitnya jumlah sapi potong yang dipotong di beberapa jagal di Jatim. Selain itu di pasar sapi jumlah sapi semakin lama semakin menurun.

“Pertumbuhan penduduk dengan populasi (sapi) itu kan sebenarnya tidak berimbang. Ketika pertumbuhan penduduk tidak diikuti populasi sapi tentu tidak berimbang,” ucap Humas Paguyuban Pedagang Daging (PPD) Jatim, Dondik, pada seminar Ketahanan Pangan Jawa Timur, di Hotel Sahid Surabaya, Kamis (1/8/2019).

Pada sesi diskusi ini berlangsung cukup tegang, karena peserta seminar yang rata-rata pelaku usaha daging dan sapi merasa data yang dimiliki Dinas Peternakan Jatim tidak valid. Karena dari jumlah populasi ini, masuk instrumen sapi anakan dan sapi betina yang dalam aturan tidak boleh dipotong.

Kondisi ini yang menjadikan beberapa kebijakan kurang tepat, karena berdasar data yang dianggap tidak cocok dengan fakta di lapangan.

Ketua Paguyuban Pedagang Sapi dan Daging Segar (PPSDS) Jatim, Mutowif menegaskan jika ada perbedaan perhitungan antara pelaku usaha dengan Dinas Peternakan. “Seekor sapi menghasilkan daging 175 kg untuk sapi jawa, sapi Madura rata-rata 90kg. Ini yang menjadi permasalahan mendasar,” terangnya.

Sedangkan Dinas Peternakan berasumsi per ekor sapi menghasilkan 200 kg daging. Sehingga terjadi perbedaan yang signifikan.

“Harus di revisi asumsi dasarnya. Jika tidak revisi, maka permasalahan daging tidak akan ada jalan keluarnya. Kalau Ndak percaya bisa dibuktikan dengan melihat tiap RPH secara acak. Tinggal bagaimana mekanisme dinas atau kementrian. Agar asumsi daging yang dihasilkan satu ekor sapi bisa clear,” tegasnya.

Terkait populasi, Kabid Pemasaran Dinas Peternakan Jatim, Kusdiryanto menegaskan jika data populasi sapi yang dimiliki oleh dinas peternakan mengacu pada data Badan Pusat Statistik. “ Kami tidak bis amengeluarkan data. Karena sesuai Undang-undang acuan data, ya BPS,” terangnya.

Dirinya juga menyatakan siap untuk berdiskusi dan tukar pikiran untuk membahas tata niaga daging. Sehingga ditemukan formulasi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan daging di Jawa Timur. (zal)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry