PT. Freeport Indonesia. (FT/sindo)

FLORIDA | duta.co – Diam-diam Amerika Serikat (AS) sudah bermanuver mempertahankan Freeport-McMoran untuk mengeruk kekayaan alam Indonesia. Bahkan AS sudah menyatakan siap meladeni Indonesia di forum peradilan internasional.

Kini, pemegang saham sudah mendorong Freeport-McMoran untuk tetap berjuang melawan pemerintah Indonesia. Seperti kita tahu, saat ini pemerintah Indonesia dengan anak perusahaan Freeport Mcmoran, yakni PT Freeport Indonesia sedang berpolemik mengenai status hukum bisnis.

Richard Adkerson, Presiden dan CEO Freeport McMoran, mengungkapkan, bahwa mitra mereka, Rio Tinto, mendukung pendekatan PT FI (PT Freeport Indonesia) agar lebih tangguh menghadapi pemerintah. Dalam beberapa pernyataannya, Adkerson menyebut aturan baru yang diterapkan pemerintah Indonesia seperti perampasan aset mereka. Freeport, kata dia, menolak dengan agresif.

“Banyak dari pemegang saham kami merasa kami terlalu baik. Sekarang kami berada dalam posisi berjuang untuk hak-hak kami di bawah kontrak,” kata Adkerson dalam institut investor pertambangan di Hollywood, Florida, dikutip dari CNBC, Selasa (28/2).

Dia mengatakan pihaknya telah berbicara dengan pemegang saham yang besar meski ia tidak menyebutkan nama mereka. Laporan CNBC menyebut pemegang saham terbesar ketiga Freeport adalah aktivis Carl Icahn yang memegang 7 persen. Icahn adalah penasihat khusus Presiden AS, Donald Trump.

Pekan lalu, Freeport mengancam pemerintah Indonesia akan mengambil jalur arbitrase. Sejak pertengahan Februari 2017 lalu, ada masa 120 hari kedua pihak untuk bernegosiasi. “Pendekatan lunak yang kami ambil sebelumnya, jika akhirnya ke arbitrase, akan diganti dengan pengacara tangguh,” tutur Adkerson menegaskan.

Ia berharap sengketa kedua kubu bisa diselesaikan dengan kooperatif. Setelah kegiatan ekspor terhenti, PTFI berencana mengurangi 60 persen produksinya di tambang Grasberg. Perusahaan tersebut juga mengambil opsi pengurangan karyawan dan penangguhan investasi di Provinsi Papua.

Sengketa tersebut bermula dari keengganan Freeport mengubah sistem perpajakan Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai syarat kelanjutan ekspor konsentrat. Freeport ingin agar aturan perpajakan yang mereka anut tetap mengacu pada Kontrak Karya (KK), meski secara hukum mereka merupakan pemegang IUPK. Artinya, Freeport ingin mendapat insentif pajak. Sebetulnya, IUPK memaksa Freeport tunduk pada Peraturan Pemerintah nomor 1 Tahun 2017 tentang Minerba. Dalam beleid tersebut ditetapkan sistem pajak prevailing di mana Freeport harus ikut aturan yang berlaku.

Sistem prevailing artinya, pajak dan royalti yang dibayar Freeport dapat dinamis sesuai aturan yang ada. Sedangkan Freeport bersikukuh untuk memegang aturan perpajakan dalam KK, di mana sifatnya naildown. Sistem ini membuat Freeport harus membayar pajak dan royalti dengan ketentuan yang tetap, tanpa perubahan hingga kontrak usai. Pemerintah juga menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 13 tahun 2017 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. Aturan baru ini sekaligus merevisi PMK nomor 140 tahun 2016 yang juga mengatur soal bea keluar.

Nah, yang merampas Indonesia apa Amerika? Jawab Trump! (rep/cnbc)