MINTA MASUKAN: Kunjungan Presiden PKS Mohammad Sohibul Iman (tiga kanan) ke rumah mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan (dua kiri) di Surabaya. (duta.co/faizal)

SURABAYA | duta.co – Setelah PKB-PDIP mengusung Saifullah Yusuf (Gus Ipul)-Abdullah Azwar Anas serta Golkar-Nasdem-Demokrat-PPP mengerucut ke Khofifah Indar Parawansa, masih ada tiga partai yang belum menentukan arah di Pilgub Jatim 2018. Yakni Partai Gerindra (13 Kursi), PAN (7 Kursi) dan PKS (6 Kursi). Jika ketiganya berkoalisi, jumlah 26 kursi (lebih dari 20 kursi) cukup untuk mengajukan pasangan calon. PKS pun menjajaki pembentukan poros baru.

Sinyal poros baru itu disampaikan Presiden PKS Mohammad Sohibul Iman di kediaman mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan di Surabaya, Selasa (17/10). Sohibul mengunjungi Dahlan untuk membahas sosok Cagub yang akan diusungnya. Dia juga terang-terangan jika memungkinkan akan membangun poros tengah di Pilgub Jawa Timur 2018.

Untuk memutuskan itu, PKS melakukan sistem komunikasi buttom-up (dari bawah ke atas). “Saat ini, penjaringan aspirasi dari arus bawah tengah dilakukan dalam menghadapi Pilgub Jatim 2018,” ujarnya.

Sudah Temui Prabowo

Beberapa hari lalu, Sohibul mengaku telah mengadakan pertemuan dengan Ketua Umum DPP Gerindra Prabowo Subianto dan Zulkifli Hasan (Ketum DPP PAN). “Pembahasannya seputar konstelasi politik menjelang Pilgub Jatim,” akunya.

Beberapa bahasan itu, misalnya, pemetaan kekuatan politik jika seandainya Gerindra, PAN, dan PKS bersatu. Atau soal sosok yang dianggap mumpuni untuk menandingi kekuatan Saifullah Yusuf dan Khofifah.

“Memang dalam pertemuan (antara dirinya, Prabowo, dan Zulkifli) sempat dibahas sosok Pak Nuh. Namun, kan sekali lagi, hal itu memungkinkan untuk diusung. Makanya kami juga meminta pendapat kepada Pak Dahlan,” terang Sohibul.

Calon yang ingin diusung PKS adalah mantan Menteri Pendidikan M Nuh. “Kami harus mempertimbangkan sosok yang akan didukung. Termasuk dengan siapa akan berkoalisi,” ujar Sohibul usai mengunjungi kediaman Dahlan Iskan.

Dalam waktu dekat, masih kata Sohibul, DPP PKS segera diturunkan untuk memantau bakal calon yang akan diusungnya di Pilgub Jawa Timur. “Ditunggu saja. Segera setelah ini akan diumumkan,” tandasnya.

Sekadar tahu, untuk bisa mengusung pasangan calon sendiri, minimal harus memenuhi kuota 20 kursi di DPRD Jawa Timur. Jika Gerindra, PAN, dan PKS benar akan berkoalisi, maka total kursi yang dimiliki adalah 26 kursi dengan rincian; Gerindra (13 kursi), PAN (7 kursi), dan PKS (6 kursi).

Sementara pasangan Gus Ipul (Saifullah Yusuf)-Abdullah Azwar Anas yang resmi diusung PDIP dan PKB memilik 39 kursi (PKB: 20 kursi, PDIP: 19 kursi). Sedangkan Khofifah yang belum mengumumkan calon wakilnya, disebut-sebut akan diusung Partai Demokrat (13 kursi), Golkar (11 kursi), Hanura (2 kursi), NasDem (4 kursi), dan PPP (5 kursi).

Gerindra Cari Pasangan Nyalla

Sementara itu, DPD Partai Gerindra Jatim mulai membidik figur purnawirawan baik dari TNI maupun Polri untuk dipasangkan dengan La Nyalla Mahmud Mattalitti. Pasalnya, sinyal kuat DPP Partai Gerindra akan menyetujui Ketum Kadin Jatim menjadi Cagub dari koalisi Partai Gerindra dan partai lain di perhelatan Pilgub Jatim tahun 2018.

“Gerindra sudah hampir pasti akan mengusung Pak La Nyalla. Sekarang tinggal mencarikan sosok pasangan Cawagub yang tepat. Kami membidik sosok purnawirawan baik dari TNI maupun Polri,” ujar Wakil ketua DPD Partai Gerindra Jatim, Abdul Malik saat dikonfirmasi Selasa (17/10).

Pertimbangan mencari sosok Cawagub dari kalangan purnawirawan, lanjut Malik karena mereka dikenal memiliki jaringan yang solid hingga di tingkat bawah. Sehingga bisa menjadi alternatif mesin politik untuk pemenangan pasangan calon. “Sosok purnawirawan juga lebih mudah diterima oleh partai koalisi,” dalih pria yang juga ketua DPD Kongres Advocat Indonesia (KAI) Jatim ini.

Gerindra Tak Gabung Khofifah-Gus Ipul

Ditegaskan Malik, Partai Gerindra hampir pasti tidak akan bergabung mendukung pasangan Gus Ipul-Anas maupun Khofifah. Alasannya, partai pengusung mereka itu sudah memiliki Capres yang akan diusung di Pilpres 2019. Sedangkan Partai Gerindra sudah memiliki target mengusung Pak Prabowo pada Pilpres mendatang. “Percuma kan kalau mendukung Gus Ipul atau Khofifah karena tidak bisa diharapkan membantu pemenangan Prabowo di Pilpres 2019,” imbuhnya.

Di sisi lain dengan berani mengusung calon alternatif, diharapkan bisa memenuhi keinginan sebagaian masyarakat yang ingin ada figur baru di Pilgub Jatim 2018. “Kedua figur Cagub yang muncul itu stok lama dan image di masyarakat juga kurang bagus karena dinilai gila jabatan. Padahal jabatan pemimpin itu amanah dan tak boleh diminta. Ingat pasangan calon yang didukung Partai Gerindra biasanya menang, itu terbukti di Pilgub DKI Jakarta, walaupun awalnya diremehkan tapi akhirnya bisa menang,” sindir politisi asli Madura.

Bukti nyata DPP Partai Gerindra akan mengusung Ketua Umum Kadin Jatim La Nyalla adalah tidak adanya intruksi melarang Pak La Nyalla memasang baliho dengan gambar bersanding dengan Ketum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto di berbagai daerah di Jatim.

“Saya yakin dia sudah mendapat izin dari Pak Prabowo. Sebab kalau tidak, pasti sudah ada intruksi atau teguran supaya baliho tersebut diturunkan karena memasang gambar Pak Probowo Subianto,” pungkas Abdul Malik.

Kuda Hitam atau Picu Golput

Munculnya calon alternatif di luar Gus Ipul dan Khofifah di Pilgub Jatim 2018 dinilai kalangan pengamat politik bisa menjadi kuda hitam asal calon tersebut bisa memenuhi espektasi pemilih. Sebaliknya, jika calon alterntif tidak sanggup memenuhi espekasi pemilih justru dapat memicu turunnya tingkat partisipasi pemilih atau angka golput meningkat drastis.

“Saya rasa munculnya La Nyalla belum bisa menjadi calon alternatif yang diharapkan masyarakat Jatim pada Pilgub Jatim mendatang. Pasalnya tingkat poplaritas dan elektabilitas La Nyalla belum sebanding dengan Gus Ipul dan Khofifah. Saya justru khawatir tingkat partisipasi pemilih semakin turun,” ujar Faza Dora Nailufar, pengamat politik dari Universitas Brawijaya Malang.

Ia menegaskan, pemilih yang bosan dengan revalitas Gus Ipul dan Khofifah belum tentu akan memilih La Nyalla, sebab mayoritas pemilih Pilgub Jatim 2018 sangat rasional. “Gus Ipul dan Khofifah itu sudah punya segmentasi pemilih sendiri-sendiri dan cukup loyal. Jadi munculnya calon alternatif tidak terlalu mengganggu suara Gus Ipul dan Khofifah,” tambah Faza Dora Nailufar.

Sebaliknya, pengamat politik dari Bangun Indonesia, Agus Mahfud Fauzi, mengatakan, munculnya La Nyalla sebagai Cagub Jatim di Pilgub Jatim mendatang bisa saja menjadi kuda hitam jika dia dapat memenuhi figur alternatif yang diharapkan masyarakat. Sebaliknya, jika hanya biasa-biasa saja, justru akan menjadi pelengkap penderita saja. “Bisa jadi La Nyalla menjadi tempat pelarian pemilih yang sudah jenuh dengan figur Gus Ipul dan Khofifah,” jelas Agus Mahfud Fauzi.

Strategi Gerindra Solidkan Partai

Ia juga menduga langkah Partai Gerindra dan koalisinya berani mengusung calon alternatif merupakan bagian dari strategi politik yang pernah dijalankan PKB pada 2013 silam. Artinya, mereka tidak mentargetkan kemenangan di Pilgub Jatim tetapi hanya untuk mensolidkan mesin partai dalam meraih kemenangan di Pileg dan Pilpres.

“PKB Jatim pada pemilu 2009 hanya menjadi partai nomor 4 atau 5 tapi pada pemilu 2014 mampu menjadi pemenang. Bisa jadi langkah cerdik itu tengah ditiru oleh partai gerindra dan koalisinya,” ungkap Agus Mahfud Fauzi.

 

Gus Ipul-Anas Dinilai Terunggul

Terpisah, pengamat ilmu komunikasi organisasi dan PR dari Unibraw Malang Maulina Pia Wulandari menyatakan, dari sisi komunikasi politik dan branding, pasangan Gus Ipul dan Anas dinilai paling unggul. Pasalnya, publik sudah bisa menilai sendiri kinerja pasangan itu saat mengemban amanah baik ketika menjadi Wagub Jatim maupun Bupati Banyuwangi. “Pasangan ini sangat tepat, satu sisi orangnya kalem, santun serta terbuka dan di sisi lain pekerja keras,” ujar Pia.

Sementara untuk Cagub Khofifah Indar Parawansa, kata Pia, dinilai representasi sosok yang cerdas dan politisi yang matang. Sayangnya, Mensos RI ini belum teruji betul dalam menghadapi masyarakat Jatim karena dia belum pernah menjadi kepala daerah di Jatim.

“Tapi perlu diingat, Khofifah bisa menjadi representasi pemimpin perempuan dan populasi pemilih perempuan di Jatim juga lebih besar dibanding laki-laki, jadi ini jelas menguntungkan Khofifah,” tegas Pia.

Sebaliknya untuk sosok La Nyalla, Pia mengaku tak berani memberikan statemen karena kurang mengenal betul sosok mantan Ketum PSSI ini. “Jatim ke depan itu butuh pemimpin yang transformasional baik di bidang mental, pemerintah daerah, aparatur hingga masyarakatnya. Kalau mau menang, calon harus bisa menjalin komunikasi yang baik dengan pemimpin-pemimpin di grasroot khususnya di wilayah Tapal Kuda,” tambah perempuan murah senyum ini. ud, zal

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry