SURABAYA | duta.co – Waktunya sejarah perjuangan kiai-kiai Nahdlatul Ulama (NU) terpatri kuat di buku ajar sekolah. Dengan begitu, generasi muda bangsa ini, bisa membaca dengan benar, tentang pentingnya membangun toleransi, keberagaman serta memperkuat persatusan dan kesatuan bangsa sebagaimana dicontohkan masyayikh NU.

“Kami dari Banten, ini dari PCNU Lebak (Benten). Mumpung di Surabaya, mampir (tilik) Museum NU. Kami juga ingin melihat lebih jauh tentang sejarah perjuangan para kiai NU tempo dulu,” demikian disampaikan H Salahuddin dari PW GP Ansor Banten, kepada Ilham Maulana, petugas Museum NU, Rabu (13/11/24).

Bersama Salahuddin, ada Gus Afifi (PCNU Lebak), Ahmad Subari dari Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Banten. Mereka menyusuri satu persatu peninggalan para masyayikh NU. Dari seragam Banser yang robek oleh ledakan bom di sebuah Gereja Mojokerto, kerapian administrasi NU terkait Ianah Syahriyah (iuran bulanan) warga NU sampai surat balasan Raja Saud kepada Komite Hijaz NU yang berada di lantai 1.

“Barang-barang ini penting sekali. Ini fakta sejarah yang tak terbantahkan. Bahwa kiai-kiai NU adalah pejuang dari prakemerdekaan Republik Indonesia, sampai berdarah-darah mempertahankan kemerdekaan dalam perang 10 November di Surabaya yang, kita kenal Hari Pahlawan,” demikian disampaikan Mokhammad Kaiyis, Pembina Yayasan Museum NU yang ikut mendampinginya.

Kaiyis juga menunjukkan sejumlah barang penting terkait sejarah perjuangan NU. Seperti bagaimana para kiai terlibat aktif dalam mempertahankan keberadaan makam Rasulullah SAW di Madinah yang hendak diberangus oleh paham Wahabi yang saat itu menjadi arus utama Kerajaan Arab Saudi.

“Mbah Hasyim (almaghfurlah KH Hasyim Asy’ari red) muassis NU, mengirim utusan yang dipimpin Mbah Wahab (almaghfurlah Abdul Wahab Chasbullah) yang dikenal dengan sebutan Komite Hijaz. Anda bisa baca teks surat Raja Saud yang kemudian menerima aliran 4 mazhab untuk berhaji dan berumroh di haromain (Makkah-Madinah). Sekarang kebijakan itu dinikmati dunia Islam, bukan cuma Indonesia,” tegas Kaiyis yang juga anggota Dewan Kehormatan PWI Jatim ini.

Menurut Pemred HU Duta Masyarakat itu, sejarah perjuangan kiai-kiai NU memang sempat terpinggirkan. “Sekarang harus kita luruskan. Terlebih cita-cita kemerdeakaan RI, harus bisa dirasakan seluruh anak bangsa. Istilah PBNU, tidak cukup hanya gelar pahlawan, tetapi perlu mewujudkan cita-cita kemerdekaan, baik soal pendidikan, kesehatan, ekonomi, hukum, sehingga wong cilik benar-benar terlindungi,” tegasnya. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry