TABAYYUN: Presiden Jokowi dan SBY di beranda Istana Merdeka Jakarta, Kamis (9/3).

Keinginan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono untuk bertemu Presiden Joko Widodo akhirnya terealisasi di Istana Merdeka Jakarta, Kamis (9/3). Keduanya tampak tertawa bersama. Tapi sebelum pertemuan yang cair itu, hubungan mereka ibarat ‘berbalas pantun’. Saling sindir.

 

DALAM jumpa pers yang santai di beranda Istana Merdeka Jakarta siang kemarin dan diliput media, SBY dan Jokowi tampak akrab. SBY pun melemparkan joke-joke ringan yang membuat Jokowi tertawa. Misalnya, SBY mengusulkan ada klub presiden dan mantan presiden.

“Kalau ada klub presiden dan mantan presiden kan baik, seperti ini, kita bisa saling berkomunikasi,” ujar SBY. Mendengar pernyataan Ketua Umum Partai Demokrat itu, Jokowi hanya meresponsnya dengan tawa.

SBY mengaku bersyukur dan bergembira sekali bisa bertemu dengan Presiden Jokowi setelah lebih dari satu tahun tidak bertemu. Menurut dia, jalinan komunikasi semacam ini tidak boleh putus di tengah jalan. “Tentu ini harus lah berlanjut di masa yang akan datang,” ujar SBY.

Ia mengatakan, transisi antara pemerintahan dahulu dengan pemerintahan kini sudah benar. Ia berharap transisi serupa juga ditiru oleh pemerintahan selanjutnya. “Pak Djoko Suyanto juga mengingatkan tadi indahnya transisi dari saya ke beliau, tradisi politik yang baik tentu harus berlanjut di masa yang akan datang,” ujar SBY yang memang ditemani mantan Menko Polhukam Djoko Suyanto.

Hal yang sama disampaikan Jokowi di hadapan SBY. Jokowi menekankan pentingnya jalinan komunikasi antara presiden dengan mantan presiden. “Tradisi politik dari (presiden) yang sebelumnya ke yang berikutnya itu harus kita tradisikan,” ujarnya.

Jalinan komunikasi antara presiden dengan mantan presiden, Jokowi mengibaratkannya sebagai tongkat estafet yang harus diteruskan oleh sang pelari. Sebab, jalinan hubungan antara presiden dengan mantan presiden itu berkaitan erat dengan pembangunan negara yang berkelanjutan.

Saat ditanya apakah terdapat pembicaraan yang blak-blakan dilakukan oleh kedua tokoh tersebut, Jokowi enggan membeberkan secara detail. Ia hanya menyampaikan berbagai topik dibahas dalam kesempatan ini. Baik terkait dengan kondisi politik nasional, ekonomi, dan sejumlah hal lainnya. “Masa blak-blakan, diblak-blakan ke kamu,” ujar dia.

 

Mengapa Djoko Suyanto

Soal kehadiran Djoko Suyanto menemani SBY bertemu Jokowi, Wakil Ketua Umum Demokrat Roy Suryo punya penjelasan. Roy menyebut hubungan SBY dengan Djoko sebagai penanda bahwa pertemuan tersebut tidak bernuansa politik.

“Yang diajak Pak SBY bukan orang partai. Buktinya beliau mengajak Pak Djoko, yang merupakan sahabat kerjanya,” ujar Roy saat dihubungi kemarin. “Itu artinya mengerti betul. Lebih bersifat sahabat kerja,” imbuh Roy.

Pertemuan Jokowi dengan SBY dibalut dalam suasana yang santai.  Sejumlah hal dibicarakan keduanya, mulai kedatangan Raja Salman bin Abdulaziz hingga penyelenggaraan IORA. Pertemuan ini sekaligus sebagai ajang tabayun, sehingga segala permasalahan bangsa dapat terselesaikan.

Keduanya minum teh dengan selingan kudapan lumpia, acar timun, dan sambal kacang. Tidak ada jamuan makan siang dalam pertemuan ini, sebagaimana pertemuan Jokowi dengan pemimpin Parpol sebelum-sebelumnya.

Agenda pertemuan ini diawali keinginan SBY bertemu Jokowi. SBY merasa perlu bertemu untuk membicarakan banyak hal terkait berbagai isu, terutama soal tuduhan yang selama ini diarahkan kepadanya. Sekjen Demokrat Hinca Panjaitan lalu menghubungi Menteri Sekretaris Negara Pratikno untuk menyampaikan keinginan SBY tersebut.

 

Hubungan ‘Berbalas Pantun’

Sebelumnya, pengamat politik Ray Rangkuti mengatakan, hubungan Jokowi dan SBY adalah hubungan yang ‘saling berbalas pantun’. “Kita melihat SBY beberapa kali seperti memberi ingatan pada Jokowi, tapi Jokowi di satu sisi juga menjawab dengan ingatan yang lain. Ketika SBY mengatakan sesuatu, misalnya, dijawab Jokowi dengan kunjungan ke Hambalang,” katanya.

Namun terkait dugaan makar, dalang unjuk rasa 411 dan 212 (Aksi Bela Islam), dan penyadapan komunikasi SBY dan Ketum PBNU KH Ma’ruf Amin, misalnya, menurut Ray, isunya tak bersumber dari Istana. Sebab, tidak ada pernyataan-pernyataan langsung dari Jokowi atau stafnya soal itu.

Kepada wartawan, peneliti studi Islam dan kenegaraan Arif Susanto mengatakan, setidaknya ada lima kontroversi antara pemerintahan Jokowi dan Mantan Presiden SBY. Pertama, proyek Infrastruktur Jokowi dan Hambalang

 

Infrastruktur dan Hambalang

Pada 16 Maret 2016: Dalam rangkaian safari politik Tour de Java, SBY sempat mengkritik proyek infrastruktur pemerintahan Joko Widodo. Dalam sejumlah laporan, SBY menyebut bahwa tidak baik menggenjot proyek infrastruktur ketika ekonomi lesu.

“Yang mengerti ekonomi kalau pajak dikuras habis ekonomi justu tidak tumbuh. Yang penting yang wajib pajak jangan mangkir. Jangan digenjot habis-habisan apalagi saat kondisi ekonomi sedang sulit, maka perusahaan bisa bangkrut dan yang susah makin susah. Ekonomi sedang lesu, maka pajak harus pas,” ujar SBY seperti dikutip berbagai laporan.

Lalu, pada 18 Maret 2016, Jokowi ‘membalas’ dengan blusukan ke Hambalang, proyek kompleks olahraga yang mangkrak pada masa pemerintahan SBY pada 18 Maret 2016. Lalu dia mencuit: “Sedih melihat aset negara di proyek Hambalang mangkrak. Penuh alang-alang. Harus diselamatkan.”

SBY pada 21 Maret 2016 membalas aksi Jokowi dalam sembilan kicauan berisi curahan perasaannya terkait pihak-pihak yang dianggap tidak senang. “Alasan terhentinya pembangunan proyek Hambalang (Pak Jokowi bilang “mangkrak”) sangat jelas dan bisa dipertanggungjawabkan. Menpora Roy Suryo (waktu itu) berencana melanjutkan pembangunan Hambalang, tetapi anggaran ‘ditahan’ DPR dan KPK tak izinkan,” ujar SBY.

 

Kasus HAM Munir

Pada 10 Oktober 2016 diawali ketetapan Komisi Informasi Pusat (KIP) bahwa pemerintah harus membuka kepada publik isi laporan Tim Pencari Fakta (TPF) terkait kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib.

Tak berselang lama, Kementerian Sekretariat Negara mengatakan, mereka tak memiliki dokumen asli TPF Munir dan mengatakan menurut sejumlah laporan dokumen asli itu dipegang SBY. Satu bulan sebelumnya, Jokowi mengatakan bahwa kasus dugaan pelanggaran HAM masa lalu termasuk kasus Munir adalah ‘PR yang perlu diselesaikan.’

Pada 23 Oktober 2016, SBY membalas dengan mengunggah  11 cuitan di Twitter, hanya untuk menjelaskan bahwa dia dan eks kabinetnya sedang menyiapkan penjelasan soal kasus itu.

Pada 26 Oktober 2016, keterangan panjang diunggah ke di Facebook terkait perkembangan kasus Munir pada masa pemerintahannya. Intinya menyebut bahwa ‘naskah asli laporan Akhir TPF Munir tidak sengaja dihilangkan, tapi memang belum diketemukan’ tapi salinan lengkap akan diserahkan ke pemerintah.

 

Aksi ‘Tangkap Ahok’ 411

Akhir Oktober 2016, wacana unjuk rasa besar menuntut Gubernur Jakarta Basuki ‘Ahok’ Tjahaja Purnama dipenjara pada 4 November menjadi pembicaraan hangat.  Pada 31 Oktober 2016, Jokowi berkunjung ke kediaman Prabowo Subianto, ikut berkuda, dan mencuit, “Tadi dikasih topi dari Pak Prabowo. Keren juga ya…”

Tanggal 2 November 2016, SBY membalas dengan konferensi pers menanggapi situasi terbaru terkait desakan penangkapan Ahok dan rencana aksi unjuk rasa 4 November dan beberapa isu lain seperti aset kekayaan dan hibah rumah SBY dan tanah dari negara di Kuningan, Jakarta. SBY juga berkata bahwa Aksi 411 begitu besar menunjukkan bahwa suara mereka tidak didengar pemerintah.

Selanjutnya, 29 Desember 2016, menyikapi maraknya hoax, Jokowi mencuit, “Fitnah, ujaran kebencian dan kata-kata kasar di media sosial semakin meresahkan masyarakat. Perlu penegakan hukum yang tegas dan keras.”

SBY menanggapi pada 20 Januari 2017 melalui cuitan. SBY merasa bahwa penyebar hoax dan juru fitnahlah yang kini berkuasa dan merajalela. “Ya Allah, Tuhan YME. Negara kok jadi begini. Juru fitnah dan penyebar ‘hoax’ berkuasa dan merajalela. Kapan rakyat dan yang lemah menang?”

 

Penyadapan dan Minta Bertemu

Pada 31 Januari 2017, ada banyak yang terjadi. Diawali kontroversi di persidangan dugaan penistaan agama dengan terdakwa Ahok. Ketua MUI Ma’ruf Amin menyangkal ada pembicaraan telepon dengan SBY.

Tapi tim kuasa hukum Ahok sangat yakin bahwa mereka punya bukti percakapan. Kuasa hukum Ahok kala itu ingin membuktikan apakah ada peran SBY dalam pembuatan fatwa penghinaan agama.

Pada 1 Februari 2017: SBY pun konferensi pers mengakui bahwa ada percakapan langsung melalui telepon dengan Kiai Ma’ruf Amin. Namun isinya diklaim sama sekali tidak berhubungan dengan kasus Ahok.

SBY merasa dirinya disadap dan mengatakan bahwa penyadapan adalah ‘kejahatan’ karena ‘ilegal.’ “Kalau yang menyadap institusi negara, ‘bola’ di tangan Bapak Presiden Jokowi,” katanya. SBY juga mengatakan ingin bertemu Jokowi, tapi ada yang menghalangi. Dia mengatakan jika suatu saat bisa bertemu, dia ingin bicara blak-blakan.

Tanggal 1 Februari 2017, tak lama berselang, Seskab Pramono Anung membantah bahwa ada pihak yang menghalangi pertemuan SBY dan Jokowi. Bila ingn bertemu, SBY bisa mengajukan permintaan, selanjutnya akan dikomunikasikan ke Jokowi.

Pada 2 Februari 2017: soal dugaan penyadapan, Jokowi mengatakan bahwa tuduhan salah alamat. “Itu kan isu pengadilan dan yang berbicara itu kan Pak Ahok dan pengacaranya Pak Ahok. Iya kan? Lah kok barangnya digiring ke saya? Kan enggak ada hubungannya.”

Tanggal 4 Februari 2017, SBY kembali bercuit, “Bapak Ma’ruf Amin, senior saya, mohon sabar dan tegar. Jika kita dimata-matai, sasarannya bukan Bapak. Kita percaya Allah Maha Adil. Tidak ada yang lebih membahagiakan selain bangsa ini rukun dan bersatu.”

 

Rumah ‘Digruduk Massa’

Pada 6 Februari 2017, sejumlah massa mendatangi kediaman SBY di Kuningan, Jakarta, melakukan unjuk rasa. Sejumlah pihak menduga bahwa demonstrasi itu didalangi pihak Istana, walau mereka membantahnya. SBY lagi-lagi menggunakan Twitter untuk berkeluh-kesah.

Dari semua kode-kode tersebut, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan kemungkinan Jokowi dan SBY akan bertemu usai Pilkada serentak 15 Februari lalu. Akhirnya pertemuan berlangsung Kamis (9/3) kemarin.  ful, hud, dit, kcm, bbc

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry