
JOMBANG | duta.co – Setelah Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jombang, Didin A Sholahudin mengkritisi Rencana Bupati Jombang mendirikan Perguruan Tinggi Negeri (PTN), kini, kritik juga datang dari Akademisi Universitas Darul Ulum (Undar) Jombang, Najihul Huda.
Huda, sapaan akrab Najihul Huda, mengatakan, Kabupaten Jombang tidak kekurangan kampus. Ada Undar, Unipdu, Unhasy, dan UPJB, contoh perguruan tinggi swasta yang sudah berkontribusi untuk pendidikan dan ekonomi lokal.
Selama ini, Huda juga memantau kebijakan Bupati Jombang terpilih, Warsubi, untuk mendirikan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Kecamatan Wonosalam dan mengorbankan aset daerah seluas 10 hektare. Bagi Huda, kebijakan tersebut patut dipertanyakan.
“Kenapa harus bangun PTN lagi dari nol? Seharusnya pemerintah daerah fokus mem-back up kampus-kampus yang ada. Misalnya, dengan memperkuat program beasiswa, mendorong penelitian berbasis potensi lokal,” katanya saat ditemui di kantor Pasca Sarjana PAI Undar, Selasa (22/4).
Lebih lanjut, Huda menuturkan, langkah tersebut jauh lebih efektif dan berkelanjutan ketimbang proyek mercusuar yang menghabiskan anggaran besar namun belum tentu berdampak signifikan.
Dengan mengalokasikan tanah seluas 10 hektare di Kecamatan Wonosalam untuk kampus negeri, justru terasa seperti pemborosan aset strategis. Terlebih, di Kecamatan Wonosalam, dengan kekayaan alam pegunungannya memiliki potensi lain yang lebih mendesak untuk dikembangkan, seperti Agro Edu Wisata atau penguatan UMKM berbasis hasil perkebunan dan hutan.
“Jika tujuan utamanya adalah meningkatkan PAD, mengapa tidak mengoptimalkan lahan tersebut untuk sektor produktif yang langsung menyentuh kehidupan masyarakat?,” tanya Huda. Sembari melanjutkan, proyek pendidikan tinggi, apalagi yang berskala besar seperti pendirian PTN, baru akan terasa dampaknya puluhan tahun kemudian. Itu pun dengan resiko overcapacity, mengingat sudah banyak kampus di Kabupaten Jombang.
“Pemerintah juga berdalih akan bekerja sama dengan PTN ternama seperti Universitas Jember dan Universitas Brawijaya. Namun, kolaborasi semacam ini tidak serta-merta menjamin keberhasilan,” katanya.
Kaprodi PAI Pasca Sarjana Undar Jombang ini melanjutkan, mendirikan cabang atau program baru di bawah nama besar tidak sama dengan menciptakan kualitas yang setara. Hal itu perlu adanya kajian. Jika tanpa kajian mendalam, PTN baru bisa berubah menjadi White Elephant—megah di awal—namun terbengkalai karena minim peminat atau tumpang tindih dengan program studi yang sudah ada di kampus lokal.
“Sebenarnya, ada banyak solusi lebih cerdas yang bisa diambil Pemda Jombang. Pertama, memetakan kekuatan PTS lokal dan memberikan insentif agar mereka meningkatkan akreditasi, sehingga mampu bersaing menarik mahasiswa dari luar daerah,” ungkapnya.
Solusi kedua, lanjut Hadi, mendorong riset terapan berbasis keunggulan Jombang, seperti pertanian, pesantren, atau industri kreatif, melalui dana hibah kompetitif. Ketiga, memperbaiki akses dan kualitas pendidikan dasar-menengah terlebih dahulu, karena inilah fondasi utama peningkatan SDM.
Kebijakan Bupati Warsubi Terkesan Sebagai Political Project
Jika PTN tetap dipaksakan, kebijakan Bupati Warsubi ini lebih terkesan sebagai Political Project untuk meninggalkan jejak, daripada solusi nyata bagi pendidikan di Jombang.
“Daripada menghamburkan anggaran dan aset untuk PTN yang belum jelas manfaatnya, lebih baik fokus pada penguatan ekosistem pendidikan yang sudah ada. Jombang tidak membutuhkan kampus baru, tetapi pemerintah yang cerdas berkolaborasi, bukan sekadar membangun,” pungkasnya. (din)