Kejaksaan Negeri Jombang menetapkan Tjahja Fadjar, mantan Direktur Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Panglungan Wonosalam periode 2020–2024, sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi. (FT/ABIDIN)

JOMBANG | duta.co – Kejaksaan Negeri Jombang menetapkan Tjahja Fadjar, mantan Direktur Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Panglungan Wonosalam periode 2020–2024, sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi. Penetapan status tersangka disertai dengan penahanan resmi pada Jumat malam (23/5/2025), setelah penyidik menyatakan telah mengantongi dua alat bukti yang sah.

Kasus ini bermula pada tahun 2021, saat Tjahja Fadjar yang menjabat sebagai Direktur Perumda Panglungan mengajukan pinjaman ke dua lembaga perbankan, yakni Bank UMKM Jatim dan Bank BPR Jatim, dengan nilai total mencapai Rp1,5 miliar.

Berdasarkan hasil penyidikan Kejaksaan, pengajuan kredit tersebut tidak disertai dengan izin resmi dari Bupati Jombang, yang semestinya menjadi prasyarat legal sesuai ketentuan perundang-undangan yang mengatur tata kelola keuangan daerah.

Kepala Kejaksaan Negeri Jombang, Nul Albar, S.H., M.H., menyampaikan bahwa penyidik telah menemukan dua alat bukti utama. Pertama, dokumen berupa surat proposal pengajuan pinjaman yang ditandatangani langsung oleh Tjahja Fadjar tanpa dilampiri persetujuan dari kepala daerah. Kedua, keterangan dari para saksi, baik dari internal Perumda Panglungan maupun pejabat Pemkab Jombang, yang menyatakan bahwa tidak pernah ada komunikasi resmi ataupun surat permohonan izin kepada Bupati.

“Berdasarkan hasil klarifikasi, pinjaman itu dilakukan secara sepihak tanpa melalui mekanisme yang benar. Ini jelas melanggar aturan pengelolaan keuangan daerah serta prinsip kehati-hatian dalam menjalankan BUMD,” ungkap Kajari Jombang dalam konferensi pers, Jumat malam (23/5/2025).

Lebih lanjut, Kejari Jombang menegaskan, bahwa kredit yang diajukan seharusnya ditujukan untuk pengembangan usaha budidaya tanaman porang. Namun, dalam pelaksanaannya, Perumda Panglungan tidak memiliki dokumen rencana bisnis (business plan) yang valid, dan pengadaan bibit porang yang dilakukan justru ditemukan mengandung unsur mark-up harga.

Lebih mengerikan lagi, jika perkebunan yang dimiliki Panglungan lebih cocok dengan menanam cengkeh. Namun, oleh direktur ditanami porang. Hal ini yang mengakibatkan adanya kerugian karena penanaman porang tidak dapat panen.

“Tidak hanya prosedur pengajuan kredit yang salah, tetapi juga realisasi penggunaan dana terindikasi kuat terjadi penyelewengan. Harga bibit porang yang dibeli tidak sesuai harga pasar. Ini menyebabkan kerugian keuangan negara hingga mencapai Rp1,5 miliar,” tambahnya.

Dengan pertimbangan subyektif dan obyektif, Kejaksaan akhirnya memutuskan melakukan penahanan terhadap Tjahja Fadjar. Penahanan dilakukan untuk mempermudah proses penyidikan, mencegah tersangka melarikan diri, serta menghindari potensi penghilangan barang bukti.

Kejaksaan juga membuka kemungkinan akan ada tersangka baru dalam kasus ini, mengingat adanya indikasi bahwa proses pencairan dana dari pihak bank dilakukan tanpa verifikasi yang memadai terhadap kelengkapan dokumen.

“Proses hukum masih terus berjalan. Kami akan mendalami kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain dalam kasus ini,” pungkas. (din)

Bagaimana reaksi anda?
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry