MENGOLAH SAMPAH : Warga di RW 3 Kelurahan Gayungan mengolah sampah plastik menjadi sesuatu yang bermanfaat. DUTA/istimewa

Sampah plastik memang menjadi masalah semua negara di dunia, terutama negara berkembang. Dibutuhkan kesadaran masyarakat untuk bisa mengolah sampah plastik ini agar tidak semakin menggunung di tempat pembuangan akhir (TPA). Edukasi yang diberikan ke masyarakat itu memang harus melibatkan banyak pihak, salah satunya adalah akademisi.

Seperti yang dilakukan tiga dosen Fakultas Kesehatan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa). Mereka adalah Satriya Wijaya, Novera Herdiani dan Permadina Kanah Arieska.

Mereka melakukan pengabdian masyarakat (pengmas) tentang pengelolaan sampah plastik  pada warga di RW 3 Kelurahan Gayungan Surabaya, beberapa waktu lalu.

Dipilihnya lokasi itu dari pengamatan ketiganya karena masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk memilah sampah. Dan juga tidak meratanya penggunaan bak sampah di beberapa rumah warga dengan alasan tidak adanya lahan untuk menempatkan bak sampah.

Lokasi rumah warga memang berada di kecil serta yang antara rumah dan jalan menyatu sehingga tidak ada tempat untuk meletakkan tempat sampah. Selain itu, lokasi ini sangat jauh dengan TPA.

Permadina Kanah Arieska salah satu anggota tim mengaku permasalahan warga di RW 3 itu hampir dialami semua warga di kota besar, tak terkecuali di Surabaya. Diakui Kanah, paggilan akrab Permadina Kanah Arieska, kepadatan penduduk memang berdampak pada semakin tingginya jumlah sampah menumpuk. Ini akan menimbulkan masalah bagi warga maupun lingkungan, khususnya sampah plastik.

“Petugas sampah terkadang tidak bisa menjangkau sampah-sampah itu karena sempitnya gang rumah mereka,” ujar Kanah.

Karena itulah, dari permasalahan yang muncul itu, bagaimana cara meminimalisasi sampah dan membuat bak sampah atau barang lain yang tidak terpakai dari sampah-sampah plastik khususnya.

Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk yang cukup padat yaitu sekitar 262 juta jiwa pada 2017. Sedangkan di kota Surabaya hingga akhir 2017 jumlah penduduk yang terdata di Dispendukcapil sebanyak 3.065.000 jiwa.

Tim Unusa memberikan edukasi bagaimana mengolah sampah. DUTA/istimewa

Besarnya penduduk dan keragaman aktivitas di kota-kota metropolitan di Indonesia mengakibatkan munculnya persoalan dalam pelayanan prasarana perkotaan, seperti masalah sampah.

Diperkirakan hanya sekitar 60 % sampah di kota-kota besar di Indonesia yang dapat terangkut ke TPA yang operasi utamanya adalah pengurungan (landfilling).

Permasalahan lainnya yaitu dalam hal pengelolaan sampah rumah tangga umumnya dilakukan dengan cara dibakar (50,1%) dan hanya 24.9 persen yang diangkut oleh petugas.

Cara lainnya yaitu dengan cara ditimbun dalam tanah, dibuat kompos, dibuang ke kali/parit/laut dan dibuang sembarangan.

“Sangat memprihatinkan. Makanya edukasi untuk memilah dan memanfaatkan sampah bekas itu perlu dilakukan,” jelas Kanah.

Dari data yang ada, masyarakat Indonesia menghasilkan 65 ton sampah per harinya di mana  5,4 juta ton di antaranya adalah plastik. Sumber sampah plastik pun beragam, sekitar 43,4% dari plastik di Indonesia dipergunakan sebagai kemasan. Setiap orang di Indonesia membuang 700 kantong plastik per tahun dan konsumsi air minum dalam kemasan (AMDK) terus meningkat 10 persen per tahun.

Indonesia berada di peringkat kedua setelah Tiongkok sebagai negara penyumbang sampah plastik terbesar di dunia. Jumlahnya sebanyak 3,2 juta ton. Dalam sehari Kota Surabaya menghasilkan sampah plastik sebanyak 400 ton.

“Ini yang harus diperhatikan dan menjadi perhatian kita semua. Kalau tidak dimulai dari sekarang, kapan lagi,” jelasnya.

Karena itu, tiga dosen ini mengajak warga di RW 3 Kelurahan Gayungan untuk mengolah sampah plastik untuk dijadikan tempat yang bermanfaat.

“Kita ajak mereka memilah sampah antara yang basah dan yang kering. Lalu yang kering terutama botol plastik untuk dijadikan tempat yang bermanfaat. Salah satunya tempat sampah,” tuturnya.

Dari sana, masyarakat diharapkan bisa memanfaatkan sampah-sampah kering itu untuk dijadikan sesuatu yang berguna ke depannya. “Setelah kita edukasi itu diharapkan bisa meneruskan untuk mengolah sampah itu,” ungkapnya.

Selain bisa menghasilkan sesuatu yang bernilai ekonomis, memilah dan memanfaatkan sampah ini juga bisa menjaga lingkungan agar tetap bersih. Masyarakat bisa menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

PHBS adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat.

“Sumber dari berbagai macam penyakit itu salah satunya dari sampah. Kalau tidak ditangani akan mengakibatkan sesuatu yang buruk bagi lingkungan,” tukas Kanah.

Beruntung masyarakat menyambut baik edukasi dari tiga dosen Unusa itu. Sehingga program ini bisa berjalan sesuai harapan dan masyarakat bisa menerapkannya di lingkungan sendiri dan lingkungan sekitarnya. end/ril