AHOK

JAKARTA | duta.co – Terdakwa kasus penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, sulit lolos dari hukuman saat sidang vonis pada 9 Mei mendatang. Hal itu bila mengacu pada hasil riset Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU Rumadi Ahmad yang pernah dia lakukan soal kasus dugaan penodaan agama di Indonesia.

Salah satu kesimpulan yang didapat dari riset tersebut, kata dia, terdakwa kasus dugaan penondaan agama yang didesak massa rata-rata dihukum penjara oleh majelis hakim. Dalam kasus Ahok, massa malah tumpah ruah dengan jumlah jutaan orang, baik yang datang ke Jakarta maupun di daerah-daerah.

“Dalam kasus-kasus (dugaan penodaan agama) yang melibatkan massa yang besar, itu hampir tidak ada yang terdakwanya itu bebas,” kata Rumadi dalam acara diskusi di Kantor DPP Partai Solidaritas Indonesia, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (4/5/2017).

Rumadi lantas membandingkan dua kasus, yakni kasus Yusman Roy yang shalat dengan dua bahasa di Malang dan kasus mengutip surat Al-Maidah oleh Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama di Jakarta.

Rumadi memandang, ada kesamaan pada dua kasus ini. Menurut dia, dakwaan jaksa dalam kedua kasus itu sama-sama lemah.

Baik Yusman Roy maupun Ahok sama-sama didakwa secara alternatif dengan Pasal 156a dan atau Pasal 156 KUHP.

“Yusman Roy didakwa Pasal 156a, tetapi di dalam proses peradilan tidak terbukti melakukan penodaan agama. Oleh karena itu, hukumannya tidak pakai Pasal 156a, tapi Pasal 156, mirip-mirip dengan kasus Ahok,” kata Rumadi.

Dalam kasus Ahok, hakim belum membacakan putusannya. Namun, tim jaksa penuntut umum telah membacakan tuntutannya yang meminta Ahok dihukum 1 tahun penjara dengan 2 tahun masa percobaan.

Jaksa menilai,  Ahok terbukti melakukan tindak pidana seperti yang diatur dalam Pasal 156. Adapun Pasal 156 KUHP berbunyi, “Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500”.

Selain itu, menurut dia, kedua kasus ini sama-sama mendapatkan perhatian masyarakat luas. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan Rumadi terhadap kasus Yusman dan sejumlah kasus lainnya, publik pada akhirnya tidak peduli lagi apakah seseorang yang berperkara itu melakukan penodaan agama atau tidak. Mereka hanya ingin orang tersebut dihukum penjara.

“Dan orang tidak peduli sebenarnya, apakah dia termasuk penodaan agama, ujaran kebencian, yang penting dia masuk penjara saja. Dan itu dianggap sudah cukup sebagai bentuk hukuman,” ujar Rumadi.

Adapun Yusman divonis dua tahun penjara oleh majelis hakim PN Kepanjen, Kabupaten Malang, pada 2005. Lalu akankah Ahok juga dihukum penjara? Tunggu sidang bersejarah ini pada 9 Mei mendatang.

Yang jelas masyarakat terbelah. Saat ini  jutaan umat siap mengawal sidang ini. Mereka beraksi damai Jumat 5 Mei 2017.

Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mendukung umat Islam menggelar demo jika bertujuan memberikan dukungan kepada hakim agar bertindak adil dalam memutuskan kasus penistaan agama yang menjerat Ahok, sapaan Basuki. Asalkan dilakukan secara tertib dan damai.

“Silakan dilakukan secara tertib aman lancar damai. Sehingga harapannya apa yang diinginkan semuanya tetap memberikan dukungan kepada majelis hakim untuk memberikan yang terbaik seadil-adilnya sesuai dengan judgement hukum dari para pengambil keputusan,” kata Taufik di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (4/5).

Taufik memahami maksud dan keinginan yang disampaikan pendemo. Menurutnya, pendemo hanya ingin proses peradilan terhadap Ahok bisa berjalan adil tanpa berpihak pada pihak tertentu.

“Demo ini sebetulnya ditujukan untuk keinginan kelompok masyarakat agar proses pengadilan berjalan secara adil, secara bijak sehingga tidak ada keberpihakan pada pihak manapun itu saja yang kita harapkan dari majelis hakim,” terangnya.

“Sekiranya jika ada unsur dalam tanda kutip yang dirasakan mungkin oleh pengunjuk rasa kurang memenuhi aspek keadilan, kita harapkan semua semoga Pak Hakim semuanya memenuhi aspek keadilan yang dirasakan dan yang dituntut besok,” sambungnya.

Wakil ketua umum PAN ini tidak melihat aksi simpatik besok untuk mengintervensi proses hukum penistaan agama yang tengah berjalan. “Ya ndak, yang dimaksud intervensi kan tidak ada kekuatan apapun kecuali aspirasi masyarakat,” pungkasnya.

Sebelumnya, seruan meminta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dihukum berat dalam kasus penistaan agama belum juga surut. Tercatat sudah beberapa kali aksi serupa dilakukan terhitung sejak November 2016 lalu.

Dalam waktu dekat dikabarkan aksi serupa kembali dilakukan pada Jumat 5 Mei pekan ini. Penggagasnya masih sama dengan sebelumnya, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI dan sejumlah ormas Islam.

Aksi ini akan dimulai dengan melakukan longmarch dari Masjid Istiqlal menuju ke Gedung Mahkamah Agung (MA). Aksi yang dinamakan ‘Aksi Simpatik Menjaga Independen Hakim’ sekaligus untuk mengawal sidang vonis Ahok yang digelar 9 Mei mendatang. Massa pun sudah bergerak ke Jakarta.

Sebaliknya ada pula massa pro-Ahok. Advokat senior Todung Mulya Lubis misalnya mendatangi PN Jakarta Utara di Jalan Gajah Mada untuk upaya memberikan dukungan dalam penegakan hukum terhadap kasus yang menimpa Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Jakarta, Rabu (3/5/2017).

Dukungan itu dibuat dalam situs www.ahoktidakmenistaagama.com, dan telah mencapai 60 ribu pendukung. Namun agar menjangkau masyarakat yang lebih luas petisi tersebut dipindahkan ke www.change.org/p/ahok- tidak-menista-agama. * hud

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry