JAKARTA | duta.co – Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) selain berdampak pada dosen HTI, kini juga berimbas ke Pramuka. Bila dosen HTI diberi 2 pilihan, tinggalkan ormas itu atau lepas status PNS, Pramuka terdampak gara-gara Adhyaksa Dault yang sempat disebut mendukung HTI.
Untuk itu, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi mengaku sedang menahan bantuan anggaran untuk Pramuka. Nahrawi menyebut penundaan bantuan itu berkaitan dengan pernyataan Ketua Kwartir Nasional Pramuka Adhyaksa Dault tentang khilafah saat hadir dalam salah satu acara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
“Organisasi kepemudaan yang biasa dibantu Menpora sekarang tidak dibantu lagi, salah satu yang mengemuka di DPR tentang Pramuka. Sampai sekarang masih kita pending bantuannya. Sampai ada klarifikasi penjelasan. Ini tindak lanjut ketegasan dari Perppu Ormas kemarin,” kata Nahrawi kepada wartawan di kantor DPP PKB, Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, Minggu (23/7/2017).
Nahrawi mengaku sudah meminta kepada Adhyaksa untuk memberi penjelasan kepada Kemenpora. Namun, menurut Nahrawi, hingga saat ini belum ada jawaban dari Adhyaksa.
“Sudah kita minta, kami tunggu. Sampai kemarin belum (ada jawaban). Mungkin sudah secara tertulis, tapi belum sampai ke meja saya,” ujar Nahrawi.
“Pokoknya organisasi kemasyarakatan, kepemudaan, kemahasiswaan, dan kepelajaran yang menurut Kemenkumham, Kemendagri, dan perilaku pengurusnya anti Pancasila kita tidak dukung secara finansial,” ucap Nahrawi menambahkan.
Perihal Adhyaksa tersebut bermula dari pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo terkait mantan menteri yang teriak-teriak anti-Pancasila. Adhyaksa lalu menghubungi Mendagri Tjahjo soal hal itu. Ia menjelaskan tentang video kehadirannya dalam acara HTI pada 2013 yang kembali menjadi viral. Ia menyebut video itu disebarluaskan oleh orang yang tak menyukainya.
Adhyaksa kembali menegaskan dirinya bukan simpatisan, apalagi anggota HTI. Dalam video tersebut, Adhyaksa sempat bicara tentang khilafah Islamiyah. Dia menjelaskan yang dimaksud itu bukan khilafah versi HTI.
“Mengenai khilafah Islamiyah itu memang ada hadisnya, tapi khilafah yang saya maksud adalah khilafah islamiyah yang rosyidah, bukan khilafah yang berarti meniadakan negara, bukan khilafah versi Hizbut Tahrir, apalagi ISIS dan sebagainya. Terkait video itu, harus dilihat juga tempat dan waktu saya berbicara, itu video empat tahun lalu. Sekarang tahun 2017, artinya video tersebut tidak relevan,” tutur Adhyaksa.
Semua penjelasan itu telah disampaikan Adhyaksa kepada Tjahjo dan sang Mendagri sudah memahami penjelasannya tersebut. Namun Tjahjo menyarankan dirinya untuk bertemu dengan Menkopolhukam Wiranto untuk membuat klarifikasi lengkap.
“Ini baru saja saya WA Mas Tjahjo, sarannya agar saya ketemu Menkopolhukam untuk klarifikasi lengkap,” ucap Adhyaksa saat dimintai konfirmasi Senin (22/5) lalu. (det, hud)