SURABAYA | duta.co – Bersama Ustadzah Muhimah dan sejumlah ustadz, Rabu (15/1/25), sebanyak 70 siswa-siswi SMP dan SMA Darul Qur’an, Singosari, Malang, berkunjung ke Museum NU, di Gayungsari Timur 35 Surabaya. Mereka menyisir satu persatu peninggalan para masyayikh.
“Menarik. Ada yang sibuk ngevlog (membuat vlog) tentang kunjungan ke Museum NU. Hari ini, semakin banyak anak-anak NU yang tertarik dengan gerak perjuangan kiai NU,” demikian disampaikan M Rofiq, petugas Museum NU kepada duta.co.
Ilham Maulana, petugas Museum NU yang lain mendampingi mereka. Satu persatu peninggalkan para kiai dijelaskan. Dari tempat belajar para muassis NU, seperti Mbah Hasyim (almaghfurlah KH Hasyim Asy’ari) sampai baju jas yang lazim dikenakan almaghfurlah Mbah Wahab (KH Abd Wahab Chasbullah) terpanjang apik.
“Sudah waktunya anak-anak membawa pulang Aswaja dengan baik dan benar. Gagasan Museum NU menerbitkan buku ajar bagi anak-anak sangat urgen. Dengan begitu, dalam hati mereka akan terpatri paham Aswaja secara benar,” tegas Hamna, panggilan akrabnya.
Museum NU, tegas alumni UIN Sunan Ampel ini, memberikan pemahaman menarik tentang keagamaan, kebangsaan, bahkan ukhuwah global (dunia). “Di Museum NU akan-anak bisa melihat betapa gigih para kiai kita mengamalkan Islam rahmatan lil’alamin,” tegasnya.
Menurut Hamna, sudah saatnya anak-anak dipahamkan lebih dalam tentang misi dan visi berdirinya NU. “Di sini ada jejak penting berdirinya NU. Ada juga dokumen Komite Hijaz, sebuah dokumen penting sebagai background lahirnya NU. Di sini pula ada surat balasan Raja Saud, tentang diperbolehkannya empat madzab berjalan di tanah suci. Bayangkan kalau tidak ada Komite Hijaz,” tegasnya.
Ada juga dokumen Resolusi Jihad. Dari sini tergambar jelas, betapa NU memiliki semangat kebangsaan yang tinggi. “Perang 10 November 1945 harus direkonstruksi kembali, agar anak-anak kita paham tentang semangat kebangsaan,” tegasnya.
Tak kalah menarik adalah foto-foto perempuan (Muslimat NU) yang, ternyata tidak sekedar ‘tukang masak’ dalam merebut kemerdekaan RI. “Ternyata mereka juga memanggul senjata, mereka juga berlatih menembak. Anak-anak bisa melihat jejak perjuangan itu. Inilah gambaran jelas, betapa semangat juang harus tertanam sejak awal,” urainya. (mky)