SURABAYA | duta.co — Ratusan siswa-siswi beberapa sekolah yang berada di bawah Yayasan Taman Pendidikan dan Sosial Nahdlatul Ulama (YTPS NU) Khadijah mengikuti tes hafalan Al Quran Sabtu (1/4/2017). Tes kali ini bagi mereka sangatlah berbeda karena dihadiri dua menteri sekaligus, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) serta Menteri Sosial (Mensos).
Deg-degan dan gugup terlihat dari wajah-wajah siswa-siswi yang duduk bersila di atas panggung. Mereka berharap-harap cemas, khawatir nomor undian mereka yang akan disebut. Karena jika nomor mereka keluar, maka pemiliknya akan tampil di depan Mendikbud dan Mensos untuk dites hafalan dengan melanjutkan membaca ayat yang dibaca Mendikbud atau Mensos.
Mendikbud pun mengambil satu nomor. Yang keluar angka 118 yang ternyata milik Intan Ulfi. Siswi kelas 5 itu disuruh melanjutkan potongan ayat dari Surat An-Naba’ yang dibacakan Mendikbud. Selesai membaca tiga ayat, Mendikbud tertegun. “Bagus Intan, saya saja ndak hapal,” tutur Mendikbud disambut tawa undangan.
Gilliran Mensos Khofifah mengambil satu nomor lagi. Yang keluar angka 149 milik Lubab Aishar. Siswa kelas 6 ini berhasil melanjutkan ayat dari Surat Al-A’la dengan sukses.
Khofifah dan Muhadjir hadir di acara Gebyar Prestasi Alquran Yayasan Taman Pendidikan dan Sosial Nahdlatul Ulama (YTPS NU) Khadijah, yayasan yang menaungi SD, SMP dan SMA Khadijah Surabaya. Acara itu merupakan puncak rangkaian ujian munaqasah tartil dan tahfidz yang diikuti siswa SD hingga SMA sekolah tersebut.
“Kami senang, bacaannya (siswa Khadijah pada Alquran) bagus. Kemampuan pemahamannya baik, dan tentu saja harapannya prilakunya juga baik,” kata Khofifah yang juga Ketua YTPS NU Khadijah Surabaya.
Muhadjir juga mengungkapkan kekagumannya. Dikatakannnya generasi Alquran adalah pertaruhan dari keberadaan umat Islam. Apalagi saat ini banyak label-label yang melekat pada umat Islam yang kurang mengenakkan.
Ada label yang kurang menguntungkan yang muncul di permukaan di mana Islam adalah garis keras, intoleran dan sebagainya yang justru diproduksi media sosial dan media mainstream sehingga terkesan Islam seperti itu.
“Dengan generasi yang Qurani ini Islam tidak kehilangan jatidiri, kepercayaan dirinya,” tandas Muhadjir. (end)