Tampak Deklarasi Asosiasi Dosen Aswaja Nusantara (Asdanu) di Unisma Malang, Rabu (17/05/2017). (FT/DUTA.CO/IST)

MALANG | duta.co — Sejumlah akademisi menyerukan pentingnya Islam moderat untuk masa depan kedamaian di Indonesia. Seruan ini, didukung oleh Petisi ratusan akademisi dari 107 PTAI (Perguruan Tinggi Agama Islam) dari berbagai kawasan di Indonesia, yang bertemu pada konferensi Kajian Islam Aswaja di Universitas Islam Malang, Rabu (17/05/2017).

Konferensi ini menandai deklarasi Asosiasi Dosen Aswaja Nusantara (Asdanu) yang diikuti dosen-peneliti dari 107 perguruan tinggi. Asdanu merupakan Asosiasi Dosen Aswaja,  yang diinisiasi oleh Universitas Islam Malang (Unisma), Universitas Islam Raden Rahmat Malang (UNIRA), Universitas Hasyim Asy’ari Jombang,dan beberapa kampus lain.

Hadir pada forum ini, Prof Dr KH Tolkhah Hasan (Ketua Dewan Pembina Unisma), Prof Dr Abdurrahman Mas’ud (Puslitbang Kementrian Agama), Prof Dr Masykuri (Rektor Unisma), Marsudi Nurwahid (Jurnalis), beberapa rektor perguruan tinggi, serta ratusan dosen-peneliti dari berbagai kampus.

KH Tolkhah Hasan mengungkapkan, pentingnya akademisi berpikiran terbuka dan berwawasan luas. Khususnya, tentang perbedaan pemaknaan ahlussunnah wal-jamaah. “Saya pernah berbincang dengan beberapa pimpinan Islam radikal, ISIS dan FPI. Semuanya mengaku bagian dari ahlussunnah wal jamaah. Maka, kita harus jeli dan tegas tentang ideologi aswaja,” ungkap Kiai Tolkhah.

Kiai Tolkhah menambahkan, bahwa peneliti dan dosen yang memiliki konsentrasi di bidang keislaman harus memahami isu-isu pluralisme lintas madzhab. “Di dalam aswaja,  ada perbedaan-perbedaan yang harus dipahami. Antara madzhab Syafi’i,  Maliki,  Hanbali dan Hanafi,  ada perbedaan-perbedaan mendasar. Harus ada pemahaman pluralis,  ini yang harus dilakukan,” tegas Kiai Tolkhah.

Rektor Unisma, Prof Dr Masykuri,  mengungkapkan ada dinamika di perguruan tinggi terkait dengan gerakan keislaman. “Saya melakukan riset mendalam di beberapa kampus umum, ada potensi radikal terutama dari mahasiswa yang kuliah di jurusan sains. Sebagian dari mereka membentuk gerakan politik untuk berkontestasi pada kepemimpinan Indonesia masa depan,” jelas Masykuri.

Dalam pandangan Masyukri, tindakan pemerintah melarang organisasi radikal sudah tepat. “Langkah pemerintah melarang HTI sudah tepat, agar tidak mengancam masa depan dan kesatuan Indonesia,” ungkap Masykuri.

Ratusan dosen-peneliti yang tergabung dalam ASDANU, kemudian mendeklarasikan dan mengkampanyekan Islam moderat dalam riset-riset ilmiah dan pengajaran di kampus. (maz,rls)