
“Sejumlah nama Pati Polri berpeluang besar menjadi orang nomor satu menjadi Kapolri menggantikan Jenderal Listyo Sigit Prabowo.”
Oleh : Dr Syarif Thayib, SAg. MSi.
PERTAMA dalam sejarah Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menggelar “hearing” (dengar pendapat) yang dikemas dalam FGD (focus group discussion) dengan tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, Forkopimda (Forum Koordinasi Pimpinan Daerah), dan lain-lain untuk mengumpulkan database rekam jejak perwira menengah dan perwira tinggi Polri dalam rangka menyusun pimpinan Polri masa depan, khususnya Kapolri.
Hal ini sesuai dengan tugas Kompolnas dalam Perpres Nomor 17 tahun 2011, yaitu membantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Polri dan memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri.
Salah satu sasaran “hearing” Kompolnas adalah Jawa Timur. Bertempat di Gedung Patuh lantai dua Polda Jatim, pada Rabu, 17 September 2025 lalu. Kebetulan penulis berkesempatan hadir mewakili tokoh agama.
Komisioner Kompolnas yang hadir pada acara itu adalah Irjen Pol (Purn) Arief Wicaksono Sudiutomo, dan Irjen Pol (Purn) Ida Oetari Poernamasasi. Keduanya di penghujung acara mengajak seluruh peserta “hearing” memberi “penilaian” rekam jejak Pati Polri yang pernah bertugas di Jawa Timur melalui link google form yang sudah disiapkan.
Pati Polri yang dimaksud adalah Komjen Pol Dr. Mohammad Fadil Imran, M.Si., Komjen Pol Dr. Nico Afinta, S.I.K. SH. MH., Komjen Pol Drs. Syahardiantono, M.SI., Komjen Pol Mohammad Iqbal, S.I.K. MH., Komjen Pol Prof. Dr. Dedi Prasetyo, SH. M.Hum. M.Si. MM., Irjen Pol Nanang Avianto, M.SI., Irjen Pol Agus Djaka Santoso, Irjen Pol Rudi Setiawan, S.I.K. SH. MH., Irjen Pol Dr. Heri Armanto Sutikno, SH. M.Si., Irjen Pol Dr. Jayadi, S.I.K. MH., Irjen Pol Iwan Kurniawan, S.I.K. M.Si., Irjen Pol Yuda Gustawan, S.I.K., SH. MH., Irjen Pol Adi Deriyan Jayamarta, S.I.K., Irjen Pol Dr. Nazirwan Adji Wibowo, S.I.K., M.Si., Irjen Pol Y. Tony Surya Putra, S.I.K. MH., Irjen Pol Endar Priantoro, SH. S.I.K. MH. CFE., Irjen Pol Johnny Eddizon Isir, S.I.K. MTCP., dan Irjen Pol Anggoro Sukartono, S.I.K.
Nama-nama Pati Polri di atas berpeluang besar menjadi orang nomor satu Polri menggantikan Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Mereka berprestasi dan berintegritas ketika memimpin Polda atau Polres di wilayah Jawa Timur.
Mengapa “harus” Jawa Timur? Karena Jawa Timur adalah barometer Kamtibmas nasional. Polda Jatim merupakan klasifikasi (Tingkat A) di samping Polda Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Banten.
Mereka yang pernah sukses bertugas di Jatim kemampuan leadershipnya lebih teruji, karena dinamitas Kamtibmas di Jatim sangat tinggi, sehingga butuh kecerdasan, kekuatan, dan keberanian ekstra dari pimpinan Polri di Jatim.
*Diskusi Seleksi Calon Kapolri*
Masukan untuk proses seleksi calon Kapolri banyak disampaikan dalam FGD tersebut, antara lain problem lompat generasi dan masa jabatan Kapolri, resistensi dengan partai politik di DPR, ragam rekam jejak Pati Polri bersih dari praktek gratifikasi dan lain-lain dan seterusnya.
Pertama, terkait problem lompat generasi dan masa jabatan Kapolri sampai hari ini masih menjadi dilema. Presiden kelima RI Megawati Soekarno Putri pernah mengkritisi hal ini, bahwa pengangkatan Kapolri yang melompati banyak generasi berpotensi merusak tatanan pemilihan pimpinan di Polri. (Kompas.com. 26 Agustus 2024).
Mantan Wakapolri Komjen Pol (Purn) Oegroseno juga pernah menyoroti masa jabatan Kapolri supaya dikembalikan seperti biasanya, ”Jadi Kapolri cukup dua tahun, ngapain jadi Kapolri lima tahun? Bosen itu!” (DetikNews, 23 Januari 2015).
Walaupun demikian, sebisanya semua pihak harus “legowo” atas keputusan Presiden terkait Kapolri pilihannya. Termasuk jika yang terpilih nanti mengulang lompat generasi, karena di era Presiden Soekarno pergantian Kapolri dari Said Sukamto menjadi Sucipto Danu melompat belasan generasi. Sebelum menjadi Kapolri, Sucipto merupakan perwira Brimob berpangkat AKBP. Tetapi, semuanya hormat, karena Sucipto adalah Kapolri perintah Presiden. (Kompas.com. 21 Juni 2016).
Kedua, terkait proses politik yang harus dilalui Presiden dalam menetapkan Kapolri. Undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia mengharuskan calon Kapolri pilihan Presiden mengikuti fit and proper test di DPR. Artinya, siapapun calon Kapolri pilihan Presiden harus mendapat persetujuan politisi di DPR. Hal ini dikhawatirkan terjadi politik “balas budi” ke depannya.
Ketiga, masalah rekam jejak Pati Polri yang sebelumnya pernah menjadi perwira menengah dan perwira pertama tentu memiliki rekam jejak yang beragam. Apakah mereka pernah menjadi bagian dari proses yang melahirkan krisis kepercayaan masyarakat sebagaimana yang terjadi sekarang?
Peserta FGD dari Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) memberi contoh, bahwa orang yang kehilangan kambing, sebaiknya tidak usah lapor polisi, karena bisa jadi mereka akan menjual sapi untuk mengurus kehilangan kambing di kantor polisi.
Maka ekspresi “kebencian” seperti memukul, menendang, dan lain-lain terhadap anggota Polri oleh beberapa peserta demo anarkis akhir Agustus 2025 kemarin sungguh-sungguh menjadi tantangan berat bagi penerus Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Calon Kapolri dari para mantan Kapolda dan Wakapolda Jatim yang penulis sebut di atas diyakini mampu mengembalikan wibawa Polri. semoga.
*Dr Syarif Thayib, SAg. MSi. adalah Dosen UINSA, Panitia Pengawas Pemilu Jatim 2003-2004.