Dawam Mu'allim. (FT/IST)

“Kami mengusulkan nama: DR KH Abdul Ghofur Maimoen, MA atau biasa dipanggil Gus Ghofur. Salah satu putra almarhum KH Maimoen Zubair dari Sarang-Rembang Jawa Tengah, untuk menjadi calon Ketua Umum PBNU 2021 – 2026.”

Oleh Dawam Mu’allim

MUNGKIN ada yang belum kenal, siapa DR KH Abdul Ghofur Maimoen, MA? Beliau adalah salah satu Katib Syuriyah PBNU 2015-2020, sosok kiai muda yang sering diandalkan fatwanya oleh GP Ansor Pusat dan Rijalul Ansor serta Banser. Sesugguhnya beliau cukup populer di kalangan masyarakat dan pegiat tafsir Indonesia.

Jika menjadi Ketum PBNU, insya-Allah akan berjalan dengan cara yang syar’iy.

Gus Baha’ (KH Bahauddin Nursalim) sendiri sangat kagum dengan keilmuan Gus Ghofur. Beliau pernah melakukan bedah disertasi di KSW (Kelompok Study Walisongo) di Mesir dengan judul “Ḥashiyah al-Shaykh Zakariya al-Anṣārī ‘ala Tafsīr al-Baidlowi, min Awwal Surah Yūsuf  Ila Akhir Surah Sajdah”; Dirāsāt wa Tahqīq”.

Tebal disertasinya luar biasa, sekitar 1700 halaman. Dibagi menjadi 2 jilid dengan bentuk tulisannya yang kecil. Tidak mudah bagi ukuran orang Indonesia menulis apa yang telah ditulis Gus Ghofur.

Bukan hanya itu, disertasi tersebut meraih hasil akhir mumtaz ma’a martabah syaraf al-Ula atau dalam bahasa inggris disebut dengan exelent the first atau summa cumlaude.

Selain hal di atas, Gus Ghofur sering mengisi seminar di berbagai acara mulai dari lingkungan pesantren, akademisi, dan kenegaraan. Worksop pesantren seperti kurikulum pesantren hingga Forum silaturrahmi kiai muda se-Jawa Tengah pernah diisinya.

Seminar di kampus keagamaan seperti STAIN, IAIN, hingga UIN. Bahkan juga pernah mengisi di Universitas Gajdah Mada (UGM) dalam rangka pemilihan Rektor.

Selain itu, beberapa kali juga mengisi di even internasional di Maroko, Australia, Malaysia, dan Belanda mewakili Indonesia ataupun PBNU.

Maka tidak mengherankan apabila Gus Ghofur adalah salah satu tokoh muda yang layak untuk jujugan inspiratif generasi bangsa dengan berbagai prestasinya yang mengkilap.

KH Abdul Ghofur Maimoen menjabat sebagai ketua Sekolah Tinggi Al Anwar (STAI) Sarang Rembang sekaligus pengasuh Pesantren Al Anwar 3.

Sebagai seorang yang menjadi teladan bagi mahasantrinya, Gus Ghofur adalah sosok yang sangat dikagumi oleh mahasantrinya. Bukan hanya orang yang berilmu tinggi, beIiau juga gambaran dari orang yang disiplin, tekun serta santun kepada semua orang, termasuk kepada santrinya sendiri.

Ketika mempunyai janji dengan seseorang, maka, ia akan datang tepat pada waktunya. Bahkan terkadang datang lebih awal dari jam yang sudah ditentukan, walaupun yang mempunyai janji adalah santrinya sendiri.

Meski Gus Ghofur adalah orang yang sibuk dengan mengurusi pesantren dan STAI Al Anwar, namun hari-harinya tetap dilalui dengan belajar. Setiap jam 03.00 dini hari ia sudah berada di perpustakaan pribadinya untuk membaca buku-buku yang ada sembari menunggu waktu subuh datang.

Statusnya yang ‘tinggi’ tidak menjadikan pribadinya sombong dan angkuh. Kepribadiannya yang sederhana membuat sungkan dan malu para santrinya untuk tidak menjadikannya panutan.

Diceritakan dari abdi ndalemnya, beliau biasa mengerjakan pekerjaan rumah dengan tangannya sendiri, walaupun mempunyai abdi ndalem, misalnya membersihkan kamar mandi dan mencuci piring. Bahkan ketika ada tamu, beliau terkadang memasak sendiri untuk para tamunya.

Latar Intelektual Gus Ghofur

Gus Ghofur, demikian Putra kelima KH. Maimoen Zubair dari istri kedua, Ibu Nyai Hajjah Masthi’ah, biasa dipanggil, lahir di Rembang Jawa Tengah pada 16 Maret 1973 dari pasangan KH. Maimoen Zubair dan nyai Hj. Masti’ah Pemilik nama lengkap Abdul Ghofur ini dikenal bandel semasa kecilnya.

Tidak seperti kakak-kakaknya, Ghofur kecil terhitung sering bermain seperti layaknya anak-anak di kampung nelayan. Namun, sebagai putra Ulama, sifat-sifat kesalehan yang ditanamkan orang tuanya membuatnya berbeda dari anak kampung sebayanya.

Pendidikan dasar hingga menengah dituntaskannya di Madrasah Ghazaliyah Syafi’iyyah (MGS). Semasa belajar di Ghozaliyah, Abdul Ghofur Maimoen sudah dikenal cerdas dan kritis. Sejak masih duduk di kelas Ibtida’ hingga Tsanawi, juara kelas dan Ketua Kelas, sebuah jabatan prestisius hampir tidak pernah luput dari genggamannya.

Menjadi juara kelas tingkat Ibtida’ hingga Tsanawi tampaknya menjadi dasar atau ukuran bagi santri yang belajar di MGS dikatakan pintar dan cerdas. Sehingga tidak mengherankan apabila saat ini Gus Ghofur mahir dalam bidang agamanya.

Tidak hanya urusan pelajaran, di bidang organisasi prestasinya cukup mengkilap. Selama dua periode berturut-turut KH. Abdul Ghofur dipercaya sebagai ketua DEMU (Dewan Murid) yaitu semacam OSIS di sekolah-sekolah formal. Hal ini tentu menjadi sejarah baru dalam kelembagaan MGS, karena dalam sejarahnya belum ada santri yang menjabat sebagai ketua DEMU selama dua periode, pada umumnya hanya satu periode.

Seabrek prestasi ditambah kedudukannya sebagai putra ulama, tidak membuatnya angkuh, sombong dan dumeh (mentang-mentang). Memang demikian seluruh putra-putri KH. Maimoen dididik. Untuk ukuran agagis dengan santri ribuan, putra-putri KH. Maimoen relatif bersikap egaliter.

Usai menyelesaikan pendidikan di MGS tahun 1992, Gus Ghofur sempat membantu ayahnya mengajar di Pesantren Al Anwar dan dipercaya memegang koordinator keamanan Pusat (Pesantren Al-Anwar Karangmangu Sarang). Pada 1993 beliau melanjutkan studinya di Al-Azhar University, Kairo, Mesir. Ini merupakan hal baru dalam tradisi pendidikan putra-putri KH. Maimoen Zubair.

Di Kairo, kecerdasannya kembali menorehkan prestai mengkilap. Selama empat tahun menyelesaikan program S1 Usuhuludin jurusan Tafsir di Al-Azhar, semua ujian dilaluinya dengan nilai Jayiid Jiddan, sebuah prestai langka di kalangan mahasiswa Indonesia di Kairo.

Materi Program S2 di jurusan yang sama selama dua tahun juga dilahap dengan hasil akhir Jayyid Jiddan. Keberhasilan itu tidak lepas dari ketekunan dan kesabaran yang “tiba tiba” menjadi kebiasaannya selama belajar di Kairo. Ketika di MGS Sarang, beliau tidak termasuk orang yang rajin.

Tetapi sejak di Kairo beliau bisa dan biasa menghabiskan waktu berjam-jam untuk memelototi kitab atau buku. Dan ketika ketekunan dan kesabaran itu dipadu dengan karunia Allah, kecerdasan, maka prestai akademik adalah sesuatu yang niscaya terjadi.

Tentang hal ini ada kawannya yang bernama Syukron dari Pekalongan bercerita, “Sing ngajari bahasa Inggris Gus Ghofur, ki, aku. Eh, pas ujian aku mung Jayyid Jiddan, Gus Ghofur malah mumtaz” (yang mengajari Bahasa Inggris Gus Ghofur adalah saya, tapi ketika waktu ujian saya hanya mendapat nilai Jayyid Jiddan dan Gus Ghofur mumtaz; nilai tertinggi).”

Siapa yang tidak tahu kalau ketika pertama kali datang ke Kairo Gus Ghofur awam bahasa Inggris. Namun ketekunan dan kesabarannya telah berhasil menjinakkan ujian bahasa Inggris di Al-Azhar.

Setelah melalui perjuangan yang melelahkan, pada 2002 gelar Master berhasil diraihnya. Dikatakan melelahkan karena untuk mencapi gelar itu Gus Ghofur harus menulis tesis setebal 700 halaman dan harus mencantumkan banyak marāji’.

Padahal tradisi menulis baru ia tekuni sejak tahun keempatnya di Kairo. Orang yang mengenal Ghofur kecil dan tidak mengikuti perkembangannya di Kairo pasti akan terheran-heran ketika googling “Abdul Ghofur Maimoen” di internet. Sebab hasil googling itu akan menampilkan berbagai tulisannya yang pernah dimuat di dunia maya. Ya, dari Abdul Ghofur yang gagap tulis menjadi Abdul Ghofur yang produktif menulis.

Gelar Doktor Tafsir dari Al-Azhar

Disertasi setebal 1700 halaman dan terbagi menjadi 2 jilid ini disidangkan pada hari Sabtu (12/6) di Auditorium Abdul Halim Mahmud, Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar.

Salah satu kader terbaik Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Mesir, Abdul Ghofur Maimoen, kembali telah mengharumkan nama baik Indonesia dan menambah deretan peraih gelar Doktor di bidang ilmu tafsir.

Beliau lulus setelah dapat mempertahankan Disertasinya yang berjudul “Ḥashiyah al-Shaykh Zakariya al-Anṣārī ‘ala Tafsīr al-Baidlowi, min Awwal Surah Yūsuf  Ila Akhir Surah Sajdah”; Dirāsāt wa Tahqīq” dengan hasil yang mumtaz ma’a martabati syaraf al-Ula (summa cumlaude) dari Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir.

Yang menarik adalah prakata dan kutipan akhir sebelum pengukuhan gelar dari para guru besar dan tim penguji terhadap Disertasi putra kiai kharismatik asal Sarang, Jawa Tengah, KH Maimoen Zubair ini adalah “Syarah dan komentar yang ditulis Syeikh Abdul Ghofur ini lebih baik dari yang ditulis Syeikhul Islam, Syekh Zakaria al-Anshori”.

Sementara itu, Rais Syuriyah PCNU Mesir Dr. Fadlolan Musyaffa berkomentar “Ini sungguh luar biasa. Andai saja ada nilai di atas summa cumlaude, mungkin nilai itu akan dianugerahkan pada sidang disertasi Gus Ghofur. Sayang, hasil itu sudah mentok paling atas,” terangnya seusai acara.

Mengenai tulisan Disertasi Gus Ghofur, ada kisah bahwa pengujinya hampir tidak percaya kalau tulisan itu adalah karya Gus Ghofur. Oleh sebab itu, beliau berpesan harus ada setelahnya dari orang Indonesia yang mampu menyelesaikan gelar Doktornya agar para penguji percaya bahwa orang Indonesia mampu menempuh semua itu dengan hasil yang memuaskan. Pesan lain Gus Ghofur yang di kutip dari Syaikhul Islam Syekh Zakaria al-Anshari “Jika Kamu Ingin Mengubah Nasibmu Maka Belajarlah”.

Disertasi Gus Ghofur ini diuji Prof Dr. Muhammad Hasan Sabatan, guru besar Tafsir dan Ulumul Qur`an Fakultas Ushuluddin Kairo (penguji dari dalam), Prof Dr. Ali Hasan Muhammad Sulaiman, guru besar Tafsir dan Ulumul Qur`an Fakultas Dirasat Islamiyyah Banin Kairo (Penguji dari Luar).

Dua lagi pembimbing Prof Dr Sayid Mursi Ibrahim al-Bayumi, Guru Besar Tafsir dan Ulumul Qur`an Fak.Ushuluddin Kairo dan Prof. Dr. Abdurrahman Muhammad Aly Uways, guru besar Tafsir dan Ulumul Qur`an Fakultas Ushuluddin Kairo. Selain itu juga, sidang yang berlangsung pukul 14.00 waktu setempat hadir juga sekitar seratusan lebih mahasiswa dan mahasiswi serta simpatisan baik warga Indonesia maupun Mesir. (*)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry