SURABAYA | duta.co – Lembaga Riset Politik Surabaya Consulting Group (SCG) menilai publik berhak tahu ada apa di balik polemik di media massa yang melibatkan Bupati Trenggalek Emil Dardak dan wakilnya Muhammad Nur Arifin (Ipin) dalam dua hari terakhir.

“Dramaturgi politik selalu menghadirkan panggung depan dan panggung belakang. Narasi di panggung depan soal polemik Mas Emil dan Mas Ipin menyudutkan Mas Ipin yang tidak muncul ke publik beberapa hari ini,” ujar Direktur Komunikasi Politik SCG Aprizaldi saat dimintai pendapat, Selasa (22/1/2019).

Adapun cerita di panggung belakang sampai saat ini masih samar-samar. ”Padahal, justru yang di panggung belakang, backstage, itulah yang menarik diungkap, terutama untuk melacak ada manuver dan problem politik apa di antara dua pemimpin itu,” jelas Aprizaldi.

Dia memaparkan, menarik kemudian untuk mencermati mengapa Arifin cenderung diam menyikapi polemik tersebut. Diamnya Arifin bisa dimaknai dalam dua tafsir politik. Pertama, sebagai bentuk kesantunan berpolitik karena Arifin memang bawahan Emil.

“Mas Ipin dikenal sebagai santri, aktif di Ansor Jatim. Tradisi santri selalu taat kepada seniornya. Sikap diamnya bisa dimaknai bahwa dia menghormati Mas Emil sebagai senior dan atasan, sehingga tak mau berpolemik terbuka,” ujar Aprizaaldi.

Tafsir kedua, sambung Aprizaldi, adalah ada unsur politik di balik sikap diam dan menepinya Arifin dari hiruk-pikuk polemik tersebut. ”Kalau melihat rekam jejak Mas Ipin, dia bukan orang yang lari dari tugas. Hampir tiap hari dia bikin program Lapor Rakyat untuk mengabarkan kerjanya,” katanya.

“Publik juga mengenal dia sebagai sosok muda tangguh yang memulai perjuangan politiknya dari bawah, dari nol, tanpa membawa orang tua atau patron tertentu. Jadi menarik untuk tahu ada apa di balik sikap Mas Ipin,” jelasnya.

Besar kemungkinan, lanjut Aprizaldi, ada tekanan-tekanan politik terkait penunjukan wabup baru setelah Arifin naik jabatan menjadi bupati seiring akan dilantiknya Emil Dardak sebagai wagub Jatim pada 19 Februari mendatang.

”Ada rumor politik bahwa Ipin ditekan pihak tertentu untuk menerima sosok wabup baru. Kabarnya sosok itu adalah kepala dinas. Padahal, sebagai bupati nanti, Mas Ipin perlu orang sehati untuk membangun Trenggalek. Sehingga perlu berbicara dari hati ke hati. Bukan hasil tekanan dan titipan. Nah, ketika ada tekanan, Ipin rupanya memilih menepi karena dia tak mau berpolemik terbuka, apalagi dengan pihak yang dianggap senior,” imbuhnya.

Ada yang Sudah Kebelet

Sebelumnya, Gubernur Jatim Soekarwo mengaku mendapat  laporan dari Bupati Trenggalek, melalui surat  nomor 94 tahun 2019 tertanggal 19 Januari 2019, hari Sabtu sore. “Kami menerima dan mendapatkan laporan tentang Wakil Bupati Trenggalek yang tidak ada di tempat dan tidak melaksanakan tugas sebagai pejabat negara, tanggal 9 Januari sampai 19 Januari 2019,” ujarnya di sela sidang paripurna di DPRD Jatim, Senin (21/1) lalu.

Lebih jauh pria yang juga ketua DPD Partai Demokrat Jatim ini mengatakan, surat dari Bupati Emil Dardak akan diteruskan kepada Menteri Dalam Negeri. Emil sendiri maju dalam Pilkada Trenggalek dan terpilih sebagai Bupati Trenggalek serta maju di Pilgub Jatim dan terpilih menjadi Wagub Jatim juga diusung Partai Demokrat.

“Sesuai dengan Undang-Undang No.23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, Pasal 77 ayat (3-5), saya akan memberikan teguran tertulis kepada Wabup Trenggalek karena meninggalkan tugas lebih dari 7 hari tanpa ijin,” kata Pakde Karwo sapaan akrab Gubernur Jatim.

Terpisah, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP PDI Perjuangan, Bambang Dwi Hartono juga ikut bicara mengenai polemik ini. Apalagi Nur Arifin saat ini tercatat sebagai kader PDI Perjuangan.

Bambang menduga, kisruh di Trenggalek tak lepas dari suksesi pemilihan wakil bupati setelah Arifin kelak menjadi bupati menggantikan Emil.

“Sopo sing menyuarakan, sopo sing wis kebelet (siapa yang berteriak-teriak, siapa yang sudah tidak tahan),” kata mantan Wali Kota Surabaya ini.

Hal yang sama juga diungkapkan Kholiq, Ketua DPC PKB Kabupaten Trenggalek. “Memang saat ini masih tarik ulur penentuan wakil bupati Trenggalek karena belum ada kesepakatan antar parpol pengusung,” ungkap Kholiq.

Orang dekat Arifin menuturkan bahwa ada upaya dari Emil dan Soekarwo untuk memajukan kadernya serta seorang PNS yang saat ini menjabat di Dinas Pendidikan untuk menjadi Wabup Trenggalek.

Sekadar mengingatkan, pada Pilkada Trenggalek tahun 2015 silam, pasangan Emil-Arifin diusung enam parpol salah satunya Partai Demokrat. Namun Partai Demokrat di Trenggalek hanya memiliki 5 kursi sama dengan Partai Gerindra sehingga memaksakan nama harus dari Partai Demokrat tidaklah bijak karena PDIP yang terbesar memiliki 9 kursi.

“Ada dua orang calon yang telpon saya minta ketemu Mas Arifin. Mereka mau ngeloby, tapi tidak pernah ditemui hingga akhirnya muncul berita seolah-olah Mas Arifin bolos kerja,” pungkas sumber yang enggan disebutkan namanya. (ud)

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry