Tampak Sigit Imam Basuki ST, Ketua Umum JCW (Java Corruption Watch) menggunakan kaos hitam dalam sebuah acara. (FT/net)

SIDOARJO | duta.co – Tenang, tapi menghanyutkan! Peribahasa ini lazimnya menggambarkan sikap ‘hebat’ seseorang, tetapi, kali ini mewarnai gerahnya perpolitikan di Kabupaten Sidoarjo yang cenderung ‘memanas’. Bukan cuma ramai di WAG (WhatApp Grup), media online juga ikut meramaikan.

Media nusadaily.com misalnya, mengunggah berita ‘panas’. Judulnya: ‘DILEPAS’ GERINDRA, Kekuatan Politik Bupati Subandi Bisa Kritis. Inilah Penjelasan RM”. “Jadi sebenarnya Pak Bandi (Bupati Sidoarjo Subandi red.)  yang meninggalkan Gerindra, bukan Gerindra meninggalkan dia,” kata Rahmat Muhajirin, Ketua Dewan Penasehat DPC Gerindra Sidoarjo.

Kabar ‘panas’ ini menyusul aksi ‘boikot’ sebagian besar anggota DPRD Sidoarjo pada sidang paripurna LKPj (Laporan Keterangan Pertanggungjawaban) Bupati Sidoarjo Tahun Anggaran 2024. Paripurna ini hanya dihadiri 16 orang di ruang sidang utama dari 50 anggota dewan yang ada. Artinya, 34 anggota DPRD memilih tidak hadir. Tentu ini melahirkan persepsi bahwa kondisi politik Bupati di DPRD Sidoarjo, begitu kritis.

Sigit Imam Basuki ST, Ketua Umum JCW (Java Corruption Watch) kepada duta.co mengaku prihatin dengan kondisi itu. Menurutnya, membangun Sidoarjo tidak bisa mengandalkan diri sendiri. Itu arogan. “Kami melihat ada ketidakharmonisan antara wakil wakyat dengan bupati. Ini harus segera teratasi. Kalau tidak, rakyat jadi korban,” tegasnya.

Menurut Sigit, jangan sampai bupati merasa arogan, lalu menganggap kecil mitra kerjanya di DPRD. “Adalah hak wakil rakyat untuk datang atau tidak dalam paripurna. Apalagi ini masalah LKPj 2024. Kendati begitu, tidak boleh ada lembaga yang merasa lebih hebat,” jelasnya sambil menunjukkan hak-hak anggota DPRD termasuk dalam pemakzulan Bupati.

Wartawan senior di Kabuyoaten Sidoarjo, Hadi Suyitno menulis ‘Surat Terbuka’ (ST) berseri. Judulnya lumayan serem: ‘Bupati Harus Pulihkan Dukungan Politik DPRD’. “Ketidakhadiran sebagian besar anggota dewan bukan tidak ada unsur kesengajaan. Dugaan saya ada motiv politik yang saya tidak tahu arahnya ke mana. Targetnya apa dan tujuannya bagaimana,” tulisnya dalam Surat Terbuka’ ke-2.

Tentu saja, jelasnya, fakta di ruang paripurna menarik jadi perbincangan karena banyak keanehan yang sulit dijamah dengan akal sehat. “Apa itu? Yaitu ketidakhadiran 9 atau semua anggota fraksi Gerindra itu sama artinya dengan boikot. Partai Gerindra adalah pendukung utama Subandi-Mimik Idayana, selain Golkar dan Demokrat. Sulit dinalar dengan akal sehat apabila partai pendukung utama melakukan boikot,” lanjutnya.

Awalnya, tulis Cak Hadi panggilan akrabnya, dirinya curiga apakah ini sebuah lelucon, atau Gerindra sedang bermain drama. “Serius atau tidak sih Gerindra memboikot Bupati yang diusung mati-matin. Sebagai awam sulit menebak pikiran orang politik. Kadang sein kiri tapi beloknya kanan.  Apalagi Wabup Sidoarjo (Mimik Idayana) merupakan Ketua Gerindra Sidoarjo,” tegasnya.

Ia menyarankan Bupati Subandi memulihkan dukungan politiknya terutama dari partai pengusung. Sebab dengan dukungan DPRD yang sangat minim, dikhawatirkan membuat pemerintahan Sidoarjo terombang-ambing.

“Saran saya, Gerindra menjadi prioritas utama untuk ditarik masuk ke dalam barisan pendukung Bupati Subandi. Untuk Golkar dan Demokrat jelas punya DNA sama, loyal kepada Bupati. Yang perlu dilakukan Bupati Subandi dalam waktu singkat yaitu mengkonsolidasikan kekuatan politiknya. Tanpa dukungan politik DPRD, perjalanan Bupati dalam mengambil keputusan politik akan mudah terganggu,” urainya.

Yang menarik, sikap politik Gerindra. Terang-terangan kecewa  dan tampak berbalik arah. Lalu apakah sikap politik Gerindra ini seirama dengan garis kebijakan partai?  Ketua Dewan Penasehat DPC Gerindra Sidoarjo, Rahmat Muhajirin, kepada nusadaily.com, menegaskan secara eksplisit tidak ada kebijakan partai terkait dengan sikap politik Gerindra di DPRD Sidoarjo.

“Kalau bicara soal kebijakan partai, kami tetap konsisten mengawal pemerintahan Sidoarjo agar berjalan dengan baik hingga 2030. Itu sebagai bentuk tanggung jawab kami sebagai partai pengusung demi kemajuan Sidoarjo,” ujarnya, Kamis (8/5/2025).

Namun, lanjut RM, sapaan anggota DPR RI periode 2019-2024, untuk menentukan sikap politik di parlemen terlebih dahuli harus berkonsultasi dengan jajaran pengurus partai. “Kebetulan saya sebagai ketua dewan penasehat partai. Kami pun melakukan kajian dari berbagai aspek, terutama ada atau tidaknya  dampak langsung ke masyarakat,” ujarnya.

Ditambahkan, aksi boikot anggota fraksi Gerindra itu dinilai suatu yang wajar sebagai sikap politik karena merasa kecewa terhadap Bupati Subandi.  Apalagi sidang paripurna LKPj itu merupakan pertanggungjawaban yang lebih melekat ke personal, dan tidak ada kaitannya dengan kepentingan masyarakat.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan sejauh ini pihaknya merasa kecewa dengan sikap politik Bupati Sidoarjo, Subandi. Misalnya, ketika Subandi ditawari Kartu Tanda Anggota (KTA) Partai Gerindra, ternyata dia menolak.  “Jadi, yang terjadi sebenarnya Pak Bandi yang meninggalkan Gerindra, bukan Gerindra meninggalkan dia,” ujarnya.  (loe,net)

Bagaimana reaksi anda?
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry