Febri Diansyah (duta.co/dok)

JAKARTA | duta.co – Skandal besar di balik pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) pada 2011-2012 berkat kicauan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, empat tahun silam, ditindaklanjuti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Berkas penyidikan setebal 24.000 halaman sudah berada di Gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Keterangan lengkap hampir 300 saksi telah tersusun rapi, terangkum dalam sebuah surat dakwaan setebal 120 halaman.

Dua pejabat Kementerian Dalam Negeri, yakni Irman dan Sugiarto, diyakini bukan orang terakhir yang akan duduk di kursi terdakwa.

“Kami tentu tidak hanya bicara soal nama-nama yang ada di dakwaan, tapi lebih kompleks dari itu. Ada nama peran dan posisi masing-masing dalam rentang waktu proyek e-KTP yang kami sidik,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Gedung KPK Jakarta, Senin (6/3/2017).

Informasinya ada 40 nama penerima duit proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut dalam dakwaan dua tersangka, Irman dan Sugiharto. Jaksa akan membacakan seluruh nama yang tersebar dalam 121 lembar dakwaan tersebut, Kamis (9/3/2017)mendatang.

Febri enggan membantah atau membenarkan informasi tersebut. Dia berdalih, KPK hanya bisa mengkonfirmasi mengenai 14 orang yang telah mengembalikan uang proyek yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun tersebut. Menurut dia, total uang yang dikembalikan kepada KPK baru mencapai Rp 30 miliar.

“Ada pihak lain yang diduga menerima,” kata Febri. “Konteks utuhnya akan kami sampaikan mulai dakwaan, 9 Maret nanti,” kata dia.

Proyek pengadaan e-KTP dimenangkan konsorsium Perusahaan Umum Percetakan Negara Republik Indonesia (Perum PNRI). Konsorsium itu terdiri atas Perum PNRI, PT Superintending Company of Indonesia (Sucofindo persero), PT LEN Industri (persero), PT Quadra Solution, dan PT Sandipala Arthaputra. Nilai proyek multiyears pengadaan e-KTP lebih dari Rp 6 triliun.

Pasca dimulainya penyidikan, KPK meminta bantuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghitung dugaan kerugian negara. Hasilnya, audit BPKP menemukan indikasi kerugian negara sebesar lebih dari Rp 2 triliun.

Korupsi dalam bentuk penggelembungan anggaran dan suap diduga mengalir ke sejumlah pihak. Beberapa di antaranya diduga mengalir ke sejumlah pejabat swasta, pejabat di Kementerian Dalam Negeri, dan sejumlah anggota DPR RI. net

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry