Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad ketika berada di Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah, Gombara, Makassar berharap sistem pendidikan pesantren dipertahankan. (FT/FT/TRIBUNTIMUR)

MAKASSAR | duta.co —  Pendidikan kita semakin jauh dari kejujuran. Ini lantaran yang dikejar hanya nilai A dan kekayaan. Hampir semua orangtua, menyekolahkan anak untuk membidik harta kekayaan. Inilah yang membedakan dengan pesantren.

Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad menilai pendidikan di pondok pesantren akan menciptakan generasi antikorupsi di masa depan. Pernyataan ini diungkapkan Samad dalam kunjungannya Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah, Gombara, Makassar, Senin (2/10/2017) kemarin.

“Pendidikan karakter dan akhlak yang telah ditanamkan di pondok pesantren adalah sangat penting dalam membentuk generasi antikorupsi,” ujar Samad.

Menurutnya, pendidikan pondok pesantren telah menggabungkan kecerdasan intelektual dengan kecerdasan spiritual dan tidak hanya mementingkan kecerdasan intelektual. Sedangkan di institusi pendidikan lainnya, kata dia, biasanya abai dengan kecerdasan spiritual sebagaimana praktek pendidikan formal selama ini.

“Akibatnya, generasi yang dilahirkan adalah generasi yang cerdas secara intelektual, tapi lemah secara spiritual dengan akhlaknya rapuh,” ujarnya.

Abraham Samad mengatakan, saat dirinya menjabat di KPK, ada beberapa kasus korupsi yang melibatkan kaum muda di bawah usia 40 tahun dan rata-rata memiliki kecerdasan intelektual. Hal ini terjadi karena mereka kurang dibekali kecerdasan spiritual saat menjalani proses pendidikan formalnya.

Kurikulum pendidikan formal cenderung lebih mementingkan kecerdasan intelektual. “Harus ada revolusi pendidikan yang menekankan pada kecerdasan akhlak, supaya anak-anak kita tidak hanya cerdas menghitung dan membaca, tapi juga harus cerdas secara spiritual, akhlaknya baik, hormat pada guru dan orang tua. Percuma punya nilai baik matematika atau fisika, tapi akhlak, karakternya rapuh,” ucapnya.

Dewan Penasehat Lembaga Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi ini mengungkapkan bahwa koruptor berdasi itu rata-rata kuliahnya tinggi, sarjana, magister, doktor, bahkan ada yang profesor. “Bahkan, jumlahnya ratusan sampai ribuan yang terkena kasus korupsi. Mengapa mereka korupsi? Karena akhlaknya rapuh. Mendapat gelar tinggi di perguruan tinggi tidak menjamin anda tidak korupsi. Akhlak yang baik bisa menjamin itu,” ujarnya seraya memotivasi para santri di pondok pesantren.

Meskipun pendidikan formal cenderung mengajari anak didik untuk pintar, agar cepat dapat kerja dan menjadi kaya, namun mereka tidak diajari bagaimana menjadi pribadi berintegritas.

Akibatnya, dia mengatakan, ketika masuk dunia kerja, mereka rentan tergoda praktek suap, baik sebagai pemberi maupun penerima. Hal ini disebabkan bekal akhlaknya kurang saat menempuh pendidikan.

“Saya memimpikan suatu hari ada anak-anak kita di Pondok Pesantren Gombara ini menjadi generasi pelanjut bagi pemberantasan korupsi di Indonesia, terlepas apapun profesinya,” harap Samad menyakinkan para santri.  (ant)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry