JAKARTA | duta.co – Seolah mengabaikan protes dari sekolah-sekolah di bawah LP Ma’arif, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyatakan sudah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) tentang lima hari sekolah dalam sepekan. Menurut dia, Permen itu terbit pada 9 Juni lalu dan akan berlaku pada Juli nanti. Tepatnya pada tahun ajaran baru.

Kehadiran Peraturan Menteri tersebut merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2017 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2008 tentang Guru. “Itu yang kami pakai dasar untuk lima hari masuk kerja,” kata Muhadjir Effendy di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 12 Juni 2017.

Dia menjelaskan latar belakang sekolah lima hari karena pemerintah ingin menyamakan waktu kerja guru dengan aparat sipil negara lainnya. Sebelumnya, beban kerja guru diukur atas dasar jumlah mengajar, yaitu minimal 24 jam tatap muka.

“Sekarang jumlahnya 37,5 jam per minggu. Dengan istirahat sekitar 40 jam per minggu,” kata dia.

Lebih lanjut, Menteri Muhadjir menilai kebijakan lima hari sekolah tidak akan mengganggu aktivitas siswa di luar sekolah. Menurut dia, ada dua hal berbeda yang tengah dilakukan Kemendikbud, yaitu terkait sekolah lima hari dan program penguatan karakter.

Dalam hal penguatan karakter, Muhadjir menyatakan kebijakan lima hari sekolah jangan diartikan siswa belajar terus menerus selama delapan jam sehari di kelas. Menurut dia, perluasan materi sekolah bisa dilakukan dengan kegiatan ko-kulikuler dan ekstra kulikuler. “Pelaksanaannya tidak harus di sekolah, bisa di luar,” katanya.

Oleh sebab itu, lanjut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, kehadiran lembaga lain seperti madrasah atau pesantren akan melengkapi program penguatan karakter. “Malah akan jadi partner sekolah untuk menguatkan program karakter yang berkaitan dengan religiusitas,” kata dia.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Zainut Tauhid Sa’adi, meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengkaji kebijakan sekolah lima hari karena akan berpengaruh terhadap pendidikan keagamaan seperti pesantren dan madrasah. Kebijakan yang membuat pelajar menempuh pendidikan selama delapan jam per hari ini berpotensi membuat madrasah dan pesantren gulung tikar. *hud, tmp

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry