DIALOG TERBUKA: Grand Syekh Al-Azhar Ahmad Muhammad Ahmad Ath-Thayyeb dan Ketum PBNU KH Said Aqil Siradj. (duta/huda sabily)

JAKARTA | duta.co – Grand Syekh Al-Azhar Ahmad Muhammad Ahmad Ath-Thayyeb berdialog dengan Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj di Gedung PBNU, Jakarta, Rabu (2/5). Dialog terbuka untuk umum tersebut berlangsung selepas maghrib, mundur dari jadwal sebelumnya, selepas Asar. Apa yang dibahas?

Imam Besar Al Azhar Prof Dr Ahmad Muhammad ath-Thayeb tiba di Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)  Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat, pukul 18.00 WIB, disambut Ketum PBNU KH Said Aqil. Kiai Said berharap kedatangan Ath-Thayeb di Indonesia bisa untuk bertukar pikiran mengenai masalah dunia muslim. Menurut dia, Ath-Thayeb mempunyai peran penting di Timur Tengah.

“Ini kali pertama Syekh berkunjung ke PBNU. PBNU berharap posisi beliau sangat penting di Timur Tengah, setidaknya di Mesir, bermanfaat untuk mendiseminasi pemikiran-pemikiran Islam Wasatiyyah ala Nusantara sebagai inspirasi gagasan bagi peradaban yang lebih damai,” ujar Kiai Said.

Sebelumnya, Ath-Thayeb bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Ath-Thayeb juga menjadi salah satu pembicara dalam acara KTT Wasatiyyah di Istana Bogor, Selasa (1/5) lalu.

Sementara dialog dengan Ath-Thayeb dimulai dengan pemaparan Kiai Said dalam bahasa Arab yang memperkenalkan sejarah NU yang didirikan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari. Disebutkan, salah seorang ulama dari Mesir, Syekh Ghonaim Al-Mishri menjadi salah seorang pengurus awal di NU.

NU, lanjut Kiai Said, adalah organisasi Islam yang berhaluan Ahlussunah wal Jamaah (Aswaja) yang berpegang pada salah satu dari empat mazhab, yakni Syafi’i. Sementara dalam teologi berpedoman pada Syekh Junaid Al-Baghdadi dan Al-Maturidi, sedangkan dalam tasawuf kepada Imam Al Ghazali.

Kiai Said memaparkan, NU memiliki puluhan juta anggota, memiliki badan otonom pemuda, pemudi, dan ibu-ibu, pelajar, organisasi tarekat, qiroaah, dan lain-lain.

Hadir pada kesempatan itu,Wakil Rais Aam PBNU KH Miftahul Akhyar, KH Quraish Syihab, Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, dan pengurus serta warga NU.

 

Mengafirkan hingga HTI

Ath-Thayeb mengingatkan agar umat Islam Indonesia jangan sampai terpecah belah dengan umat Islam seperti di kawasan Arab. Saat ini, kata Syekh Ahmad, yang terpenting ialah umat Islam tidak boleh terpengaruh. Termasuk terperosok dengan adu domba di tengah perkembangan Media Sosial.

“Jadi, meskipun mazhab kita berbeda, kita harus mencari persamaan. Bukan perbedaan,” terang Syeikh Ahmad seperti diterjemahkan Kiai Said.

Dia juga mengingatkan umat Islam, agar tidak sembarangan mengafirkan orang lain. Terlebih lagi hanya karena perbedaan dalam beribadah. Sebab, jelasnya, orang-orang yang kerap mengafirkan orang, sesungguhnya dialah yang salah. “Tidak boleh mengafirkan orang yang salatnya tidak seperti kita. Kiblatnya tidak seperti kita,” terangnya.

Menurut dia, orang-orang fanatik sesungguhnya didominasi oleh orang-orang yang awam akan ajaran Islam. Untuk itu ia mengajak seluruh umat Islam dunia, baik itu Syiah ataupun golongan umat Islam lainnya, agar bersatu. “Mari bersatu, baik itu Mazhab Syiah dan lainnya. Tidak boleh fanatik,” ajaknya.

Ath-Thayyeb juga menjawab fenomena khilafah versi Hizbut Tahrir Indonesia yang tengah marak di Indonesia. Sekaligus juga mengajak umat Islam di Indonesia agar tidak terpecah karena isu itu.

Menurut dia, sebagai solusi, umat muslim di Indonesia harus diberikan pilihan –apakah menerima khilafah sebagai jalan politiknya atau justru sebaliknya. “Sekarang, umat Islam terima khilafah atau enggak? Kita ambil yang mayoritas,” terang Syeikh Ahmad yang dalam penjelasannya itu diterjemahkan oleh Kiai Said.

Kiai Said melanjutkan, seperti data dan fakta yang telah hadir dari hasil survei, umat Islam di Indonesia menolak Khilafah versi HTI sebagai politik praktis. “Dan saya bilang, masyarakat Indonesia menolak khilafah,” tegas Kiai Said.

Syeikh Ahmad lalu menceritakan, dirinya juga lahir dan dibesarkan dengan mazhab Islam moderat. Ia lahir di wilayah pariwisata di Mesir. Sehingga terbiasa dengan wisatawan asing, khususnya dari Eropa.

Sehingga, ia melanjutkan, di tanah kelahirannya itu juga sangat menjunjung tinggi toleransi. Termasuk dalam hal beribadah. Oleh karena itu ia mengimbau umat Islam Indonesia agar tidak terpecah karena perbedaan. Termasuk dengan isu khilafah versi HTI.

 

Kiai Sepuh Santri Al-Azhar

Universitas Al-Azhar merupakan salah satu universitas Islam tua di dunia. Kampus yang berada di Kairo, Mesir, ini didirikan pada Oktober 975 M. Kampus ini sejak awal didirikan menjadi pusat tujuan belajar dari seluruh negara-negara Islam, termasuk Indonesia.

Kampus ini memiliki hubungan erat dengan umat Islam Indonesia karena dari tahun ke tahun selalu ada mahasiswa yang belajar di sana. Tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama seperti KH Abdurrahman, KH Mustofa Bisri (Gus Mus), KH Sanusi Baco merupakan jebolan kampus itu. Pun ahli tafsir Indonesia seperti KH Quraish Shihab.

Jauh sebelumnya, sekitar 1850 santri Indonesia sudah ada yang ‘nyantri’ di sana. Menurut buku “Bunga Rampai dari Tremas, Dari Catatan Sejarah, Kisah Penuh Hikmah hingga Anekdot dan Cerita Khas Pesantren yang Tak Terlupakan”, KH Abdul Manan merupakan angkatan pertama ke Al-Azhar.

KH Abdul Manan adalah pendiri Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, Jawa Timur, yaitu KH Abdul Manan. Sebelumnya ia pernah nyantri di Tegalsari, Ponorogo seangkatan dengan Ranggawarsita, pujangga Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Semasa KH Abdul Manan nyantri di sana, Raktor Al-Azhar saat itu adalah Grand Syekh Ibrahim Al-Bajuri, pengarang kitab Umum Barahin.  Selama ‘nyantri’, KH Abdul Manan tingga di Ruwak Jawi, semacam asrama bagi mahasiswa dari Nusantara atau Asia Tenggara. hud, dit, nuo, inw

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry