KH Ma'ruf Amin (ist)

JAKARTA | duta.co – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dr KH Ma’ruf Amin Rais mengatakan, sejauh ini sertifikasi halal yang dikeluarkan MUI telah menjadi acuan dunia. Standar halal MUI sekarang menjadi standar halal global. Lebih dari 50 negara menggunakan standar halal MUI.

Sertifikasi halal seharusnya sudah mulai diberikan kepada kalangan dunia usaha dan industri oleh Badan Penyelenggara Produk Jaminan Halal (BPH JPH) sesuai Undang-Undang (UU) JPH dan turunan UU yang lainnya. Hal itu dikatakan Ketua Umum MUI KH Ma’ruf Amin.

“Dulu hanya MUI yang mengatur sepenuhnya, pembuatan sertifikat menjadi wajib dan pemerintah ikut melakukan penguatan hal ini, untuk mengawasi produk-produk yang tidak jelas,” ujar Kiai Ma’ruf usai menjadi Keynote Speaker Seminar ‘Mandatory Sertifikasi Halal oleh BPH JPH’ di Hotel Green Alia, Cikini, Jakarta, Senin (16/4).

“Sekarang ini UU sudah ada, tapi belum dipakai karena PP belum terbit. Tapi MUI terus melakukan pengawasan. Dulu hanya MUI yang mengatur sepenuhnya pembuatan sertifikasi menjadi wajib. Sekarang pemerintah ikut melakukan penguatan hal ini untuk pengawasan produk yang tidak jelas,” ungkapnya.

Kiai Ma’ruf menegaskan, prinsip dalam pemberian atau labeling sertifikasi halal terhadap produk tertentu hanya ada dua, yakni halal dan haram. Menurutnya, meski ada badan yang dibentuk pemerintah untuk mengurusi hal ini, namun yang menentukan haram atau halal berada di MUI.

“Badan itu hanya menerima pendaftaran dan diproses oleh lembaga pemeriksa kemudian diserahkan ke MUI untuk difatwa dan diserahkan untuk dikeluarkan sertifikat. Oleh karena itu, peran MUI sangat besar,” ungkapnya.

Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini menambahkan, sejauh ini sertifikasi halal yang dikeluarkan MUI telah menjadi acuan dunia. Sertifikasi halal MUI telah diadopsi lembaga-lembaga dunia dalam memberikan rekomendasi dan pengakuan kepada kalangan dunia usaha dan industri.

“Standar halal MUI sekarang menjadi standar halal global. Lebih dari 50 negara menggunakan standar halal MUI. Mereka ternyata sangat memerlukan pengakuan MUI Indonesia. Karena pengakuan MUI Indonesia memiliki dampak luas, jadi produk mereka diakui di dunia,” papar Kiai Ma’ruf.

Namun Kiai Ma’ruf menambahkan, Indonesia jangan hanya jadi pasar, tapi menguasai dunia dengan ekspor-ekspor produk halal kita.

Sebagai informasi, ada 42 Lembaga Sertifikasi Halal yang disetujui LPPOM MUI dari 25 negara di Amerika, Eropa, Australia, Selandia Baru, Asia. Dan berisi 32 badan yang disetujui untuk kategori pemotongan sapi, 38 badan disetujui untuk kategori bahan baku, 17 badan disetujui untuk kategori rasa.

 

Jamin Biayanya Murah

MUI juga menjamin proses sertifikasi halal berbiaya murah. Langkah ini untuk melindungi konsumen, terutama umat muslim, dari semua produk. Kiai Ma’aruf mengatakan, biaya murah tersebut karena pemerintah turut membantu mengeluarkan anggaran. Sebab, selama ini sertifikasi jaminan produk halal hanya dilakukan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM MUI).”Semula diserahkan ke MUI. Yang tadinya tidak ada UU, dibuat UU. Yang awalnya sukarela, sekarang ada mandatory-nya supaya jelas produknya. Di sini pemerintah ikut, meski PP belum terbit. Maka, kerja sama MUI dan pemerintah membuat biaya sertifikasi akan sangat murah sekali,” ujarnya.

Selain berbiaya murah, lanjutnya, proses sertifikasi halal tergolong mudah. Bagi perusahaan yang berminat menyertifikasi produknya, cukup datang ke LPPOM MUI dan mengisi formulir.

Lalu, pihak LPPOM dan perusahaan menentukan bersama jadwal pemeriksaan oleh LPPOM ke pabrik perusahaan itu. Selanjutnya, produk pabrik dibawa ke laboratorium MUI untuk diperiksa. “Hasilnya pemeriksaan dilaporkan ke Komisi Fatwa MUI. Kalau produknya memenuhi standar halal dalam, dua pekan sertifikasi sudah keluar,” ungkapnya.

Proses sertifikasi yang murah dan mudah membuat pihak MUI mendesak pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Standar Jaminan Produk Halal (JPH) karena Wajib Sertifikasi Halal (mandatory-nya) berlaku 2019.

Berdasarkan data MUI, biaya sertifikasi halal berdasarkan besar kecilnya industri dan variasi biaya untuk industri kecil menengah dan perusahaan besar, mulai Rp 0 hingga Rp 5 juta.

 

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dr KH Ma’ruf Amin Rais mengatakan, sejauh ini sertifikasi halal yang dikeluarkan MUI telah menjadi acuan dunia. Standar halal MUI sekarang menjadi standar halal global. Lebih dari 50 negara menggunakan standar halal MUI. (panjimas.com)
BPH JPH Belum Maksimal

Adapun narasumber yang dihadirkan pada seminar ‘Mandatory Sertifikasi Halal oleh BPH JPH’ tersebut antara lain: Kepala BPJPH Prof Ir Sukoso MSc PhD, Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch H Iksan Abdullah SHMH, Direktur LPPOM MUI Dr Lukmanul Hakim MSi, dan Kepala BPOM Dr Ir Penny K Lukito MCP.

Memasuki empat tahun UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, Mandatory Sertifikasi Halal wajib dijalankan demi menyelamatkan Dunia Usaha & Industri guna menyelamatkan ketersediaan Produk Halal di Masyarakat.

Sejak 17 Oktober 2014 UU JPH diundangkan sampai saat ini belum dirasakan kehadirannya bagi masyarakat, serta belum memiliki pengaruh yang signifikan terhadap dunia usaha dan percepatan industri halal di Tanah Air.

“Kita tertinggal dari Malaysia, Singapura bahkan Thailand. Kondisi seperti ini menunjukan kurang seriusnya perhatian Pemerintah terhadap industri halal, dan ketersediaan produk halal, sesuai harapan masyarakat. Pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama terlihat gamang untuk melaksanakan Sistem Jaminan Halal sesuai perintah Undang-Undang,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch H Iksan Abdullah SH MH dikutip dari panjimas.com.

Peraturan Pemerintah (PP) Jaminan Produk Halal sebagai peraturan pelaksana undang-undang yang tidak kunjung terbit berkontribusi menjadikan tidak berfungsinya Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

Sampai saat ini belum lahir satu pun Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang mendapatkan akreditasi dari BPJPH dan MUI, karena syarat terbentuknya LPH harus terlebih dahulu memiliki auditor halal yang telah disertifikasi oleh MUI. Dan 1700an Auditor Halal yang ada saat ini adalah yang dimiliki LPPOM MUI yang dihasilkan selama 29 tahun.

BPJPH dan MUI hingga kini belum rampung merumuskan standar akreditasi bagi LPH dan Sertifikasi bagi Auditor halal pasca diundangkannya UUJPH. Keadaan ini teramat serius guna menjawab apakah Mandatori Sertifikasi Halal dapat dijalankan sesuai amanat UU JPH?

Jangan Timbulkan Keraguan

Kondisi ini diharapkan tidak menimbulkan keraguan dan kegamangan apalagi kegalauan bagi dunia usaha dan Industri serta UKM yang akan mengajukan permohonan dan perpanjangan sertifikasi halal. Serta tidak perlu juga harus menunggu karena UU JPH telah cukup memberikan instrumen untuk mengantisipasi keadaan demikian, yakni melalui skema yang telah disiapkan pembuat Undang-Undang, yakni menunjuk Pasal 59 dan 60 UU JPH.

Guna menjawab berbagai pertanyaan di Masyarakat. Permohonan dan perpanjangan sertifikasi halal saat ini diajukan kepada LPPOM MUI ataukah ke BPJPH? Sementara kewajiban (mandatory) sertifikasi semakin dekat, yakni 17 Oktober tahun 2019.

Maka perlu diberikan jawaban berupa kepastian. Agar tidak menimbulkan keadaan yang tidak pasti bagi Dunia Usaha dan Industri. Tarik menarik kepentingan antara kementerian terkait dalam pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) menyebabkan terhambatnya penerbitan Peraturan Pemerintah “karena memang harus sinkron dan harmony “.

“Macetnya Pembahasan PP tidak perlu dihawatirkan berlebihan akan menimbulkan persoalan baru dalam pelaksanaan UU Nomor 33 Tahun 2014 dan berimplikasi pada penerapan sistem jaminan halal di Indonesia, karena UU JPH telah memiliki exit close untuk mengantisipasi keadaan ini,” kata Iksan.

Hanya tetap diperlukan sikap yang jelas dari pemerintah agar tidak menimbulkan keraguan bagi dunia usaha dan industri, apakah mandatory sertifikasi halal dapat dijalankan melalui BPJPH pada saat ini atau sementara tetap dilakukan ole LPPOM MUI. Ini diperlukan kejelasan dan kejujuran dari pemerintah. hud, net

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry