BERJUANG: Unjuk rasa guru honorer (ilustrasi)

JAKARTA | duta.co – Dari sekitar 988 ribu guru honorer, ada 250.000 yang memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Hal itu diungkapkan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud Hamid Muhammad.

“Jadi yang memenuhi syarat sebanyak 250.000-an. Guru yang berumur 33 tahun dan lulusan sarjana,” kata Hamid Muhammad di kompleks Kemendikbud, Jakarta Pusat, Senin (20/11).

Hamid menjelaskan, batas usianya hanya 33 tahun karena diperlukan waktu sekitar dua tahun untuk pelatihan guru. Sedangkan pengangkatan CPNS maksimal 35 tahun.

Selain itu, kata Hamid, distribusi guru juga tidak merata. Sebab, masih banyak guru yang terpusat di perkotaan, sehingga perlu dilakukan redistribusi guru.

“Jumlah 250.000 itu, maksimal bisa kita ajukan. Tapi Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (Menpan) belum memberikan lampu hijau. Makanya kami mengajukan guru dengan pegawai dengan perjanjian kerja (P3K) untuk mengatasi kekurangan guru di daerah pedesaan,” ungkapnya.

Hamid mengatakan, proses penambahan guru juga terkendala moratorium atau penundaan membuka pendaftaran PNS. Sebab, jumlah guru PNS yang ada hingga saat ini mencapai 1,4 juta guru, jumlah itupun di luar guru agama.

Maksimalkan Rombongan Belajar

Kemendikbud, lanjut dia, juga berupaya memaksimalkan Rombongan Belajar (Rombel) mulai Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Menurut dia, kelebihan guru yang muncul dari Rombel akan disalurkan untuk mengatasi kekurangan guru.

“Sebelumnya untuk SD 20 sampai 28 murid, maka yang selanjutnya siswa 1 SD minimal 120 siswa. Sedangkan SMP 32 siswa. Ini akan kami terapkan Januari 2018 nanti,” terang dia.

Ia juga menegaskan, mulai Januari 2018, pihaknya akan menghapus tunjangan profesi guru (TPG) apabila dalam satu sekolah kelebihan jumlah guru. Tunjangan guru tidak akan dibayar jika di sekolah itu ada kelebihan guru yang mengajar mata pelajaran di sekolah.

“Misalnya di sekolah itu kebutuhan guru matematikanya dua, tapi yang ada empat orang guru, maka kami tidak akan membayar tunjangannya,” kata Hamid.

Terkait masih banyaknya jumlah sekolah rusak, Hamid mengaku kewalahan untuk menanggulangi kerusakan. Sebab, anggaran yang tersedia sangat minim. Karena itu, Hamid meminta Kepala Dinas Pendidikan pun turut mengoptimalkan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk memperbaiki sekolah rusak.

“Saya pusing dengan permasalahan sekolah rusak. Jadi tolong kepala daerah juga optimalkan DAK yang diterima, karena sampai sekarang daya serapnya baru 30 persen,” kata dia. hud, net

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry