SURABAYA | duta.co – Menarik! Sebanyak 42 mahasiswa dari berbagai kampus di Indonesia mengikuti Modul Nusantara UNUSA (Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya). Sabtu (16/9/23), mereka yang tergabung dalam Pertemuan Mahasiswa Merdeka 3, berkunjung ke Museum NU, melihat derap langkah para ulama terdahulu muassis (pendiri) NU dalam mengisi peradaban.

“Kebetulan tema kita kali ini adalah ‘Menyiapkan Generasi Pewaris Peradaban dalam Bingkai Pelangi Nusantara’,” demikian Akhwani dari UNUSA yang mengawal puluhan mahasiswa ini kepada duta.co, Sabtu (16/9/23).

Petugas yang mendampingi mereka selain Lilik adalah Pembina Museum NU, Mokhammad Kaiyis, yang notabene  Pemred Duta Masyarakat dan duta.co. Ia kemudian mengajak mahasiswa menyusuri pergerakan para ulama terdahulu.

“Anda bisa saksikan jejak warga NU terdahulu. Betapa besar ghirah mereka untuk menghidupi organisasi (NU). Setiap ada kelebihan rizki mereka tasyarufkan ke NU. Ada semacam iuran bulanan (Ianah syahriyah),” demikian Anggota Dewan Kehormatan PWI Jatim ini, sambil menunjukkan satu persatu dokumen tersebut.

Geser sedikit, jelasnya, Anda bisa melihat bagaimana muassis NU (dulu) sudah berkiprah di tingkat global. “Indonesia belum merdeka. Tetapi para kiai sudah bergerak ke Makkah dengan nama Komite Hijaz. Mereka datang untuk memprotes rencana Raja Arab Saudi yang ingin menghancurkan makam nabi, dan tempat-tempat bersejarah, karena dianggap pusat musyrik,” tambahnya.

Hasilnya? “Anda bisa baca surat balasan Raja Saud yang menerima usulan Komite Hijaz. Tidak ada lagi pembongkaran makam Rasulullah SAW, sehingga sampai sekarang masih bisa kita ziarahi. Terlebih, Raja Saud siap menerima fikh empat madzab. Artinya boleh mengikuti pendapat Imam Empat (Syafi’i, Hanafi, Hanbali dan Maliki). Ini sungguh luar biasa,” terangnya.

Para mahasiswa dari Kalimantan, Sulawesi, Lombok, Bali dan berbagai daerah lain itu, juga mengagumi gerakan perempuan Muslimat NU saat itu. “Zaman segitu mereka sudah main senjata untuk mengusir penjajah. Luar biasa. Sekarang perang tidak pakai bedil, tetapi Medsos,” demikian para mahasiswa.

Islam yang rahmatan lilalamin, jelas salah seorang mahasiswa, benar-benar harus membumi. Inilah peradaban yang membingkai nusantara. “Luar biasa NU. Saya setuju NU tidak berpoltiik praktis. Dengan begitu, visi-misi NU akan mengayomi semua pihak,” jelasnya sambil melihat dokumen khittah 1926 yang dirumuskan oleh almaghfurlah KH Achmad Siddiq, Jember. (mky)