Foto narasi.tv

SURABAYA | duta.co – Menarik! Mencermati dialog Presiden Prabowo Subianto dengan tujuh jurnalis senior di kediaman pribadinya di Hambalang, Bogor, Minggu, 6 April 2025, sungguh menarik. Minimal, kita bisa (sedikit) membaca arah kebijakan pemerintah ke depan.

Dua kali (2X) Prabowo menepis moderator dari News Anchor TVRI, Valerina Daniel yang, ingin menyudahi pertanyaan Najwa Shihab, Founder Narasi perihal Rancangan Undang-Undang Kepolisian (RUU Polri). Sikap Prabowo itu terekam dari Narasi Newsroom berdurasi 8:40 menit. “Ndak papa, ndak papa, saya bisa (jelaskan),” demikian kalimat Prabowo dalam menit ke-5:49 terlihat duta.co, Kamis (10/4/25).

Seperti biasa, ‘pertanyaan nakal’ Najwa selalu lepas, tanpa beban. Termasuk soal Rancangan Undang-Undang Kepolisian (RUU Polri) di mana publik draft yang beredar di publik begitu liar. Najwa tampak ingin menumpahkan bebas itu pada pemerintah. “Karena naskah aslinya tidak beredar,” katanya.

Tetapi, bukan Prabowo kalau tidak cepat merespons. Ketua umum Partai Gerindra itu langsung menyebut, bahwa, rakyat memiliki wakil di DPR RI. Mestinya mereka bertanya kepada yang mewakili di Senayan, dan tidak larut dalam draft yang debatable. Prabowo pun tersenyum ketika Najwa bicara soal draft RUU Polri versi pemerintah.

“Anda kan punya wakil rakyat. Kan ada sekian rastusan wakil rakyat. Tidak semua di pemerintahan. Kalau tidak puas kita bikin transparan. Jangan ngarang, ngaku bahwa ini draft. Kita aja, saya sendiri sebagai presiden belum bikin surat ke DPR kok,” demikian penjelasan Prabowo.

Jadi? Benar, menata Indonesia, tidak cukup hanya dengan seorang Presiden RI. Peran DPR RI begitu penting. “Sayangnya, selama ini tidak nyambung. Yang terjadi, RUU Polri maupun RUU TNI mengalami degradasi di masyarakat. Belum lagi peran Medos yang sering menjadi ‘kayu bakar’ publik,” begitu komentar warganet.

Di website narasi.tv, Najwa, memang, menyuguhkan hasil wawancara tersebut. Najwa memilih tajuk “Prabowo Menjawab Najwa Shihab Soal Revisi UU Polri: Kalau Sudah Diberi Wewenang Cukup Kenapa Mesti Ditambah?”.

Presiden Prabowo menegaskan bahwa penambahan kewenangan Polri bukanlah hal yang otomatis perlu dilakukan, apabila kewenangan yang sudah dimiliki aparat kepolisian saat ini sudah cukup untuk menjalankan tugasnya.

Itulah pilihan Najwa dari apa yang disampaikan Prabowo dalam pertemuan dengan tujuh jurnalis senior di kediaman pribadinya di Hambalang, Bogor. Diskusinya berlangsung hampir empat jam. Yang dibahas berbagai isu strategis, termasuk sejumlah rancangan undang-undang yang kini menjadi perhatian publik. Salah satu topik yang mengemuka adalah Rancangan Undang-Undang Kepolisian (RUU Polri), yang ditengarai akan memperluas kewenangan aparat kepolisian di tengah minimnya pengawasan.

Kepada Prabowo, Najwa menyoroti draf RUU Polri yang menyebutkan adanya penambahan kewenangan bagi institusi kepolisian, di tengah catatan pelanggaran oleh aparat yang belum direspon dengan reformasi pengawasan.

“Saya spesifik mau bertanya soal RUU Polri, karena di situ tampak bahwa kewenangan kepolisian akan ditambah, padahal isu krusialnya adalah pengawasan yang minim dilihat dari berbagai abuse of power, mulai dari kasus pelecehan seksual perwira, korupsi, hingga aksi kekerasan yang dilakukan aparat. Apakah Bapak setuju polisi perlu diperluas kewenangannya atau justru harus ditambah pengawasan dan wewenang diperkecil?” tanya Najwa.

Menjawab pertanyaan itu, Presiden Prabowo menyatakan bahwa dirinya akan mempelajari secara mendalam draf yang beredar, namun ia menekankan pentingnya keseimbangan dan kecukupan dalam pemberian kewenangan.

“Ya sudah lihat draftnya beredar, saya akan pelajari draft itu. Tapi, pada prinsipnya, polisi harus diberi wewenang yang cukup untuk melakukan tugasnya. Kalau dia sudah diberi wewenang yang cukup, ya kenapa harus ditambah?” kata Prabowo.

Founder Narasi, Najwa Shihab, menyuarakan kekhawatiran publik terhadap proses legislasi yang dinilai makin jauh dari rakyat. Ia menyebut bahwa sejumlah RUU penting, seperti RUU Polri, RUU Kejaksaan, dan RUU Penyiaran menunjukkan pola serupa: menguatkan negara, tetapi mengecilkan ruang gerak warga sipil.

“Bapak Presiden, ada kekhawatiran dari masyarakat sipil. Proses pembentukan undang-undang kita makin jauh dari rakyat. Tidak ada partisipasi publik yang bermakna,” ujar Najwa.

Ia menambahkan, “…tampak ada pola yang mirip: wewenang aparat negara diperbesar, warga negara diperkecil perannya.”

Prabowo juga menanggapi soal minimnya transparansi dalam proses legislasi, termasuk dalam pembahasan revisi UU TNI. Ia mengatakan bahwa sistem yang ada saat ini memungkinkan semua partai politik terlibat, termasuk yang berada di luar pemerintahan.

“Kita punya sistem politik bahwa semua undang-undang itu kan dibahas oleh semua partai politik yang dipilih oleh rakyat. Tapi terima kasih, masukan itu akan saya kasih perhatian khusus. Sekarang mungkin alinea demi alinea akan saya pelajari,” ujarnya.

Najwa kembali menekankan bahwa permasalahan utama adalah tidak terbukanya proses penyusunan dan pembahasan RUU kepada publik. “Prosesnya tidak transparan, draft yang kerap kali tidak terbuka. Kemudian juga pertemuan-pertemuan bukan di lembaga DPR, tetapi di luar ruangan parlemen,” kata Najwa.

Prabowo membalas dengan mengatakan bahwa mekanisme tersebut sudah berjalan lama dan memang sering kali berlangsung secara maraton. “Maaf ya, tapi ini kan sudah berjalan belasan tahun. Anda paham kan, kadang-kadang orang itu istilahnya menyelesaikan suatu masalah itu ada istilah konsinyir, mereka kerja berapa hari tanpa berhenti loh,” ucap Prabowo.

Najwa pun menegaskan kembali bahwa rakyat tidak mendapatkan akses terhadap informasi resmi. Prabowo mengakui bahwa mekanisme transparansi masih bisa diperbaiki, namun ia menilai beredarnya draf-draf tidak resmi justru dapat menimbulkan kebingungan.

“Oke, mekanisme itu bisa kita perbaiki. Tapi kan ada beredar naskah-naskah karangan. Saya sendiri sebagai Presiden belum bikin surat ke DPR,” tegasnya.

Ketika Najwa menyebut bahwa 80 persen parlemen adalah bagian dari koalisi pemerintah, Prabowo menjawab, “Iya 80 persen oke, tapi kan kalau mereka tidak setuju bagaimana? Jadi dalam arti, mari kita koreksi itu. Kalau tidak puas dengan transparansi, kita bikin transparan.”

Dalam foto yang dibagikan Prabowo, jurnalis yang hadir yaitu pemimpin redaksi (Pemred) detikcom Alfito Deannova Gintings, Pemred tvOne Lalu Mara Satriawangsa, Pemred IDN Times Uni Lubis, dan Founder Narasi Najwa Shihab. Ada pula Pemred Harian Kompas Sutta Dharmasaputra, Pemred SCTV-Indosiar Retno Pinasti, dan News Anchor TVRI Valerina Daniel sebagai moderator. (mky,narasi.tv)

Bagaimana reaksi anda?
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry