Tasya Kamila, Duta Lingkungan dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang diundang Djarum Foundation untuk menghadiri Talkshow bertema “Pengaruh Sampah Terhadap Perubahan Iklim dan Dampaknya Terhadap Bumi” di Alun-alun Sidoarjo beberapa waktu lalu. DUTA/istimewa

SIDOARJO | duta.co –  Sampah menjadi topik utama masalah lingkungan di Indonesia. Berdasarkan data Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, proyeksi timbunan sampah rumah tangga dan sampah sejenisnya terus meningkat dari tahun ke tahun.

Jumlah sampah telah mencapai 65,8 juta ton pada 2017. Proyeksi jumlah sampah tahun ini meningkat menjadi 66,5 juta ton dan diperkirakan akan terus meningkat menjadi 67,8 juta ton pada 2020 dan 70,8 ton pada 2025.

“Manusia punya kontribusi sangat besar dalam menghasilkan sampah dan emisi gas rumah kaca (GRK),” ungkap Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur – Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Dr. Nandang Prihadi dalam sebuah talk show yang digelar Djarum Foundation beberapa waktu lalu.

Nandang juga menggaris bawahi pentingnya memilah sampah rumah tangga yakni sampah organik dan sampah anorganik. Memilah sampah rumah tangga adalah salah satu cara yang dapat ditempuh untuk membantu bumi menjadi lebih asri.

“Di mana 75 persen sampah yang dihasilkan manusia adalah sampah organik atau sisa makanan. Sampah yang mengalami pelapukan (dekomposisi) dapat diolah menjadi pupuk sedangkan sampah anorganik dapat didaur ulang,” paparnya.

Untuk itu gerakan sadar lingkungan dengan mendaur ulang sampah sangat disarankan guna mengurangi laju proyeksi timbunan sampah yang terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini diamini oleh Tasya Kamila, selebritis yang didaulat menjadi Duta Lingkungan dari KLHK RI.

Dalam keseharian, Tasya memerhatikan pemilahan sampah rumah tangganya. Di sela kegiatannya yang padat, Tasya memiliki tabung komposter pribadi atau alat yang digunakan untuk membuat pupuk dari sampah sisa makanan.

“Salah satu komitmen aku terhadap lingkungan adalah perhatian terhadap sampah. Aku sudah mulai mengolah sampah menjadi pupuk kompos. Di rumah aku nabung sampah. Aku pisahkan sampah basah yang bisa terurai alami seperti sisa makanan, kulit buah, dan daun-daunan. Setelah dimasukkan ke tabung komposter, disemprot dengan bioaktivator (pengurai) lalu tunggu 3-5 hari. Pupuk cair sudah bisa dipakai,” terang pelantun “Libur Telah Tiba” itu.

Selain itu, Tasya mengimbau generasi milenial untuk lebih siap sadar lingkungan. Perempuan 26 tahun tersebut mengingatkan bahaya penggunaan kantong plastik yang butuh waktu lama untuk terurai. Tasya sangat prihatin dengan banyaknya sampah plastik yang dibuang di laut, sungai, dan ekosistem lain sehingga dapat menyebabkan binatang mati atau punah.

“Ibaratnya mungkin cuma satu bungkus permen saja yang kita buang sembarangan. Seandainya ada satu juta orang melakukan hal yang sama, timbunan sampah jadi banyak sekali. Itu baru satu plastik kecil, bagaimana dengan sampah yang lain. Sudah saatnya kita kurangi plastik. Mulailah membawa botol minum dan tas belanja dari rumah dan juga gunakan produk daur ulang lainnya. Pokoknya kita harus memaksimalkan Reduce, Reuse dan Recycle,” ucapnya.

Tak hanya Tasya, sikap sadar lingkungan juga ditunjukkan oleh Social Entrepreneur terpilih pada Young Leaders Summit on Ethical Leadership dari Asia Europe Foundation, Vania Santoso.

Perempuan asal Surabaya, Jawa Timur ini sejak muda sudah menjadi aktivis gerakan penghijauan dengan membuat produk eco-fashion yang dipasarkan di dalam dan luar negeri. Bahan utama yang digunakan adalah sak semen, plastik yang dikombinasikan dengan tenun atau batik sebagai variasi.

Melalui talkshow ini, diharapkan generasi muda lebih bijak dan peduli terhadap pelestarian lingkungan hidup. Wujud mencintai lingkungan bisa dimulai dari lingkup yang paling kecil seperti menghemat pemakaian air dan listrik. end