Dr Yon Machmudi, pengamat politik Islam dari Universitas Indonesia (UI). (FT/DOK)

JAKARTA | duta.co – Dr Yon Machmudi, pengamat politik Islam dari Universitas Indonesia (UI), menilai bahwa, peta kekuatan Pilkada DKI putaran kedua, sesungguhnya sudah bisa diprediksi. Ini jika partai berbasis Islam, seperti PPP dan PKB masih memegang teguh idealismenya.

“Ada perebutan suara yang sengit untuk mengambil alih pendukung paslon nomor urut satu (Agus-Silvy). Dan di sini,  suara nahdliyin yang tadinya berada di Agus-Silvy, menjadi penentu,” demikian disampaikan Dr Yon Machmudi, pengamat politik Islam kepada duta.co, Minggu (19/02/2017).

Tetapi, lanjut Yon, tentang siapa yang bisa mengambil alih suara Agus-Silvy, sesungguhnya mudah ditebak. “Ini karena kecenderungan konstituen berbasis nahdliyin bersifat patron client. Di DKI Jakarta suara nahdliyin dalam politik diwadahi PKB dan PPP.  Kedua partai inilah yang, memang dekat dengan para ulama,” tegasnya.

Sementara, pilihan ulama sudah jelas. Di antara dua Paslon (Ahok-Djarot dan Anies-Sandi) yang paling dekat dengan ulama adalah pasangan Anies-Sandi, pasangan nomor urut tiga.

“Oleh karena itu, elit kedua partai ini harus menentukan pilihan yang sesuai dengan konstituen mereka. Jika mereka gagal menangkap aspirasi konstituen, maka, dapat dipastikan akan menggerus suara mereka di pemilu yang akan datang,” tambahnya.

Masih menurut Yon Machmudi, sikap Ahok dan pengacara yang menyudutkan, bahkan melecehkan KH Ma’ruf Amin, menjadi ‘catatan tebal’ nahdliyin. Dari sini, ‘darah’ idealisme PKB maupun PPP pasti ikut ‘mendidih’.

“Idealnya PKB dan PPP tidak akan merapat ke Cagub yang tidak memuliakan ulama bahkan telah merendahkannya. Sikap Ahok yang sangat tidak patut kepada Kiai Ma’ruf Amin (Rais Am PBNU) akan menjadi catatan yang sulit dilupakan,” ujarnya.

Jadi? “Jika kedua partai itu memang komitmen menjaga marwah ulama, maka, mereka harus segera menentukan pilihan dengan mendukung Anies-Sandi. Tidak ada lain. Dengan begitu mereka dapat memenuhi aspirasi konstituen dan tidak malah menyakitinya.”

Apalagi, lanjut Yon, seluruh partai berbasis Islam itu seyogyanya menjaga identitasnya dengan mendukung calon yang menghormati ulama, karena partai-partai itu dalam sejarahnya memang dilahirkan oleh para ulama.

“Kasus Djan Farid (atas nama PPP yang mendukung Ahok red.), itu sangat disayangkan. Dia telah mengorbankan idealisme partai dengan mendukung Ahok. Ini bentuk pragmatisme politik dan berpotensi menghancurkan partai di masa depan. Apalagi semua orang tahu, secara sosiologis para nahdliyin di Jakarta adalah kelas bawah yang sering menjadi korban penggusuran di Ibukota,” katanya.

Anies Bakal Didera Isu Wahabi

Yon Machmudi juga mencermati isu-isu sensitif yang berkembang di sekitar Pilkada DKI. Belakangan segala isu dipakai untuk menghantam lawan politik. Begitu juga yang akan mendera pasangan Anies-Sandi. Misalnya, sosok Anies Baswedan akan diseret ke kelompok garis keras, Wahabi. Isu itu akan dipaksakan untuk melemahkan dukungan.

“Tetapi, saya melihat tetap sulit. Karena semua sudah tahu sosok Anies Baswedan. Dia tidak diragukan lagi nasionalisme, dia juga cucu seorang pejuang,  AR Baswedan. Isu Wahabi tidak akan mampu goyang Anies,” tegasnya.

Baswedan, lanjut Yon,  pernah menjadi wakil menteri penerangan di awal masa kemerdekaan. Beliau cukup dekat hubungannya dengan Kiai Wahid Hasyim (NU). Walaupun bukan pengurus NU, Anies jelas lebih dekat dengan NU. Kalau ada yang berusaha menarik ke luar, dikaitkan dengan Wahabi, itu hanya untuk kepentingan Pilkada semata.

“Sementara Sandiaga berasal dari keluarga pengusaha yang dibesarkan dalam tradisi NU.  Dia merupakan pengusaha muda yang sering dibantu Gus Dur, untuk diperkenalkan dalam bisnis internasional. Wajar kalau dia terpanggil untuk mengangkat ekonomi warga NU di Jakarta, ini sekaligus untuk membalas hutang budinya kepada Gus Dur,” jelas Yon Machmudi yang juga dikenal sebagai pengamat Timur Tengah ini. (sov)