SEKTARIAN: Moh Kayis menjadi moderator bertajuk Implementasi Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (Membentengi Pemuda Dari Isu Sektarian) di Pusat Bahasa Unesa, Jumat (27/10). Hadir sebagai pembicara Dr. M Jacky, Drs. Much Khoiri MSi (Dosen Unesa), dan Sekretaris PWI Jatim Eko Pamuji.

DUTA.CO | SURABAYA – Keberadaan media sosial memudahkan manusia untuk mendapatkan informasi. Namun, belakangan media sosial kerap memicu munculnya kriminal atau cyber crime seperti ujaran kebencian.

Dosen Sosiologi Unesa, M Jacky menyampaikan, ancaman terbesar Indonesia saat ini adalah cyber crime. Para pengguna media sosial akan mudah bertemu dengan orang-orang yang memiliki ideologi yang sama.

“Mereka akan bertemu dengan aliran yang sama, yang tidak sesuai bisa diremove, dan ini ancaman terhadap Pancasila,” ujarnya dalam seminar bertajuk  Implementasi Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (Membentengi Pemuda Dari Isu Sektarian) di Pusat Bahasa Unesa, Jumat (27/10).

Dalam seminar yang terselenggara atas kerja sama Formacida Jatim, Duta Masyarakat, Astranawa Institut dengan BEM Unesa ini dihadiri oleh ratusan peserta. Mayoritas audiens yang hadir adalah mahasiswa Unesa dan beberapa mahasiswa dari kampus lain di Surabaya.

Jacky menegaskan, ancaman terhadap Pancasila ini hadir di tengah-tengah keberadaan bangsa yang belum kokoh, mudah terbakar dengan informasi hoax, ujaran-ujaran kebencian dan isu sektarian. Isu sektarian itu akan terus muncul sampai bangsa terbentuk.

Di Indonesia, mula-mula terbentuk adalah negara (state) disusul kemudian bangsa (nation). Berbeda dengan negara-negara Eropa, seperti Amerika Serikat, Jerman dan lainnya. Dimana bangsa dulu yang terbentuk disusul negara.

“Negara Eropa yang berdiri biasanya didahului oleh nation, baru mereka berkespaktan menjadi negara (state), seperti Jerman, Amerika, kokoh dulu bangsanya baru jadi negara, Indonesia terbalik,” urainya.

Para founding fathers memang mengakui, setelah negara terbentuk baru akan membentuk bangsa. Namun, sampai saat ini keberadaan bangsa Indonesia belum terbentuk. Di negara Eropa, kelompok mayoritas yang mendominasi.

“Di Malaysia, Melayu yang jadi bangsa, Indonesia kan majemuk, suku mayoritas Jawa, agama mayoritas Islam, tetapi mayoritas ini tidak mendominasi,” ucapnya.

Dalam acara yang dimoderatori oleh M Kaiyis (Dirut Duta Masyarakat) ini dihadiri oleh tiga pemateri. Selain Jacky, ada Much Khoiri, Dosen Fakulas Bahasa dan Seni Unesa, dan Sekretaris PWI Jatim Eko Pamuji.

Khoiri meminta mahasiswa cerdas, cermat dan bijaksana dalam menggunakan sosial media. Terutama dalam menghadapi informasi hoax dan ujaran kebencian.

“Jangan gampang copy paste tentang broadcast, apapun broadcastnya, cermati dulu,” ujarnya.

Menurutnya, Indonesia saat ini memiliki pekerjaan rumah (PR) yang berat. Terutama dalam menyambut generasi emas pada tahun 2045. Untuk menyongsong itu, perlu penguatan pendidikan karakter dan pembudayaan literasi bagi generasi emas.

Nilai dalam karakter ternyata mengandung Pancasila. Namun sekarang banyak isu yang menggoyang Pancasila, seperti sekretarian. Sehingga perlu penguatan pendidikan karakter berbasis Pancasila; yakni eligius, nasionalis, mandiri, integritas dan gotong royong.

Pembudayaan literasi (tidak hanya baca tulis, tetapi luas), artinya melek berbagai macam. Seluruh aspek kehidupan sudah terkandung egiatan literasi. Sopan santun, saling nyapa di jalan adalah berliterasi, di tempat umum pakaian sopan adalah contoh berliterasi.

Eko Pamuji membenarkan, kehadiran media cyber bisa memicu munculnya Sektarian. Catatan dewan pers saat ini muncul 47 ribu media online. Ini bisa jadi mempermudah isu sektarian berkembang dengan baik, dan menciptakan opini baru. Karena prinsipnya sektarian kebencian.

“Simpel cara membentengi perbedaan, coba pahami perbedaan itu sebagai anugerah,” tandasnya. azi

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry