Jenderal (Purn) Anton Tabah (IST)
Jenderal (Purn) Anton Tabah (IST)

JAKARTA | duta.co – Belakangan ini muncul kabar adanya pendataan ulama-ulama di Jawa Timur oleh kepolisian. Kabar ini menimbulkan persepsi negatif di kalangan masyarakat Jawa Timur sehingga pihak kepolisian dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sibuk mengklarifikasi.

Polri membenarkan adanya surat telegram yang dikeluarkan Kapolda Jawa Timur pada Senin (30/1/2017). Telegram itu berkaitan dengan pendaftaran nama para tokoh berpengaruh yang ada di Jawa Timur.

Telegram yang terbit dengan nomor ST/209/I/2017/RO SDM itu menyebutkan, dalam rangka menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (Kantibmas) dan hubungan baik antara para ulama dan Polri, khususnya Polda Jatim, agar mengirim daftar nama dan alamat para ulama yang berpengaruh di daerahnya masing-masing.

Mengenai telegram itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan hanya untuk pendataan semata. “Agar memudahkan untuk kirim undangan. Maklum sering pas acara yang dibuat Polda, kadang-kadang terlewatkan,” ujar Boy melalui pesan singkat di Jakarta, Minggu (6/1).

Ditanya apakah pendataan ini hanya ada di Jawa Timur, Boy membenarkan. Menurut dia, telegram tersebut bukan dalam skala nasional, namun hanya untuk pejabat di daerah Jawa Timur. “Itu Polda Jatim,” ujar Boy.

 

Persepsi Negatif

Pendataan ulama oleh Polda Jatim menimbulkan persepsi negatif di masyarakat setempat. Masyarakat takut, setelah didata para kiainya hilang seperti yang terjadi pada 1998 yang dikenal dengan operasi ninja. “Pendataan ulama oleh Polri sangat meresahkan umat,” ujar Pengurus MUI Pusat Anton Tabah  Digdoyo di Jakarta, Sabtu (4/2).

Menurut mantan jenderal Polri ini, setelah beredar kabar di media terkait pendataan para ulama di Jawa Timur,  ia langsung menghubungi jenderal-jenderal aktif di Mabes Polri untuk menanyakan kebenaran dan tujuan pendataan. Kata Anton, semua jenderal yang ditanya dan tak mau disebut namanya itu bilang,  pendataan itu tidak benar. “Yang ada sekadar tanya alamat supaya mudah koordinasi.”

Anton yang saat ini fokus mengamati kinerja Polri mengatakan, jika pendataan itu benar, maka bisa memperkeruh hubungan Polri dengan ulama yang saat ini sedang kurang bagus koneksinya dengan pemerintah. Lebih baik polisi menggunakaan pendekatan humanis. “Melalui pendekatan kekerabatan akan lebih mengena dan berhasil, dan baik tanpa curiga,” ujarnya.

Menurut dia, ada tiga hal yang harus dicermati dalam kegiatan pendataan terhadap ulama yang dilakukan polisi di Jatim.

  1. Metodologinya sangat formal pakai surat dengan kisi-kisi model isian tanggal
  2. Waktunya kurang pas
  3. Umat Islam kaitkan dengan rencana sertifikasi ulama kiai ustad yang sangat ditentang umat Islam.

Anton berharap, junior-juniornya yang memiliki kebijakan di kepolisian mampu meningkatkan kepekaan sosialnya yang murni penegak hukum yang prorakyat, bukan propenguasa.

 

Penjelasan MUI Jatim

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur KH Abdussomad Buchori juga menyatakan pendataan ulama dan kiai di Jawa Timur bertujuan untuk kepentingan silaturahmi yang akan dilakukan Kapolda Irjen Pol Machfud Arifin yang baru menjabat.

“Sengaja untuk bahan silaturahmi, supaya mengenal. Jika ada kedatangan Kapolda, Kapolri, untuk sekadar tahu namanya, kalau mau buat undangan biar tidak salah nama,” ujar Kiai Shomad, panggilannya, usai melakukan salat isya’ bersama Kapolda Jatim di Masjid Nasional Al Akbar Surabaya, Sabtu (4/2) malam.

Abdussomad akan membantu menyampaikan kepada para ulama di kiai se Jawa Timur dan berharap tidak ada yang perlu diperpanjang. “Nanti kami akan sampaikan kepada teman-teman ulama. Jadi tidak ada sesuatu yang dipermasalahkan, tidak perlu resah,” imbuh Kiai Shomad.

Dia kembali menegaskan kepada para ulama dan kiai di Jawa Timur, pendataan yang dilakukan pihak Polda Jatim hanya dalam rangka silaturahmi. “Tidak ada pendataan terus mau diapa-apakan itu tidak ada, tapi dalam rangka memudahkan silaturahmi,” tegas dia.

 

Tak Gunakan Intel

Kapolda Jatim Irjen Pol Machfud Arifin membantah dalam melakukan pendataan para kiai dan ulama di Jatim menggunakan anggota intel. Harusnya, kata dia, Kapolres setempat yang melakukan pendataan.

“Harusnya Kapolres yang menjalankan tahu siapa kiai yang sepuh di tempatnya, dan Kapolresnya harus tahu. Kapolresnya teknisnya yang salah. Yang penting kami dengan ketua MUI menjelaskan berulang-ulang supaya tidak menjadi ‘confused’,” ujar Machfud.

Dia juga mengungkapkan pendataan kiai dan ulama tujuannya hanya untuk bersilaturahmi sebagai pejabat baru di Jawa Timur. “Ini dalam rangka saya pejabat baru, kalau mau silaturahmi, ke siapa, ke mana. Ini supaya diluruskan teman-teman dan jangan dipelintir, tidak ada maksud lain,” pungkas dia.

Sebelumnya, Machfud Arifin mengunjungi kediaman pengasuh Ponpes Tebuireng Jombang KH Salahuddin Wahid (Gus Solah) di Jombang, Jawa Timur, Jumat (3/2). Upaya pendekatan ke ulama sepuh ini salah satunya untuk meredam umat Islam di Jatim agar tak menggelar aksi ke Jakarta.

Terpisah, Humas Polres Malang AKP Dyan Vicky Sandhi membenarkan bahwa anggota Polres Malang ikut membuat laporan tentang data masyarakat. “Data itu ditujukan kepada seluruh elemen masyarakat dengan tujuan mengumpulkan informasi, mendekatkan pelayanan, dan sarana silaturahim anggota dan masyarakat dalam program seribu kawan Kapolres Malang,” ujar Vicky, akhir pekan kemarin.

Menurut dia, Polres Malang ingin menyerap dan mengetahui kebutuhan masyarakat serta berusaha untuk menjadi konsultan dalam pemecahan masalah di tengah masyarakat. “Dengan demikian kami berharap menjadi petugas-petugas yang bermanfaat dan hadir di tengah masyarakat,” ujarnya.

Vicky mengungkapkan tidak ada upaya mengumpulkan informasi pendataan dengan tujuan ‘khusus’ dari kegiatan tersebut karena semua murni untuk silaturahim. Laporan tersebut sebenarnya untuk laporan kegiatan anggota saja.

 

Aksi 112 Jelang Pilkada

Soal imbauan Kapolda Jatim agar warga tak aksi ke Jakarta, belakangan memang beredar kabar akan ada aksi damai umat Islam ke Jakarta pada 11 Februari 2017 (Aksi Damai 112) yang digelar empat hari sebelum Pilkada serentak di Indonesia termasuk DKI Jakarta.

“Pada 11 Februari informasinya demikian, namun mudah-mudahan itu tidak terjadi. Belum ada pernyataan resmi terkait itu, hanya informasi saja. Jadi saya mengimbau untuk tidak ada kegiatan pada hari itu,” ungkap Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M Iriawan kepada awak media di Warakas, Jakarta Utara, Minggu (5/2) kemarin.

Ia berharap di minggu tenang sebelum hari pemungutan suara dilakukan, tak ada kegiatan apa pun yang membuat Jakarta menjadi tidak aman dan kondusif. “Kita konsentrasikan pada minggu tenang untuk tanggal 15 Februari melakukan pencoblosan dan penghitungan suara,” ujar Iriawan.

Menurut dia, Jakarta harus tetap kondusif dalam keadaan apapun, tak hanya menjelang Pilkada, mengingat situasi Jakarta kian memanas belakangan ini karena semakin mendekati hari Pilkada Serentak.

“Buat kita semua, buat aparat keamanan, tidak ada urusan dengan pemilihan gubernur. Siapapun yang menang tetap Jakarta harus aman. Jakarta harus kondusif,” katanya.

Iriawan pun menegaskan, kepolisian tidak berada di pihak salah satu pasangan calon mana pun dalam Pilkada ini. Pelarangan aksi itu, kata dia, murni untuk menjaga situasi Jakarta agar tetap kondusif.

Terpisah, Wakapolri Komjen Syafruddin juga meminta semua para Ormas khususnya Front Pembela Islam (FPI) tidak menggerakkan massa untuk melakukan aksi pada masa tenang kampanye Pilkada serentak 2017.

“Minggu tenang jangan ada aksi lah,” kata Syafruddin dalam acara peluncuran buku ‘Banteng Senayan dari Medan’ milik Trimedya Panjaitan di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Minggu (5/2) kemarin.

Menurut jenderal bintang tiga itu, masyarakat harus bisa menahan diri dan tidak mudah terprovokasi dengan kabar-kabar tidak jelas atau hoax. Dia meminta pihak mana pun menghargai masa tenang kampanye. “Janganlah melakukan aksi-aksi, kalau masa tenang ya harus tenang,” ujarnya.

Selain Aksi Damai 112, di media sosial beredar kabar bakal ada aksi besar-besaran jelang perhelatan Pilkada serentak 2017. Informasinya, aksi massa bakal digelar pada tanggal 12, 13 dan 14 Februari. Bukan hanya itu, aksi massa juga akan berlanjut pada tanggal 15 Februari, tepat pada saat pemilihan. Kabarnya, aksi massa ini digawangi oleh FPI dan GNPF MUI.

 

FUI Rancang Aksi 112

Sementara, Forum Umat Islam (FUI) sudah mengonfirmasi tengah menyiapkan lanjutan Aksi Damai 212 pada Desember 2016 lalu. Aksi yang disiapkan FUI bernama Aksi Damai 112.

“Ya sedang kami konsolidasikan dengan beberap ormas yang tergabung dalam GNPF untuk persiapan aksi. Aksinya sedikit berbeda dengan 411 dan 212. Aksinya digelar hari Sabtu atau hari libur, mudah-mudahan bisa terlaksana dengan baik dan lancar,” kata Sekjen FUI KH Muhammad Al Khaththath di Kantor MUI, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (3/2) lalu.

Bagaimana persiapan dan teknis Aksi 112? Khaththath belum bisa menjelaskan lebih lanjut. “Masih dirapatkan dengan beberapa pengurus FUI. Mulai perizinan keamanan hingga susunan acara masih dalam tahap perencanaan. Gambaran sedikit tentang aksi 112 di antaranya longmarch dari Jalan Sudirman-Bundaran HI di Thamrin dan mendatangkan pengkhatam quran dari seluruh Indonesia,” ujar Khaththath.

Terakhir, Khaththath berharap peserta aksi semakin teguh hatinya untuk memilih pemimpin muslim di berbagai daerah jelang Pilkada serentak. “Saya berharap, aksi 112 memberikan dampak positif untuk Pilkada nanti. Semoga warga yang ikut Pilkada DKI dan semua daerah lain, untuk memilih seorang muslim untuk menjadi pemimpin. Saya juga menyerukan kepada alumni 212 untuk hadir dalam aksi ini,” tutup Khaththath. ful, tom, net

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry