Joko Widodo (ist)

CIKARANG | duta.co – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan memiliki tim internal yang bertugas menggodok Cawapres pendampingnya dalam Pilpres 2019. Selain tim internal, Presiden memastikan, kajian juga dilakukan oleh partai politik pendukung pada tahap awal.
“Semua masih dalam proses, baru penggodokan, pematangan baik partai-partai maupun tim internal saya,” kata Presiden usai usai meresmikan pabrik bahan baku obat dan produk biologi PT Kalbio Global Medika (KGM) di kawasan Delta Silikon 3 Lippo Cikarang, Selasa (27/2).
Presiden hanya berbicara singkat atas respons Wapres Jusuf Kalla (JK) yang kembali mengungkapkan keengganannya untuk kembali mendampinginya. Jokowi enggan berkomentar banyak dan meminta wartawan menanyakan langsung ke JK.”Dicoba tanyakan ke Pak Jusuf Kalla,” ucap Jokowi.
Jokowi sebelumnya memang menolak maju lagi menjadi Cawapres. Pasal 7 UUD 1945 membatasi Wapres hanya dua periode. “Bahwa ada yang mengusulkan ikut lagi, saya berterima kasih. Tapi kami berharap baik untuk mengkaji UUD. Tentu kami tidak ingin terjadi masalah lalu pada waktu Orde Baru saat Pak Harto tanpa batas,” ujar JK di Hotel Aryaduta, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (26/2).
Meski sudah melakukan pematangan kriteria, dipastikan tim internal yang dibentuk Presiden Jokowi belum sampai pada tahap penentuan nama Cawapres. Walaupun Jokowi  telah bersafari politik ke para pimpinan partai beberapa waktu lalu. “Belum berbicara mengenai siapanya, jadi ditunggu saja,” ucap Jokowi.
Hingga kini, Jokowi telah mendapat dukungan dari beberapa partai politik untuk maju kembali dalam pertarungan Pilpres 2019. Partai tersebut adalah PDIP, Partai NasDem, Partai Golkar, PPP, Hanura, Partai Perindo, dan Partai Solidaritas Indonesia (‎PSI).
Pada Pilpres 2014, Jokowi berpasangan dengan Jusuf Kalla diusung oleh PDIP, PKB, Partai NasDem, Partai Hanura, dan PKPI.
Beberapa waktu lalu, Jokowi melakukan pertemuan dengan sejumlah pimpinan partai politik untuk membahas Pilpres 2019. Adapun pimpinan partai politik yang bertemu Presiden di antaranya, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PPP Romarhurmuziy, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. Kemudian, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Hanura Oesman Sapta Odang, dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan.
Ketua Umum PPP Romahurmuziy (Romi) menjelaskan, isi pertemuannya dengan Presiden beberapa waktu lalu, salah satunya tentang pendamping Jokowi dalam Pilpres 2019. “Pertama bagaimana mengamankan supaya Pilkada serentak yang suaranya 70 persen itu damai, kedua memastikan kontestasi Pilpres besok tidak dipenuhi ujaran kebencian,” ungkap Romi.
“Yang ketiga menanyakan kepada masing-masing rencana partai koalisi ini, siapa kira-kira yang pantas mendampingi beliau sebagai wapres,” ujar Romi saat ditemui di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta.
Selain bertemu dengan pimpinan partai politik, Jokowi pun diketahui dua kali melakukan pertemuan tertutup dengan Jusuf Kalla di Istana Wakil Presiden. Namun, Jokowi mengelak pertemuan itu membahas Pilpres dan meminta politisi senior Golkar untuk menjadi Cawapres ‎ kembali.
“Bahas urusan investasi dan ekspor dan insentif, nanti minggu ini setelah Pak Wapres dari Afghanistan akan kita matangkan lagi. Bener bahas dua hal itu (bukan bahas Pilpres),” ucap Jokowi usai bertemu JK.
 

Bakal Diputuskan Megawati

Meski Jokowi membentuk timsus menggodok Cawapres, ternyata siapa Cawapresnya bergantung keputusan Megawati. Hal itu diungkapkan politisi PDIP Puan Maharani.  Menurut dia, penentuan siapa yang akan menjadi kandidat Wapres pendamping Jokowi masih dikaji di internal partai.
Puan juga tak ingin berkomentar lebih lanjut terkait detil proses pengkajiannya. “Kalau di internal saja masih dikaji,” ujar Puan usai Seminar Nasional Dalam Rangka Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional bagi Prof Dr M Sardjito, MPH di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Selasa (27/2).
Puan mengungkapkan pengkajian ini ditujukan untuk kepentingan masa depan bangsa. Saat ditanya soal wacana dirinya menjadi cawapres, Puan belum mendengar wacana tersebut. “Belum denger itu, ya lihat nantilah masih panjang,” ujar Puan.
Puan juga menegaskan, penentuan kandidat Cawapres Jokowi harus menunggu keputusan langsung dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. “Ya orang ketua umumnya aja belum ngomong apa-apa,” tutup Puan.
Sebelumnya, Puan sempat ditanya apakah dirinya menjadi salah satu pihak yang memberi masukan terkait pengusungan Cawapres, Puan menjawab sebagai bagian dari partai tentu dirinya akan memberi dan menerima masukan terkait hal itu.
“Saya kan salah satu (pengurus) DPP. Bahwa salah satu (tugasnya) memberikan dukungan, ya kami sangat terbuka untuk menerima masukannya tapi bagaimana nantinya, itu keputusan ibu ketum,” kata Puan di lokasi Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDI-P di Grand Inna Beach, Sanur, Bali, Minggu (25/2).
Puan juga menyatakan, partainya membuka kemungkinan untuk menyandingkan kader internal sebagai calon wakil presiden (cawapres) Jokowi. “Bisa jadi salah satu opsi. Kami punya nama yang sudah punya kapabilitas yang cukup tapi kembali lagi itu dimatangkan dan diputuskan ibu ketum (ketua umum). PDI-P partai besar. Punya kader internal yang masuk dalam bursa,” kata Puan.
 

Harusnya dari Parpol

Terpisah, politikus Partai Golkar Melchias Mekeng mengatakan, soal pendamping Jokowi dalam pertarungan politik Pilpres 2019 seharusnya dari kalangan Partai Politik. “Sebaiknya dari Parpol, supaya mempunyai dukungan politik untuk memperkuat posisi politik pemerintah,” kata Mekeng saat dihubungi di Jakarta, Selasa (26/2).
Menurut dia, bagi Partai Golkar tokoh yang paling pas untuk dampingi Joko Widodo adalah Ketua Umum Airlangga Hartarto. “Kalau Golkar, tentunya ketua umum kita yang paling cocok sebagai pendamping Pak Jokowi,” katanya.
Mekeng menambahkan, pendamping Joko Widodo di Pilpres 2019 harusnya memiliki visi dan integritas yang sama dengan Jokowi. “Tentang pendamping Jokowi tentu orang yang bisa bekerja sama dengan beliau, mempunyai visi yang sama, mempunyai integritas dan kemampuan memimpin bangsa dan negara ini,” ujarnya.
Namun, Mekeng enggan mengomentari terkait wacana yang belakangan berkembang tentang adanya pemisahan penilaian kategori pendamping Jokowi. Salah satunya antara agamis atau nasionalis. “Saya tidak mau terjebak dalam dikotomi yang mengkotak-kotakan masyarakat dalam kelompok-kelompok yang berbau sara,” katanya. hud, net

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry