DIPERIKSA: Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani dikawal petugas ketika tiba di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (20/6) siang.(ist)

Jakarta | duta.co – Empat orang yang ditangkap di Mojokerto, Jawa Barat, dijadwalkan menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta. Mereka diduga terlibat kasus suap antara eksekutif dan legislatif di Mojokerto.

“Keempat orang tersebut akan diperiksa sebagai tersangka,” kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Selasa (20/6) kemarin.

Mereka adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto, Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo, Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani (dari Fraksi PKB) dan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Umar Faruq (dari Fraksi PAN).

Kadis PUPR Wiwiet Febryanto terlihat datang sekitar pukul 09.09 WIB kemarin, disusul Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Umar Faruq pukul 09.28 WIB. Terakhir, Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani tiba sekitar 10.57 WIB. Sedangkan Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo belum tiba di Gedung KPK sampai jam itu.

“PNO (Purnomo), ABF (Abdullah Fanani), UF (Umar Faruq), dan WF (Wiwiet Febryanto) diperiksa untuk mendalami peran masing-masing dalam indikasi suap terkait dengan pengalihan anggaran pada Dinas PUPR Kota Mojokerto Tahun 2017,” ucap Febri.

Para tersangka diduga terlibat suap terkait upaya memuluskan pengalihan anggaran hibah Politeknik Elektronik Negeri Surabaya (PENS) menjadi anggaran program Penataan Lingkungan pada Dinas PUPR Mojokerto tahun anggaran 2017.

Operasi tangkap tangan di Mojokerto pada Jumat (16/6) malam. Tim Satuan Tugas KPK menyita uang sebesar Rp470 juta diduga suap untuk pimpinan DPRD Mojokerto yang diberikan Wiwiet melalui seorang perantara. Sebanyak Rp300 juta diduga pembayaran atas total komitmen fee Rp500 juta dari Wiwiet untuk tiga pimpinan DPRD Mojokerto.

Purnomo, Fanani, dan Umar sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sedangkan Wiwiet sebagai pemberi dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

 

JK: Ada yang Menarik 

Sementara itu, Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla mengomentari OTT KPK beberapa waktu belakangan. “Ada satu hal yang menarik sebenarnya, bahwa OTT itu sekarang tidak banyak di pusat tapi di daerah, berarti di Jakarta itu mungkin sudah lebih sadar akan pentingnya menjalankan aturan-aturan,” ujar Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (20/6).

JK mengatakan, pemerintah menyerahkan proses pemeriksaan OTT tersebut kepada KPK dan aparat hukum. Terbaru, Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti ditangkap bersama istrinya. Untuk diketahui, OTT tersebut hanya berselang 11 hari dari OTT terhadap Kasi Intel Kejati Bengkulu Parlin Purba yang terjadi pada 9 Juni 2017.

Karier Ridwan Mukti sebagai gubernur Bengkulu merupakan puncak pencapaiannya sebagai politisi setelah sebelumnya pernah menjabat sebagai bupati Musi Rawas, Sumatera Selatan. Selain itu, dia juga pernah mengenyam sebagai anggota wakil rakyat di DPR RI selama dua periode.

Ridwan juga tercatat sebagai kader aktif sekaligus fungsionaris di DPP Partai Golkar, sehingga karirnya sebagai politisi terbilang bersinar. Dia juga dikenal sebagai politisi yang ‘berisi’. Kecerdasannya membuat dia pernah didaulat menjadi Pimpinan Sidang Pertemuan Internasional Parlemen Muda Asia Eropa di Portugal, Bali, dan Italia.

Ridwan juga aktif di berbagai organisasi asosiasi dan ormas seperti di Dewan Pengurus Pusat Kadin Indonesia, GAKPI, AMPG, AMPI, dan lain-lain. Ridwan saat ini juga tercatat sebagai Ketua Orwil Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Sumatera Selatan.

“Ini kan gubernurnya teman baik, Ridwan Mukti, ini kan lagi diproses, kita tunggulah prosesnya apa yang terjadi sebenarnya kita belum tahu jelasnya,” kata Jusuf Kalla.

Sepanjang Ramadhan, KPK telah melakukan empat OTT dari Surabaya sampai Bengkulu. Pada Senin (5/6) lalu KPK telah menangkap enam orang dalam OTT di Surabaya. Enam orang tersebut berasal dari unsur DPRD Jatim dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yakni Mochamad Basuki selaku Ketua Komisi B DPRD Jatim dari Fraksi Partai Gerindra, Bambang Heryanto (Kadis Pertanian Provinsi Jawa Timur), dan Rohayati (Kadis Peternakan Provinsi Jawa Timur). Mereka ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap terkait pengawasan kegiatan anggaran dan revisi peraturan daerah (perda) di Provinsi Jawa Timur tahun 2017.

Enam orang tersebut kini sudah berada di Gedung KPK. Barang bukti yang diamankan oleh penyidik KPK adalah uang sebesar Rp 150 juta, yang diamankan dari tangan RA di ruang Ketua Komisi B Jatim. Kemudian pada Jumat (9/6), KPK melakukan OTT terhadap jaksa di Bengkulu. Parlin Purba selaku Kasi III Intel Kejati Bengkulu ditangkap terkait kasus proyek-proyek di Balai Wilayah Sungai Sumatera 7 Bengkulu. Dalam kasus ini KPK menetapkan tiga tersangka yakni Parlin Purba, Amin Anwari selaku pejabat pembuat komitmen, dan Direktur PT Mukomuko Putra Selatan Manjudo Murni Suhardi.

Kemudian, KPK juga melakukan OTT di Mojokerto. Sebanyak enam orang yang diamankan dalam operasi tersebut, termasuk Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Pemkot Mojokerto dan tiga pimpinan DPRD Mojokerto. Suap dalam kasus ini dilakukan agar DPRD Kota Mojokerto menyetujui pengalihan anggaran dari anggaran hibah Politeknik Elektronik Negeri Surabaya (PENS) menjadi anggaran program penataan lingkungan pada Dinas PUPR Kota Mojokerto Tahun 2017 senilai Rp 13 Miliar. Dalam OTT ini, penyidik mengamankan uang total Rp 470 juta.

Kepala Dinas PU sebagai pemberi suap dijerat pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 20001 Jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara ketiga pimpinan DPRD Mojokerto sebagai penerima suap dalam kasus ini dijerat dengan pasal 12 huruf a atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 20001 Jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kemudian, pada Selasa (20/6), KPK menangkap Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti beserta istrinya Lily Martiani Maddari. hud, tri, rol

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry