SURABAYA|duta.coKetua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr. Hari Paraton,  Sp.OG(K) mengatakan residu antibiotik tidak melulu konsumsi dalam bentuk pil. Ternyata, ayam buras, juga banyak mengandung residu antibitik karena makanan untuk ayam diberi kandungan bahan yang mengandung antibiotik.

“Tujuannya biar mempercepat masa potong ayam tidak sampai 40 hari sudah besar dan siap dijual. Pihaknya sudah koordinasi dengan Dinas Peternakan untuk mengganti bahan makanan yang mengandung antibitik,” jelasnya.

Menurut dr. Hari Paraton  “Penggunaan antibiotik yang tidak bijak dan  tidak sesuai Indikasi, jenis, dosis dan lamanya, serta kurangnya kepatuhan penggunaan antibiotik merupakan penyebab timbulnya resistensi. Selain itu, penyebab banyaknya kasus resistensi antibiotik dipicu pula mudahnya masyarakat membeli antibiotik tanpa resesp dokter di apotek, kios atau warung. Seharusnya, antibiotik tidak dijual bebas dan harus berdasarkan resep dokter. “

Menyimpan antibiotik cadangan di rumah, memberi antibiotik kepada keluarga, tetangga atau teman merupakan kebiasaan yang banyak dijumpai di masyarakat. Ini dapat mendorong terjadinya resistensi antibiotik.

Lebih lanjut dr. Hari Paraton, Sp.OG(K) mengatakan, “Tidak semua penyakit infeksi perlu ditangani dengan memberi antibiotik, penggunaan antibiotik semata hanya untuk mengobati penyakit yang disebabkan infeksi   bakteri. Perlu disadari bahwa antibiotik digunakan untuk mengobati infeksi bakteri, bukan mencegah atau mengatasi penyakit akibat virus.

Di Indonesia, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah ikut berkomitmen dalam pengendalian AMR. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah antara lain telah berfungsinya Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) yang dibentuk 2014 dan pelaksanaan program pengendalian resistensi antimikroba di awali pada 144 rumah sakit rujukan nasional dan regional serta Puskesmas di 5 provinsi pilot project termasuk Jawa Timur.

Namun, diperlukan kerjasama semua pihak untuk mengatasi masalah resistensi antibiotik ini, terutama keterlibatan institusi pendidikan, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, perusahaan farmasi dan dinas kesehatan. (imm)

 

 

 

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry