CAKADA TERSANGKA: Ahmad Hidayat Mus (AHM), Cagub Maluku Utara ditetapkan jadi tersangka oleh KPK, Selasa (13/3) malam. Ketua KPK Agus Rahardjo memastikan segera mengumumkan sejumlah calon kepala daerah (Cakada) yang jadi tersangka. (ist)

JAKARTA | duta.co – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengaku sudah menandatangani satu surat perintah penyidikan (Sprindik) atas calon kepala daerah (Cakada) yang akan ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. KPK akan segera mengumumkan sejumlah Cakada yang bakal ditetapkan jadi tersangka.

“Satu (Sprindik), tadi malam sudah (saya) tanda tangani,” ujar Agus Rahardjo di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (14/3). Namun Agus belum mau menyebut nama calon kepala daerah yang telah ditetapkan sebagai tersangka itu.

Berdasarkan sumber di internal KPK, satu Sprindik yang sudah dikeluarakan KPK adalah untuk Cagub Maluku Utara (Malut) berinisial AHM. Belum diketahui kasus korupsi yang menjerat mantan Bupati Kepulauan Sula itu.

AHM adalah Ahmad Hidayat Mus, Cagub Malut dalam Pilgub 2018 yang berpasangan dengan Cawagub Rivai Umar. Pasangan ini diusung oleh koalisi Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Ketua KPK Agus Rahardjo menegaskan, pihaknya pasti segera mengumumkan nama Cakada yang akan menjadi tersangka kasus korupsi. Namun, Agus menutup rapat siapa calon kepala daerah tersebut. Sebelumnya, agus mengatakan 90 persen peserta Pilkada serentak 2018 berpotensi menjadi tersangka. Adapun peserta Pilkada serentak 2018 mencapai 34 orang.

Agus kemarin menegaskan, ada kemungkian pengumuman tersangka-tersangka tersebut menunggu Sprindik lainnya. Artinya, tidak hanya satu nama tersangka yang akan diumumkan oleh KPK. “Itu kan baru satu, ada beberapa. Mudah-mudahan mungkin dikumpulkan nanti (nama-nama tersangka),” ujarnya.

Menurut Agus, penyelidikan yang diakukan oleh KPK kepada para Cakada sudah lama dilakukan. Dengan bukti yang dimiliki KPK, ia mengatakan bahwa status para Cakada tersebut akan naik jadi tersangka.

Sebelumnya, KPK sudah menetapkan Cakada sebagai tersangka kasus korupsi. Salah satunya bupati nonaktif Jombang Nyono Suharli Wihandoko.

 

Perppu Pengganti Cakada

Agus Rahardjo juga menuturkan, proses hukum Cakada harus tetap jalan meskipun pihak yang tersangkut kasus hukum itu maju sebagai peserta Pilkada 2018. Sebagai langkah lanjutan, KPK mengusulkan pemerintah membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu). Perppu  memberikan jalan agar Parpol mengganti Cakada yang ditetapkan sebagai tersangka.

“Supaya pilkada bisa berjalan baik, ya, harus ada langkah-langkah dari pemerintah. Bayangkan saja sudah jadi tersangka dilantik, kan, juga rasanya tidak etis, ya,” ujar Agus.

Menurut dia, Perppu perlu diterbitkan pemerintah. Sebab, dengan aturan saat ini, Cakada tetap bisa bertarung dalam Pilkada, bahkan bisa dilantik sebagai kepala daerah meski statusnya tersangka kasus korupsi.

Agus menilai, dengan adanya ketentuan Paprol bisa mengganti Cakada berstatus tersangka, rakyatlah yang diuntungkan. “Rakyat juga bisa mendapatkan calon yang terbaik (di pilkada),” katanya.

 

Jokowi: Tanya Pak Wiranto

Di sisi lain, Presiden Joko Widodo hanya berkomentar singkat mengenai pernyataan kontroversial Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto. Wiranto meminta KPK menunda proses hukum terhadap mereka yang sudah ditetapkan KPU sebagai Cakada pada Pilkada Serentak 2018. “Silakan tanya ke Pak Wiranto,” kata Jokowi kepada wartawan di Serang, Banten, Rabu (14/3).

Saat ditanya apakah pernyataan Wiranto itu merupakan arahannya atau bukan, Jokowi juga tidak menjawab tegas. “Silakan bertanya ke Pak Wiranto. Yang saya tahu KPK itu independen,” ujarnya.

Seperti diketahui, pemerintah bersama instansi terkait menggelar rapat koordinasi khusus (Rakorsus) Pilkada 2018, Senin (12/3). Beberapa hal dibahas, antara lain terkait dengan rencana KPK menetapkan tersangka para calon kepala daerah yang terlibat korupsi.

Seusai rapat, Wiranto mengatakan, pemerintah mengambil sikap atas pernyataan KPK yang menyatakan ada beberapa calon peserta pilkada yang hampir menjadi tersangka.

“Kalau sudah ditetapkan sebagai pasangan calon menghadapi pilkada serentak, kami dari penyelengara minta ditunda dululah, ya. Ditunda dulu penyelidikan, penyidikan, dan pengajuannya dia sebagai saksi atau tersangka,” ujar Winarto di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin lalu.

Menurut pemerintah, penetapan pasangan calon kepala daerah sebagai tersangka justru akan berpengaruh pada pelaksanaan Pilkada. Hal itu juga bisa dinilai masuk ke ranah politik.

 

Kejaksaan ‘Ikuti’ Polri

Sementara itu, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo memastikan pihaknya menunda proses hukum peserta Pilkada. Hal ini berbeda dengan sikap KPK yang memilih meneruskan proses hukum. Sikap Kejaksaan Agung ini sama dengan langkah Polri yang diumumkan sebelumnya.

“Kejaksaan dan Polri selama proses berlangsungnya Pilkada kita untuk sementara tidak akan menangani kasus-kasus para Paslon (pilkada),” ujar Prasetyo di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (14/3) kemarin.

Meski begitu, kata Prasetyo, keputusan itu bukanlah keputusan kejaksaan sendiri namun sudah menjadi keputusan bersama dengan penegak hukum lain yakni kepolisian. “Jadi kita tidak perlu berbicara panjang lebar mengenai itu justru akan menimbulkan permasalahan baru. Itu tentunya akan menggangu proses penyelenggaraan pesta demokrasi,” kata dia.

Terpisah, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menegaskan, kepolisian akan menunda proses hukum Cakada yang telah resmi terdaftar sebagai peserta Pilkada 2018. Proses hukum akan dilanjutkan setelah tahap pemungutan suara dan pengumuman pemenang Pilkada selesai.

Hal itu ditegaskan Tito saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/3/2018). “Kalau Polri, posisinya sudah jelas. Saya sudah memerintahkan jajaran kepolisian untuk menunda penyidikan untuk para calon-calon kepala daerah yang ikut dalam Pilkada, yang telah ditetapkan oleh KPUD,” ujar Tito.

Tito menjelaskan, penundaan tersebut bukan berarti Polri mengesampingkan proses penegakan hukum. Penundaan proses hukum merupakan upaya Polri untuk menghormati proses demokrasi yang sedang berjalan dan menghindari adanya tuduhan politisasi. Selain itu, Polri juga menghindari proses hukum yang berpotensi menguntungkan pasangan lain yang berkontestasi. hud, mer, dit, kcm

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry