Tampak Ahok dalam sidang. (FT/BBCI)

JAKARTA|duta.co – Kubu Ahok terus berupaya ada penangguhan penahanan. Tetapi, kubu sebaliknya juga berusaha memutup harapan itu.  Putusan majelis hakim dua tahun penjara atas kasus penodaan agama terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sudah memenuhi rasa keadilan masyarakat khususnya umat Islam yang merasa agamanya dinistakan.

Dengan demikian diharapkan putusan ini akan menimbulkan efek jera agar tidak ada lagi penistaan terhadap agama khususnya agama Islam dan kitab suci Alquran.

Menurut Ketua Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), Fadli Nasution, tidak ada tekanan atau intervensi dalam pengambilan putusan perkara Ahok. Vonis sudah sesuai dengan hati nurani majelis hakim, karena perkara ini murni pidana bukan pilkada.

“Tindakan jaksa yang langsung melaksanakan putusan pengadilan dengan melakukan penahanan kepada Ahok juga patut diapresiasi. Ini sebagai wujud dari penegakan supremasi hukum,” kata Fadli, Jumat (12/5/2017).

Majelis hakim telah memvonis Ahok bersalah melanggar Pasal 156a KUHP dengan ancaman maksimal lima tahun penjara, karena itulah Ahok sebagai terdakwa yang selama persidangan tidak ditahan. “Maka demi hukum seketika putusan dijatuhkan wajib dilakukan penahanan,” ujar Fadli.

Menurutnya, jaksa hanya melaksanakan putusan pengadilan bukan eksekusi putusan karena masih ada upaya banding sehingga belum berkekuatan hukum tetap. “Harus dibedakan antara melaksanakan dengan mengeksekusi putusan pengadilan,” lanjutnya.

Ditambahkan Fadli, pengadilan tinggi yang memeriksa perkara banding Ahok, tidak mempunyai alasan hukum untuk menangguhkan penahanan Ahok kerena telah sesuai dengan prosedur yang diatur dalam Pasal 197 (1) KUHAP. “Dasar hukumnya sama KUHP dan KUHAP yang belum diubah, masa penerapannya berbeda,” pungkasnya. (jk/rmol,rep)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry