STATUS ASET: Ronald Tallaway, salah satu kuasa hukum ketiga saksi saat menunjukkan surat dari mantan Gubernur Jawa Timur Basofi Sudirman terkait status aset Gelora Pancasila. Duta/Henoch Kurniawan

SURABAYA | duta.co – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim menetapkan status cekal terhadap tiga orang yang diduga mengetahui dugaan penyalahgunaan aset Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, yakni Gelora Pancasila. Mereka diantaranya, Prawiro Tedjo, Ridwan Soegijanto dan Wenas Panwell. Ketiganya adalah pengusaha.
Namun, kuasa hukum ketiga orang yang masih berstatus saksi tersebut, Ronald Tallaway menyayangkan penetapan status cekal itu. Menurutnya, Kejati Jatim sangat terburu-buru dalam menyikapi kasus ini. Pasalnya, ketiga kliennya tersebut baru dua minggu lalu menjalani pemeriksaan. Itupun dalam hal pengumpulan bahan keterangan (pulbaket).
“Saya akan berkirim surat ke Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk meninjau kembali penetapan status cekal terhadap klien kami,” katanya, Sabtu (24/2/2018).
Ronald dengan tegas menyatakan bahwa, pencekalan yang dilakukan Kejati Jatim ini tidak prosedural. Pasalnya, saat ini perkara gedung Gelora Pancasila yang ada di Jalan Indragiri ini masih dalam kasasi di Mahkamah Agung. Kasasi ini dalam sengketa perdata.
“Nah, kan tidak bisa satu perkara perdata dan itu belum selesai kemudian di perkarakan secara pidana. Kita tidak tahu ada masalah apa ini. Kalau korupsi, yang mana. Pemerintah tidak dirugikan, justru klien kami yang dirugikan,” ujarnya sedikit bertanya.
Belum lagi nama-nama kliennya yang dicekal tersebut diumumkan secara terbuka. Padahal, kata dia, nama saksi ketika dia dikenakan status cekal harusnya disamarkan. Pengumuman nama secara terbuka itu dianggap merugikan nama baik ketiga saksi.
“Kami memiliki sejumlah bukti yang lengkap bahwa aset gedung Gelora Pancasila itu bukan milik Pemkot Surabaya. Pemkot Surabaya sudah memperkarakan aset gedung ini sejak 1995 lalu dan selalu kalah. Ketika kami ingin mengurus sertifikat, pemkot menggugat lagi. Akhirnya sertifikat tanah tidak jadi-jadi karena masih sengketa,” keluh Ronald.
Bukti-bukti yang sudah disiapkan diantaranya, surat dari wali kota Surabaya perihal tanah lokasi di Gelora Pancasila. Dalam surat yang keluar di tahun 1994 itu menyebutkan, gedung Gelora Pancasila yang ada di Jalan Indragiri Nomor 6 Surabaya bukan aset Pemkot Surabaya.
Surat ini dengan surat Gubernur Jatim Basofi Sudirman di tahun yang sama. Surat itu menyebutkan, gedung Gelora Pancasila bukan aset Pemprov Jatim. Biaya pembangunan gedung juga dari dana masyarakat.
“PT Setia Kawan Abadi (Prawiro Tedjo, Ridwan Soegijanto, Wenas Panwell) beli gedung Gelora Pancasila dari Yayasan Gelora Pancasila. Ini swasta. Jadi jual beli antar swasta. Mana sisi korupsinya,” tandas Ronald.
Terpisah, menanggapi keberatan kuasa hukum ketiga saksi tersebut, Asisten Pidana Khusus (Aspidus) Kejati Jatim Didik Farkhan Alisyahdi mengatakan bahwa Gugatan PTUN atau perdata yang merka ajukan adalah hal yang berbeda dengan tindak pidana korupsi.
“Dalam kasus gelora Pancasila ada dugaan perbuatan melawan hukum yang mereka lakukan dan telah menimbulkan kerugian negara. Inilah korupsi. Perkara korupsi itu sifatnya extra ordinary crime, yang harus didahulukan. Dapat mengeyampingkan TUN atau perdata,” ujar mantan Kajari Surabaya ini.
Atas lahan itu, Pemkot telah memiliki hak pakai dengan sertifikat keseluruhan termasuk lapangan Thor. Lalu kejaksaan menilai ada beberapa orang melakukan perbuatan melawan hukum mengakibatkan sebagian lahan itu dihapuskan dan beralih ke pihak swasta.
“Ada kerugian negara yang nilai besar dalam perkara ini. Kita sudah memiliki bukti-bukti perbuatan melawan hukum yang mereka lakukan. Soal pencekalan, kita melaksanakan salah satu kewenangan dan tidak irasional. Kalau tidak dicekal mereka bisa kabur ke luar negeri kapanpun,” tambah Didik. eno

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry