JAKARTA | duta.co  – BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) dan FI (Filantropi Indonesia) menggandeng ulama, pegiat zakat, akademisi dan para pegiat filantropi di Indonesia untuk menginisiasi perumusan Fiqih Zakat on SDGs. Fiqih ini akan menjadi legitimasi teologis yang jelas mengenai penggalangan, pengelolaan dan pendayagunaan zakat untuk mendukung program-program terkait SDGs. Fiqih Zakat ini diharapkan bisa menjadi panduan bagi pengelola zakat dan muzakki dalam menggalang, mengelola dan mendayagunakan zakat untuk mendukung program-program terkait SDGs.

Pengalaman masukan dan saran dari para ulama, akademisi, pegiat zakat dan filantropi dalam perumusan Fiqih tersebut salah satunya dilakukan dalam acara Philanthropy Learning Forum 18 dengan tema Merumuskan Fiqih Zakat on SDGs di Kantor Kementerian Agama, Rabu (26/7). Acara ini menghadirkan empat pembicara yaitu KH Masdar Farid Masudi (Anggota BAZNAS), Prof. Dr. Hasanuddin Abdul Fatah (Ketua Komisi Fatwa MUI), M Maksum (Dosen UIN Syarif Hidayatullah) dan Suzanty Sitorus (Sekretaris Badan Pengurus Filantropi Indonesia/FI).

 

Komisioner BAZNAS Masdar Farid Masudi mengatakan, BAZNAS meyakini peran zakat menjadi hal yang strategis dalam mendorong pelaksanaan SDGs di berbagai belahan dunia khususnya dunia Islam. Dari ke-17 point SDGs, secara garis besar gerakan zakat berfokus pada 11 isu yaitu pemberantasan kemiskinan, menghapuskan kelaparan, peningkatan kualitas kesehatan, pemberian pendidikan yang layak, kesetaraan gender, air bersih dan sanitasi, energi, pertumbuhan ekonomi, mengurangi kesenjangan, perubahan iklim, dan kemitraan.

Untuk mengoptimalkan pelaksanaannya, perlu diatur garis-garis acuan yang mendukung pembangunan global namun tetap berada pada koridor syariah. “Dalam kontribusi zakat untuk tujuan pembangunan global, perlu dibangun jembatan yang menghubungkan fiqih pemberdayaan zakat yang dikembangkan berdasarkan asnaf dengan gagasan pembangunan yang dikembangkan oleh SDGs,” katanya.

 

Suzanty Sitorus, Sekretaris Badan Pengurus Filantropi Indonesia, mengatakan bahwa potensi zakat untuk menyukseskan SDGs di Indonesia sangat besar, mengingat mayoritas warganya adalah umat Islam dengan tingkat kesadaran berzakat yang cukup tinggi.

“Potensi zakat indonesia juga cukup besar, diperkirakan Rp 200 triliun, meski realisasi penggalangannya secara terorganisir baru mencapai Rp 5 triliun per tahun,” katanya.

Untuk mengembangkan potensi zakat ini, secara khusus, pemerintah mendirikan lembaga nonstruktural bernama Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang diberikan wewenang untuk melakukan pengelolan zakat secara nasional. Pemerintah juga mendorong dan memfasilitasi keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan zakat melalui Lembaga Amil Zakat (LAZIS).

“Zakat dan SDGs akan dapat bersenergi karena keduanya memiliki tujuan yang sama. Pemerintah dan ulama juga juga mendukung pendayagunaan zakat untuk mendukung pencapaian SDGs. Hal ini tergambar dari salah satu fatwa Majelis Ulama Indoensia (MUI) yang menyatakan bahwa harta zakat, infaq, sedekah, dan wakaf dapat didayagunakan untuk pembangunan sarana air bersih dan sanitasi, sebagai salah satu tujuan SDGs,” katanya.

 

Agar zakat bisa berperan optimal dalam penguatan SDGs, Suzanty memandang perlunya dukungan atau legitimasi teologis dalam bentuk fatwa yang jelas mengenai boleh tidaknya penggalangan dan pendayagunaan zakat untuk mendukung program-program terkait SDGs.

Fatwa tersebut diperlukan mengingat Zakat merupakan salah satu bentuk sumbangan keagamaan yang penggalangan, pengelolaannya dan pendayagunaannya diatur secara secara khusus dalam fiqih zakat. Dibanding jenis sumbangan lainnya, zakat juga punya beberapa kekhususan dan keterbatasan. Proses, mekanisme dan tahapan penggalangan, pengelolaan dan pendayagunaan zakat diatur dalam fiqih zakat. “Di sinilah muncul tantangan terkait dengan prinsip SDGs yang sifatnya inklusif dan program-program SDGs yang secara eksplisit tidak disebut dalam fiqih zakat,” katanya.

Tantangan lainnya adalah bagaimana memberikan justifikasi saat mempromosikan program-program SDGs ini kepada muzaki (pembayar zakat) agar mereka bersedia menyalurkan zakatnya untuk mendukung program-program tersebut. Tantangan dan persoalan persoalan tersebut dapat diatasi dengan perumusan Fikih Zakat on SDGs yang melibatkan ulama dan pegiat zakat. (hud)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry