Oleh: SOETANTO SOEPIADHY
DI USIA Kemerdekaan ke 72 ini, banyak yang belum tahu adanya generasi milenial dan generasi Z. Jadi di negeri ini ada generasi milenial, ada generasi Z. Dan kini generasi Z sudah mengucapkan selamat tinggal kepada generasi milenial. Generasi Z adalah generasi yang dalam kesehariannya bergelut dan menyatu dengan internet. Karena memang mereka lahir setelah ada internet. Mereka pun biasa disebut generasi internet, dan cenderung tak begitu suka nonton TV apalagi baca koran. Mereka punya akun tapi bukan Facebook dan Twitter. Dua akun ini dianggap medsosnya orang tua, sudah ketinggalan zaman. Mereka biasanya punya akun Instagram, Path, atau Line. Dari ketiga medsos inilah mereka mendapat banyak informasi dan berita terbaru. Yang paling mereka suka platform Instagram untuk mencari informasi. Biasanya lewat video-video singkat atau gambar-gambar infografik yang berisi pengetahuan baru.
Jumlah populasi generasi Z di Indonesia diprediksi BPS pada 2010 mencapai 28,8 persen. Saat ini, mungkin generasi Z ada sekitar 75 sampai 100 juta orang. Jumlah ini akan terus membengkak, tak ada yang bisa menghentikan. Lalu, kita dan para penyelenggara negara, sudah siapkah dengan kehadiran mereka? Ya harus siap. Banyak yang bisa dilakukan. Yang penting, jangan menganggap mereka sebagai generasi yang membebani, tetapi aset utama negara untuk menjadikan Indonesia maju dan kuat di tengah percaturan dunia internasional. Karena generasi Z terdiri orang-orang terdidik yang berprestasi, biasa berpikir pragmatis dengan sikap selalu berpandangan optimis.
Tidak perlu terlalu jauh mempertanyakan apa yang akan terjadi dengan generasi Z di tahun 2045 nanti ketika Indonesia satu abad. Tapi apa yang perlu dilakukan bagi mereka mulai sekarang dalam menapaki tahun-tahun berjalan yang tersisa 28 tahun ini. Menjadi penting, karena mereka generasi Z yang lahir setelah medio 1990-an ini memiliki ciri khasnya: pragmatis dan optimis. Itulah karakter mereka, yang tidak lahir dari ruang kosong. Tetapi dari pergulatan keseharian mereka di tengah masyarakat.
Revolusi Politik
Dengan karakter itu, dalam urusan yang bersinggungan dengan politik, mereka suka bersikap pragmatis. Karena mereka sangat percaya diri dan rata-rata lebih hebat dari para pemuda generasi sebelumnya. Dengan kemerdekaan cara berpikirnya, mereka memiliki model sendiri dalam mencintai negara-bangsanya.
Yang menarik, generasi Z ini terbukti telah melakukan revolusi politik di pentas nasional dengan seleranya anak muda, seperti: membangun nasionalisme lewat cara-cara menyenangkan (fun), berguna, dan inovatif. Artinya bukan nasionalisme yang sempit, karena mereka sangat menghargai hak-hak rakyat, ingin selalu membahagiakan dan memberdayakan mereka. Dengan kepandaiannya berinternet, mereka merasa berkewajiban menjadikan negara-bangsanya sebagai negara-bangsa modern dan maju di era mondial ini.
Daulat Rakyat
Bagi anak muda kekinian—anak muda generasi Z—menjadi seorang nasionalis itu harus dimulai dari melakukan hal-hal yang tampak kecil tapi bermanfaat. Seperti, mereka suka mendirikan komunitas independen sesuai hobi, membangun gerakan solidaritas, menata kota agar nyaman dan ramah lingkungan, dan melakukan bisnis berbasis daring di media sosial.
Sistem politik pragmatis itu mereka lakukan bukan karena tiadanya konsep kebijakan politik negara yang dibuat untuk memberdayakan dan memfasilitasi anak muda, tetapi lebih karena sesuai dengan ciri khas mereka. Karena itu, ketika para elite bertarung berebut kepentingan, mereka tidak terpengaruh. Bagi mereka—dengan caranya sendiri—pokoknya rakyat tidak boleh miskin. Harus ada keadilan. Rakyat harus berdaulat. Karena daulat rakyat daulat kaum muda. Dan itu dilakukan dengan jiwa muda mereka yang merdeka dan gembira tanpa beban.
Dengan demikian, “Apa yang salah dengan karakter generasi Z itu?” Jawabnya, tidak ada yang salah. Bahkan terbentuknya karakter mereka tak ada kaitan sama sekali dengan kesalahan Orde Baru yang membuat banyak anak muda jadi apolitis.
Kini menginjak 72 tahun usia kemerdekaan, negeri ini dihadapkan fenomena kaum muda yang cenderung berpolitik pragmatis. Model politik yang selalu distigma buruk. Yaitu, berpolitik dengan berpindah-pindah partai politik, mana yang paling menguntungkan. Itu dilakukan cuma untuk meraih kekuasaan atau mendapatkan rente. Tak jarang, mereka bekerja sama dengan yang berideologi berlawanan. Banyak dari mereka tidak memiliki visi tentang kemaslahatan bersama, hanya berorientasi kepentingan pribadi untuk mencari uang.
Tetapi politik pragmatis generasi Z kebalikan dari itu semua. Mereka kebanyakan tidak terjun langsung ke dunia politik. Mereka lebih banyak berpikir dan berbuat pragmatis serta bersikap optimis bagi kepentingan membela rakyat dan memajukan negerinya. Terbukti banyak keberhasilan yang mereka capai. Maka sebagai generasi internet, berarti generasi Z telah melakukan aksi-sukses sebuah revolusi politik.***
 
*Soetanto Soepiadhy adalah Staf Pengajar Fakultas Hukum Untag Surabaya dan Pendiri “Rumah Dedikasi” Soetanto Soepiadhy.

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry