SIDOARJO | duta.co – Tiga tempat usaha produksi makanan ringan jenis mie, sisa dari pabrik yang tidak layak dikonsumsi, digerebek polisi. Apalagi makanan anak-anak itu sudah merambah hampir semua daerah. Makanan yang menjadi kegemaran anak-anak ini ternyata berbahan baku mi sortiran yang biasa dipakai ternak bebek. Ketiga perusahaan itu mengolahnya menjadi makanan kesukaan anak-anak dan dijual ke berbagai toko dan warung di Sidoarjo, bahkan sampai luar kota.
Tentu saja, jenis makanan ini tidak memiliki ijin edar, ijin pengolahan makanan dari Balai POM. Karenanya, pihak Satreskrim Polresta Sidoarjo langsung menggerebek karena dikhatirkan dampaknya semakin luas.
Ketiga tempat usaha yang tidak berijin edar dan pengolahan dari BPOM itu, milik H Bashori (42) warga Desa Keret Kec. Krembung, Ali Murtado (37) dan M. Basori (49) keduanya warga Desa Gampang Kec. Prambon.
Menurut Kasat Reskrim Polresta Sidoarjo, Kompol Muhammad Harris, ketiga tempat usaha itu memproduksi snack berbahan mie sisa produksi pabrik yang sudah tak layak dikonsumsi.
“Mie itu bisa keluar dari pabrik, rekomendasinya hanya melayani untuk pakanan ternak hewan, seperti bebek. Akan tetapi oleh ketiga pelaku diolah jadi makanan anak-anak,” katanya Jumat (2/06/2017).
Harris menjeaskan, ketiga pemilik usaha itu mengambil bahan baku berupa mie sisa produksi dari pabrik PT KAS Gresik. Tapi oleh ketiganya diolah dengan diraciki bumbu rica-rica, balado, krispi dan lainnya, kemudian di pasarkan ke luar kota dan sekitar Sidoarjo.
Snack mie yang tidak memenuhi standart dan kesehatan makanan tersebut oleh pelaku diberi merk ‘Mie Mickey Joss’ dan ‘Mie Sedap Cha Cha’. “Saya menghimbau kepada masyarakat untuk lebih dalam memilih dan mengkonsumsi makanan, terutama untuk anak-anak,” imbuhnya.
Dia menyebutkan omset produksi dan jualan ketiga pelaku yang sudah beroperasi 9 tahun lumayan besar. Perbulannya mencapai sekitar Rp12 juta. “Pertahunnya mendapatkan Rp244 juta. Jumlah itu dikalikan selama 9 tahun, sudah mencapai miliaran rupiah,” rinci Harris.
Dalam kasus tersebut , ketiga pelaku dijerat dengan Pasal 134 UU RI no 18 tahun 2012 tentang pangan. “Pelaku terancam pidana penjara dua tahun atau denda paling besar Rp4 miliar,” pungkasnya. (yan)