Surga belanja, jika tidak diatur ternyata mereka cenderung mengabaikan adzan. (FT/sauditauhidsunnah)

JEDDAH | duta.co – Jarang yang paham, bahwa, selama ini penutupan toko-toko saat salat lima waktu di Arab Saudi, bukan lantaran kesadaran, melainkan tekanan aturan. Kini, begitu dilakukan perubahan aturan, banyak pengusaha protes.

Akhirnya, kewajiban menutup toko selama waktu salat wajib menjadi perdebatan di kalangan para pakar di Arab Saudi. Sejumlah pakar menilai, keputusan tersebut harus dipertimbangkan kembali. Diantara pertimbangannya beberapa pabrik kehilangan banyak uang karena jeda saat operasi berhenti sebanyak lima kali setiap hari itu.

Tetapi, padangan ini banyak ditentang. Para penguasa masih bersikeras bahwa pabrik yang (katanya) kehilangan banyak uang ternyata juga tidak menimbulkan masalah bagi mereka.

Salah satu pakar, Dr Fahd Al-Anazi, yang juga anggota Dewan Syura Saudi, mengatakan, pertokoan sebaiknya hanya tutup pada saat salat Jumat. Pada hari-hari lain, mereka tidak diharuskan oleh Syariah untuk melakukannya.

Dia berharap, agar pihak berwenang mempertimbangkan kembali keputusan yang mengharuskan setiap toko tutup pada waktunya setiap waktu salat. Karena menurutnya, hal itu merugikan ekonomi nasional sebanyak puluhan miliar riyal setiap tahunnya.

“Menutup toko empat atau lima kali sehari, kira-kira satu jam, itu merugikan, secara ekonomi. Selain itu, satu-satunya orang yang mendapat keuntungan dari keputusan ini adalah non-Muslim,” kata Al-Anazi, dilansir dari Saudi Gazette.

Beda lagi dengan Dr Abdullah Al-Maghlouth, anggota Asosiasi Ekonomi Saudi, meminta pihak berwenang mengecualikan pusat kesehatan, apotik, tempat pengisian bensin dan kantor maskapai penerbangan. Dia menekankan, bahwa fasilitas tersebut memberikan layanan penting kepada publik dan tidak boleh ditutup saat salat.

Tetapi bagi pekerja, kebijakan itu justru menguntungkan. Beberapa pegawai sektor pemerintah malah menggunakan waktu salat sebagai dalih untuk menyelinap keluar kerja dan membuang waktu di luar.

Shenan Abdullah, wakil ketua Komite Bisnis di kamar Dagang Saudi, sepakat bahwa keputusan penutupan saat salat tersebut harus dipertimbangkan kembali. Dia mengatakan, beberapa bisnis dan lembaga harus dikecualikan dari keputusan tersebut.

Sementara Dr Abdul Wahab Al-Qahtani, profesor ekonomi di King Fahd University of Petroleum and Minerals, mengatakan bahwa fatwa yang mendesak orang untuk menutup toko mereka untuk salat dikeluarkan lebih dari tiga dekade yang lalu dan didasarkan pada pendapat pribadi syeikh yang mengeluarkan saat itu.

“Tidak ada teks Syariah yang mengamanatkan penghentian pekerjaan selama salat,” kata Al-Qahtani.

Abdulaziz Al-Omran, seorang investor yang memiliki sebuah pabrik, mengatakan, berhenti bekerja selama waktu salat memiliki dampak negatif pada penghasilan. “Kita harus tahu bahwa bekerja selama waktu salat tidak mempengaruhi kesucian salat, kita adalah masyarakat religius,” katanya.

Namun demikian, seorang pakar ekonomi, Saud Al-Hamid, mengatakan, beberapa penelitian telah membesar-besarkan kerugian akibat keputusan tersebut. Dia percaya, bahwa menutup toko saat salat bukanlah sesuatu yang wajib dilakukan dalam Syariah, namun merupakan sesuatu yang terpuji karena memberi waktu kepada orang yang beriman untuk melakukan salat wajib tepat waktu. Kalau disebut ada kerugian, itu omong kosong.

Selain Arab Saudi, Qatar juga telah mengesahkan undang-undang yang memaksa semua toko, kafe, restoran, mall, kantor dan bahkan klinik untuk menutup selama 90 menit selama salat Jumat. Bedanya Qatar tidak mengharuskan setiap salat 5 waktu.

Bagi outlet komersial yang tidak menutup kegiatan bisnisnya selama 90 menit saat salat Jumat akan menghadapi denda hingga 10.000 riyal Qatar (Rp 35,3 juta). Begitulah isi undang-undang baru (Nomor 5 tahun 2015 memperkuat hukum yang ada No. 3 tahun 1975) yang ditandatangani oleh Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani. (em,rol)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry