Tampak Mendikbud Muhadjir Effendy saat memberikan penjelasan di depan insan pers. (FT/PIKIRANRAKYAT)

JAKARTA | duta.co – Pemerintah sedang mematangkan program lima hari sekolah (LHS) yang digagas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Kebijakan itu dinilai pararel dengan visi revolusi mental Presiden Joko Widodo, yakni berorientasi pada pendidikan karakter melalui maksimalisasi peran guru lebih luas dalam pendidikan. Meski sempat pro-kontra, tetapi, Presiden Jokowi kabarnya terus berupaya memahamkan tentang pentingnya pendidikan karakter ini.

Ketua Umum PP Pemuda Muhammdiyah Dahnil Azhar Simanjuntak mengatakan, rumor yang menyebut ada pertengangan antara Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) terkait program LHS, tidaklah benar. Sejauh ini Muhammadiyah hanya mendukung usulan pemerintah yang memang terlihat adil dan berkeadilan.

“Muhammadiyah mendukung kebijakan Mendikbud itu, karena menganggap kebijakan tersebut pararel dengan visi revolusi mental Presiden Joko Widodo, yakni berorientasi pada pendidikan karakter melalui maksimalisasi peran guru lebih luas dalam pendidikan,” demikian disampaikan Dahnil Azhar, Rabu (28/6/2017).

Bahwa kemudian kebijakan itu ditarik ke tingkat Perpres, untuk menyatukan persepsi sekaligus mendiskusikan persoalan LHS dengan berbagai ormas, ini sangatlah baik. Namun, jangan sampai hanya dua organisasi saja yakni Muhammadiyah dan NU yang dilibatkan, melainkan ormas-ormas lainnya juga penting didengar aspirasinya. Perlu juga organisasi agama lain seperti Persis atau dari Katolik, Kristen dan organisasi lain sehingga didapat masukan dari berbagai pihak.

Menurutnya, Muhammadiyah memandang bahwa persoalan pendidikan yang belum terselesaikan saat ini adalah persoalan karakter. Dengan program LHS yang akan lebih diperkuat dalam membina karakter, maka upaya perbaikan sistem pendidikan ini tidak salah.

“Terlebih dengan upaya pemerintah membuat peraturan presiden (Perppres) untuk program Kemendikbud, justru bisa memperlihatkan bahwa pemerintah memang sangat serius memajukan pendidikan di Indonesia,” kata Dahnil.

Program LHS yang diusung Kemendikbud awalnya mendapat banyak tanggapan miring. Sebab, jika program ini dilakukan, dikhawatirkan banyak sekolah swasta, terutama diniyah akan terganggu. Untuk itu perlu ada tinjauan kembali bagaimana program ini bisa dimanfaatkan oleh semua pihak, baik sekolah swasta maupun diniyah. Dengan begitu LHS justru akan menjadi penguatan diniyah.

Seperti disampaikan Pengamat pendidikan Surabaya, Isa Ansori, agar Mendikbud Muhadjir Effendy memberikan penjelasan tuntas soal program LHS tersebut. “Masalah LHS ini, bukan persoalan setuju atau tidak setuji, tetapi lebih pada soal efektif atau tidaknya. Jika sekolah enam hari tidak efektif, maka, akan lebih baik lima hari sekolah, tetapi efektif,” jelasnya kepada duta.co.

Di sisi lain, Isa menilai positif  jika, mengingat beban mengajar guru menjadi tertutupi, sampai 40 jam. Misalnya, kerja guru pendampingan yang, selama ini tidak diakui dalam pemenuhan jam mengajar, dengan Permendikbud ini, menjadi diakui.

Lagi pula, jelas Isa, lima hari sekolah (LHS) itu berbeda dengan full day school (FDS). FDS hanya berisi mata pelajaran, sedangkan LHS ada tambahan pelajaran sebagai penguatan pendidikan karakter. “Ini bagus. Tetapi, walaupun program itu baik, kalau tidak disosialisasikan dengan baik, maka, hasilnya juga tidak baik. Ini masalah komunikasi saja, sehingga tidak boleh tergesa-gesa,” tegasnya.

Ia kemudian menyontohkan implementasi Kurikulum 2013 (K-13). Pada saat itu, semua menentang, tetapi, bukan berarti menolak. Setelah mendapat penjelasan tuntas, toh akhirnya semua bisa memahami bahwa K-13 memiliki keunggulan tersendiri. (rep,ekp)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry