ASING ‘BERKUASA’: Tanggal 25 Novemer 2016, dua bendera RRC berkibar di dermaga dan kompleks smelther PT Wanatiara Persada (anak perusahaan PT Jinchun Group dari China) di Pulau Obi, Provinsi Maluku Utara. Bendera di dermaga diturunkan TNI AL, bendera di PT Wanatiara diturunkan pengamanan pabrik setempat setelah diprotes.(ist)
ASING ‘BERKUASA’: Tanggal 25 Novemer 2016, dua bendera RRC berkibar di dermaga dan kompleks smelther PT Wanatiara Persada (anak perusahaan PT Jinchun Group dari China) di Pulau Obi, Provinsi Maluku Utara. Bendera di dermaga diturunkan TNI AL, bendera di PT Wanatiara diturunkan pengamanan pabrik setempat setelah diprotes.(ist)

Menko Maritim: Jepang, Singapura Sudah Minta

JAKARTA-Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, negara asing bisa saja membuka lahan ekonomis di pulau terpencil dan belum bisa dijamah oleh Indonesia. Menurut dia, hal ini bisa meningkatkan perekonomian masyarakat di sana.

Luhut mengatakan, hal ini bisa dilakukan mengingat masih ada sekitar 4.000 pulau di Indonesia yang masih belum dikelola pemerintah. Namun, Luhut mengatakan, meski orang asing bisa melakukan hal ini, pemerintah tetap akan memproteksi agar kepemilikan tidak diklaim sepihak oleh warga asing tersebut.

“Singapura minta, Jepang minta di Morotai. Silakan saja bikin kampung sendiri di sana, tapi kita enggak akan pernah jual pulau itu. Kalau mau kasih nama ya suka-suka, tapi itu punya kita. Mendagri sudah mencatat dan sudah menetapkan garis batas,” ujar Luhut di Kantor Menko Maritim, Senin (9/1).

Luhut mengatakan, pemerintah tak memungkiri ingin membawa banyak turis ke Indonesia untuk mendapatkan tambahan pendapatan dan meningkatkan perekonomian negara. Sektor pariwisata menjadi salah satu sektor yang paling berpeluang dan cepat meningkatkan ekonomi negara.

“Tapi kita enggak mau juga kalau mereka mengendalikan negara kita. Kita akan perkuat pengawasan dan ada rule yang tidak bisa dilanggar oleh para warga negara asing,” kata Luhut.

Luhut mengatakan, kunjungan wisatawan luar pada 2016 saja sudah mencapai 12 juta lebih. Pemerintah masih optimistis masih bisa mencapai 20 juta wisatawan pada 2019 mendatang.

Dalam kaitan ini, pemerintah telah memberlakukan bebas visa termasuk kepada turis China. Fakta di lapangan saat ini banyak warga negara China yang bekerja secara ilegal di Indonesia. Puluhan perempuan China yang praktik sebagai pekerja seks komersial (PSK) pun banyak ditangkap akhir-akhir ini.

Namun, Presiden Joko Widodo baru-baru ini menampik isu ada puluhan juta TKA China yang berada di Indonesia. Ia menyebut saat ini hanya ada sekira 21 ribu TKA China di Indonesia. “Ini harus dijawab. Dari China ada 10 juta, 20 juta, itu yang hitung kapan. Hitungan kita hanya 21 ribu sangat kecil,” katanya Jumat (23/12/2016).

Ia mengatakan masuknya TKA China secara berbondong-bondong tidak mungkin terjadi. Sebab, gaji di China jauh lebih besar dibandingkan di Indonesia. Jokowi pun meminta masyarakat tidak menyebarluaskan informasi tak berdasar yang menyebabkan kegaduhan.

MALUKU ‘RASA’ CHINA: Di kompleks smelther PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Morowali, Sulawesi Tengah, jalan-jalan juga dinamai kota di China, seperti Jl Beijing dan Jl Shanghai, dan sempat jadi viral di Medsos.(ist)

16 Pulau Sudah Dikelola Asing

Kembali ke pulau terpencil, sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Abdul Halim sudah mengatakan sedikitnya, ada 16 pulau dan gugusannya di Indonesia yang telah dikuasai asing sejak 2014.

“Fakta ini menunjukkan bahwa praktik privatisasi dan komersialisasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil masih terus berlangsung. Padahal Mahkamah Konstitusi telah menafsirkan bahwa kedua praktik ini melawan konstitusi, yakni Pasal 28 dan 33 UUD Tahun 1945,” ujar Halim dalam keterangannya, Rabu (7/10/2015) silam.

Pusat Data dan Informasi KIARA, sambungnya, menemukan fakta bahwa 16 pulau yang dikuasai asing dan tidak bisa diakses tanpa izin tersebar di DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Kalimantan Barat.

“Lima pulau kecil sudah dikelola oleh investor pada tahun 2014 dengan nilai investasi Rp3,074 triliun. Lima pulau akan direalisasikan pada tahun 2015 dan enam pulau dalam penjajakan,” tuturnya.

Lebih parah lagi, kata dia, UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil mengatur bahwa pemanfaatan pulau-pulau kecil dan pemanfaatan perairan di sekitarnya dalam rangka penanaman modal asing harus mendapat izin Menteri (Pasal 26 A Ayat 1).

“Ironisnya, juga disebutkan bahwa penanaman modal asing sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) harus mengutamakan kepentingan nasional,” tegasnya. Dia pun menilai logika berpikir para pengambil kebijakan di Indonesia tidak masuk akal. Menyandingkan penanaman modal asing dengan kepentingan nasional adalah bentuk kesesatan berpikir.

“Sebaliknya, kepentingan nasional akan dikebiri atas nama investasi. Dalam konteks inilah, Menteri Kelautan dan Perikanan harus mengajukan upaya revisi terhadap UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil di dalam Prolegnas 2016,” sambungnya.

Halim pun membeberkan hal itu, di dalam Nota Keuangan APBN 2015, Kementerian Kelautan dan Perikanan mendapatkan anggaran Rp6.726,0 miliar. Salah satu program kerja yang ingin dijalankan pada tahun 2015, adalah program pengelolaan sumber daya laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil di bawah Direktorat Jenderal Pengelolaan Sumber Daya Laut, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Lalu, pengelolaan pulau kecil juga tercantum di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Menindaklanjuti mandat ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah mendaftar sekitar 100-300 pulau potensial dan ditawarkan kepada investor.

Dan pada tahun 2016, Kementerian Kelautan dan Perikanan mendapatkan tambahan anggaran sebesar Rp5 triliun atau sebesar Rp15.801,2 triliun.

“Salah satu program prioritasnya adalah pengembangan ekonomi di pulau-pulau kecil terluar. Indikator kinerja yang dipatok adalah jumlah pulau-pulau kecil terluar yang difasilitasi pengembangan ekonominya sebanyak 25 pulau,” tutur Halim.

Munculnya Pasal 26A, kata dia, mempermudah penguasaan asing atas pulau-pulau kecil. Pasal 26A mengatur pemanfaatan pulau-pulau kecilm, dan perairan di sekitarnya dalam skema investasi penanaman modal dengan dasar izin menteri.

Sudah Diingatkan Walhi

Senada dengan KIARA, Walhi sejak September 2014 sudah mengingatkan bahwa 6.000 pulau kecil tidak berpenghuni di perairan Indonesia terancam dikuasai investor asing.

“Saat ini, kebijakan dan peraturan pemerintah memunculkan kasus yang menciptakan kerugian pada perekonomian negara, kerusakan  lingkungan dan konflik di masyarakat,” kata Pengampanye Pesisir dan Laut Walhi tahun 2014, Ode Rakhman, di Jakarta.

Walhi juga menyebut UU No 1 Tahun 2004 tentang perubahan UU No27 Tahun 2007 tentang PWP-PPK sebagai biangnya.  Walhi menyebut, Pasal 16 UU 1/2004 menegaskan pemanfaatan ruang perairan pesisir dan pulau-pulau kecil secara menetap. “Dalam undang-undang ini menegaskan peluang investasi asing untuk bisa menguasai pulau- pulau kecil dan perairan yang ada sekitarnya,” ujarnya.

Ia mengatakan saat ini sejumlah perusahaan mineral, minyak, gas dan pertambangan lainnya meminati dan berinvestasi di 20 pulau di Indonesia dan ribuan pulau kecil di perairan berpeluang diprovatisasi. “Pulau-pulau ini tidak berhuni dan tidak memiliki nama dan pulau-pulau inilah yang dapat dengan mudah diklaim oleh swasta dan negara lainnya,” ujarnya.

Menurut dia, dalam cacatan panjang sejarah Indonesia, ini merupakan kali pertama negara memberikan landasan hukum atas pengusahaan wilayah perairan pesisir dan pulau yang diperuntukan secara khusus kepada korporasi. “Proses awalnya yang mirip monopoli penguasaan sumberdaya alam di daratan yang syarat dengan investasi skala besar,” ujarnya.

Walhi saat itu berharap  pemerintahan baru ini yang dipimpin presiden terpilih Jokowi Widodo melindungi pulau-pulau kecil ini, dengan mencabut atau merevisi ulang perundang-undangan yang mengatur tentang investasi di pulau kecil dan pesisir.

“Kami berharap presiden terpilih untuk menghentikan peluang-peluang monopoli ruang wilayah pesisir oleh korporasi nasional dan asing dengan membatalkan Pasal 1 angka 18 dan 18A serta Pasal 26A UU No 1 Tahun 2004 tentang perubahan UU No 27 Tahun 2007 tentang PWP-PPK,” ujarnya.

Namun, nyatanya Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan bahwa asing punya kesempatan mengelola pulau terpencil agar masyarakatnya bisa berkembang. Mereka juga boleh menamai apa saja. Namun, pulau itu tetap milik Indonesia. ful, ntr, rol

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry