PONOROGO | duta.co – Belum usai penanganan korban longsor di Dukuh Tangkil, Desa Banaran, Kecamatan Pulung, kini masyarakat Ponorogo dikejutkan rekahan tanah di Desa Dayakan, Kecamatan Badegan. Hujan deras selama hampir lima jam di kecamatan terbarat Ponorogo itu mengakibatkan sebuah bukit di Desa Dayakan merekah.
Terdapat rekahan selebar 30 meter dengan kedalaman 3 meter, panjang ratusan meter. Akibatnya beberapa rumah warga, sekolah, dan masjid di desa tersebut rusak.
Proses retakan itu ditandai dengan bunyi gemuruh dari dalam tanah mulai Rabu malam (5/4) hingga Kamis pagi (6/4). Kepala desa setempat bersama TNI dan pihak kecamatan langsung mengecek lokasi saat terjadinya bunyi gumuruh pada Rabu malam.
Dari pemeriksaan itu diketahui ada retakan selebar 30 meter dengan kedalaman 3 meter dan panjang ratusan meter. Ada tiga titik rekahan yang teridentifikasi. Satu rekahan di titik atas di wilayah Lingkungan Salam dan Cepet , dan dua rekahan di titik bawah yaitu di Lingkungan Wonoboyo dan Pengkok.
Kepala Desa Dayakan Kateno mengatakan, gemuruh di wilayah perbukitan Dukuh Watu Agung , Desa Dayakan, sudah terdengar sejak pukul 17.00 WIB sore. Berselang lima menit penduduk melaporkan adannya tambahan rekahan.
“Untuk mengantisipasi potensi bencana yang lebih besar, maka 78 kepala keluarga dengan 269 jiwa kami minta mengungsi sementara, keluar dari lokasi tersebut. Mereka dilarang beraktivitas di wilayah itu baik untuk meladang maupun merumput,” terang Kades Dayakan.
Kejadian tersebut langsung dilaporkan kepadan BPBD ( Badan Penanggulangan Bencana Daerah ), agar segera dilakukan penelitian lebih lanjut.
Longsor Banaran Faktor Manusia
Sementara itu, penyebab bencana alam tanah longsor di Desa Banaran, Kecamatan Pulung, selain faktor alam, juga ditengarai oleh faktor manusia. Hal ini karena tata kelola lingkungan yang salah. Di mana Desa Banaran yang bergunung-gunung dan berbukit terlihat gundul.
Pegununungan yang termasuk curam justru ditanami tanaman semusim seperti jahe, singkong, jagung dan ketela. Sedangkan kaki bukit dialihfungsikan menjadi lahan basah dan ditanami padi. Demikian pendapat Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Ponorogo.
“Pemicu bencana longsor di Desa Banaran adalah adannya gerakan tanah , karena Banaran merupakan jalur patahan. Bencana menjadi lebih besar karena tanah setempat tidak ditanamai dengan tanaman keras yang berakar kuat yang berfungsi mengikat tanah. Namun beralih fungsi menjadi tegalan, dan kaki bukit ditanami padi,” terang Mina Yudit Sudyastuti, kepala Seksi Konservasi Sumber Daya Alam, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Ponorogo, kemarin.
Padahal, menurut Mina Yudith, tanaman padi membutuhkan air yang bisa masuk ke tanah dan memicu pergerakan tanah. Seharusnya tanah ditanami tanaman keras seperti duren, cengkeh rambutan sehingga bias meminimalisir bencana.
Untuk itu, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Ponorogo akan melakukan konservasi total di Banaran. Juga akan melakukan tata kelola lingkungan berbasis kebencanaan. Sedangkan konservasi dilakukan dengan melakukan penanaman semua wilayah Banaran dengan tanam keras.
Sementara itu Anton Arifi, penyuluh kehutanan Desa Banaran UPT Kementrian Kehutanan Propinsi Jawa Timur mengakui, sejak 2009 sudah menghimbau masyarakat Banaran untuk menaman tanahman keras agar mengikat tanah.
“Namun tidak diindahkan bahkan sering kali bantuan bibit tanaman keras yang diberikan dibuang ke sungai,” terang Anton, kemarin.
Menurut dia, saat ini ada sekitar 500 hektare lahan di Banaran yang beralih fungsi, dan yang masuk Perhutani hanya 0,20 hektare saja. Arif mengaku sempat bosan memberikan penyuluhan kepada masyrakat setempat karena sulit disadarkan. Meski begitu dirinnya terus melakukan penyuluhan demi menyadarkan masyarakat.
“Intinya sampai bosan, tapi terus saya berikan penyuluhan, walau bantuan bibit tanaman keras selalu dibuang ke sungai,” pungkasnya.
Hingga kemarin tim pencari korban yang dikoordinir oleh Basarnas, belum menemukan lagi korban yang tertimbun longsor setinggi 25 meter. Tiga dari 28 korban ditemukan pada hari kedua setelah kejadian, Minggu (2/4), dan 2 jasad ditemukan pada Senin (3/4).
Sektor pencarian yang semula ada zona A,B dan C kini ditambah menjadi empat dengan menambahkan zona D. Posko DVI yang semula berada di titik nol, juga digeser ke bawah di ibu kota kecamatan Pulung.
Pada hari keenam atau malam ketujuh, banyak posko yang menggelar peringatan tujuh hari, dengan pengajian dan istighotsah. Ini tampak di Posko NU Ponorogo dan Posko 4 Baguna DPC PDI P Ponorogo yang menggelar acara dengan waktu hampir bersamaan, Kamis malam ( 6/4). sna