ISLAMI: Angkatan Darat AS mengenakan kerudung. (IST)
ISLAMI, BERWIBAWA: Angkatan Darat AS mengenakan kerudung. (IST)

WASHINGTON | duta.co – Militer Amerika Serikat (AS) kini memberikan kebebasan kepada sejumlah wanita yang mengabdi sebagai seorang tentara untuk mengenakan hijab. Tak hanya soal hijab, penggunaan surban maupun jenggot juga ikut dilegalkan.

Dilansir independent.co.uk, Selasa (10/1/2017), regulasi ini telah mendapatkan persetujuan langsung dari Kesekretariatan Angkatan Darat, di mana para tamtama di level terbawah boleh menggunakan hijab maupun surban.

Meski demikian, penggunaan hijab maupun surban tersebut harus disesuaikan dengan seragam prajurit, serta tahan api. Aturan ini wajib dipatuhi dengan alasan apa pun.

Dalam memonya, Sekretaris Angkatan Darat AS Eric Fanning menyatakan, “Sejak 2009, telah muncul permintaan agar militer memberikan akomodasi bagi umat beragama ke dalam penggunaan seragam dan keimanan yang terdiri atas tiga praktik, yakni keharusan berhijab, jenggot serta penggunaan sorban.”

Atas dasar itu, seluruh komandan brigade diminta untuk menjalani peraturan baru ini dan memberikan kebebasan kepada seluruh prajurit untuk menggunakannya. Namun, sejumlah aturan teknis seperti penggunaan pelindung kepala tetap wajib dipatuhi.

“Semua prajurit harus memakai helm tempur lanjutan dan pelindung kepala lainnya sesuai dengan pedoman teknis yang berlaku. Jika diperlukan, tentara akan memodifikasi penempatan dan gaya rambut mereka untuk mendapatkan ukuran yang tepat. Penghapusan bantalan helm untuk ukuran atau kenyamanan tidak diizinkan kecuali diizinkan oleh pengguna teknis yang berlaku.”

Angkatan Darat AS, melalui juru bicara mereka menyatakan akan mematuhi aturan tersebut. “Angkatan Darat telah mengkaji kebijakan tersebut sekaligus memastikan memberikan prajurit memiliki kesempatan untuk melayani, terlepas apapun latar belakang agama mereka.”

 

Ribuan Muslimah Ikut Bela Diri

Sebelumnya dikabarkan, sejak Donald Trump memenangi Pilpres AS, ribuan wanita muslim mulai mengikuti latihan bela diri guna melindungi dirinya dari penyerangan Islamofobia yang dilaporkan meningkat terutama setelah pemilu.

Salah satu wanita muslim yang menjadi pelopor kelas bela diri adalah Rana Abdelhamid. Pekerja volunteer ini pada 2016 lalu jadi bahan perbincangan karena membantu para wanita muslim menemukan kekuatan dalam diri untuk melawan Islamofobia. Ia juga membuat seri fotografi berjudul “Hijabis of New York” untuk membantu meredakan stereotipe buruk tentang Islam.

Rana Abdelhamid juga dikenal sebagai pendiri Initiative Perempuan untuk Self-Empowerment (WISE) dan telah membuka kelas bela diri di tujuh kota Amerika. Saat ini dilansir dari WMOT, lebih dari 1.000 wanita muslim telah mendaftar untuk mengikuti kelas bela diri tersebut.

Dalam sebuah wawancara, Rana Abdelhamid mengatakan menurut data FBI, sejak 2015 kasus kejahatan kebencian di AS melonjak 67 persen. Angka itu terus naik selama proses pemilu pada akhir 2016.

 

Rana Abdelhamid juga menceritakan pengalaman ketika dirinya menjadi korban Islamofobia. “Saya ingat (ketika diserang dulu), dia pria yang lebih tinggi dari saya. Dia mengenakan bomber jacket dan berusaha menarik paksa jilbab saya. Dia menatap saya dengan kebencian,” kenangnya.

Untung saja Rana yang jago karate bisa melawan penyerang dna melarikan diri tanpa cedera fisik. Tapi setelah insiden yang mengejutkan itu, Rana kemudian memiliki ide menawarkan kelas bela diri secara sukarela. Dia melakukannya dengan mengetuk pintu masjid satu per satu untuk mengajak para hijabers belajar bela diri.

Dalam kelas bela diri yang dirikannya, Rana Abdelhamid mengajarkan beberapa teknik dasar ketika diserang mendadak orang tak dikenal di tempat umum. Salah satunya dengan menekuk dagu mereka, agar jilbab tidak mencekik leher ketika ditarik.

Banyak wanita muslim AS yang tertarik mempelajarinya. Mereka mengaku ikut kelas bela diri demi menjaga diri dan orang-orang yang dicintai. Seperti Mirriam Shah yang mengaku belajar bela diri tak hanya untuk melindungi dirinya tapi juga anak-anaknya. “Aku tidak takut, aku belajar ini untuk melindungi anak-anakku. Aku juga membawa dua putri kecilku (berusia 12 tahun dan 4 tahun) agar mereka juga bisa,” ujarnya.

 

Islamofobia Meningkat

Regulasi di tubuh Angkatan Darat AS yang membolehkan wanita muslim berhijab tentu menjadi angin segar di tengah kabar meningkatkan islamofobia di Negeri Paman Sam pasca terpilihnya Trump sebagai presiden baru. Sebelum pemilihan presiden AS, serangan terhadap muslim Amerika memang sudah tinggi. Situasi semakin memburuk sejak Trump mengalahkan Hillary Clinton.

Pada pekan awal November 2017 saja, pihak berwenang telah menerima banyak laporan terkait tindakan Islamofobia di beberapa tempat di Amerika Serikat. Dikutip dari Thinkprogress.org, setidaknya ada lima laporan yang berkaitan dengan tindakan kejahatan rasisme dan Islamofobia.

Di San Diego State University, seorang muslim dirampok dan mobilnya ikut dibawa lari oleh dua laki-laki yang membuat komentar tentang presiden terpilih Donald Trump dan komunitas muslim. Menurut pernyataan dari polisi kampus, tindakan tersebut merupakan serangan kejahatan rasial.

Di New York University, mahasiswa ,muslim menemukan bahwa pintu masuk ke musala telah dirusak dengan kata “Trump!”. Sementara itu, di San Jose State University, seorang wanita muslim dipaksa untuk melepaskan jilbabnya oleh seorang laki-laki. Pria tersebut menarik paksa jilbab yang dikenakan Muslimah ini hingga membuat ia tercekik. Akibatnya korban hampir terjatuh karena kehilangan keseimbangan.

Tindakan serupa juga terjadi di Albuquerque, New Mexico. Saat ini, pihak berwenang universitas sedang menyelidiki insiden tersebut.

Serangan anti-Islam juga dialami seorang wanita Muslim di sebuah pusat perbelanjaan. Ia melaporkan bahwa seorang wanita secara verbal dan fisik menyerangnya dan menarik jilbab yang ia kenakan sambil mengatakan bahwa saat ini jilbab tidak diperbolehkan lagi. idp, tpo

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry