)
Pengamat politik Islam, Dr Yon Machmudi. (FT/DOK)

JAKARTA | duta.co – Pesan Basuki (Ahok) Tjahaja Purnama, bahwa memilih (pemimpin red.) karena agama melawan konstitusi, mendapat reaksi banyak pihak. Meletakkan agama berhadapan dengan konstitusi dinilai sebagai nalar yang sesat. Karena demokrasi kita adalah Demokrasi Pancasila. Di mana Pancasila sebagai dasar negara, sila Ketuhanan berada pada posisi puncak.

“Dia lupa bahwa demokrasi kita adalah demokrasi Pancasila bukan demokrasi liberal ala Barat.  Demokrasi kita berdasarkan nilai-nilai ketuhanan,  kemanusiaan,  persatuan,  permusyawaratan dan keadilan sosial,” demikian disampaikan pengamat politik Islam, Dr Yon Machmudi kepada duta.co Minggu (12/02/2017).

Artinya, menurut Yon Machmudi,  antara persatuan,  kebhinnekaan dan ketuhanan tidak bisa dipisahkan. Kita tidak bisa menegakkan kebhinnekaan tetapi dengan cara merusak persatuan dan ketuhanan. Demikian juga nilai ketuhanan, tidak bisa ditegakkan dengan cara merusak persatuan.

“Sayangnya, gaya Ahok yang tidak mau melihat nilai-nilai luhur bangsa, ini didukung oleh partai penguasa. Padahal sikap itu bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan keindonesiaan.  Dia lupa kalau Indonesia ini bukan negara sekuler dan, bukan negara Islam. Tetapi negara yang dibangun oleh nilai-nilai ketuhanan. Jadi wajar kalau ada yang memilih berdasarkan agama sepanjang tidak menghina calon agama lain. Apalagi eksistensi partai-partai berdasarkan agama, juga dijamin oleh undang-undang dan tidak melanggar konstitusi,” tegas Yon yang juga dosen di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI) ini.

Jadi, pesan Ahok ini berbahaya. Agama sudah dianggap sampah, dan mengganggu konstitusi. Ini sama saja mengatakan orang beragama bertentangan dengan konstitusi. Kalau dia bicara di negara China, boleh jadi. Karena China negara tidak beragama, komunis. Tetapi, tidak untuk Indonesia.

Masih menurut Yon, sekarang ini ada upaya memaksakan demokrasi liberal masuk Indonesia. Pilihan berdasarkan preferensi agama, etnis dan kelompok dianggap bertentangan dengan demokrasi di mana tiap-tiap individu punya hak yang sama.

Nah dalam kasus Ahok ini, rupanya dia yakin betul bahwa menurut konstitusi tidak boleh ada diskriminasi karena agama, sehingga dia lawan semua hal yang berkaitan dengan pengaruh agama dalam politik kenegaraan. Dia melihat memasukkan agama ke rana politik ini sebagai penyebab diskriminasi.

“Ini menurutnya bertentangan dengan konstitusi.  Itu sebabnya dia ngotot tidak bersalah dalam kasus al Maidah 51 dan ingin membatalkan fatwa MUI,” tambah lelaki kelahiran Jombang ini.

Padahal, kalau kita mau merenung, bagaimana semangat para pejuang kemerdekaan RI dulu, maka, kita bisa merasakan suasana bathin mereka. Beliau-beliau justru mengakui peran penting Tuhan (Allah swt) sebagai penentu. Sehingga dalam preambul (pembukaan) UUD 1945 alenia terpatri dengan jelas, “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”

Seperti diberitakan media online tirto.id dan detik.com, bahwa, Ahok setelah kembali aktif menjadi gubernur DKI Jakarta ia mengimbau kepada para PNS untuk bersikap netral saat Pilgub DKI Jakarta. Aktifnya Ahok ditandai dengan penyerahan laporan nota singkat pelaksanaan tugas dari Plt. Soni Sumarsono kepada Ahok di Balaikota, Sabtu (11/2/2017).

Dalam sambutan tersebut, Ahok mengimbau agar para Pegawai Negeri Sipil (PNS) bersikap netral. Jangan gara-gara Pilkada, lanjut dia, masa depan Jakarta dikorbankan.

“Kalau berdasarkan agama saya tak mau berdebat, karena gara-gara itu saya disidangkan. Tapi kalau (Anda) milih berdasarkan agama, saya mau bilang kalau Anda melawan konstitusi,” ujar dia.

Tirto.id menggunakan judul, ‘Ahok: Kalau Memilih Berdasarkan Agama, Anda Melawan Hukum’, sementara detikcom lebih suka memakai judul, ‘Ahok: Memilih karena Agama Melawan Konstitusi’. (sov)

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry