KULIAH TAMU: Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Halim Alamsyah saat memberikan kuliah umum "Peran Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan, Pencegahan & Penanganan Krisis" di Aula Gedung FEB UNAIR Surabaya, Rabu (8/11). (duta.do/wiwik)

SURABAYA | duta.co – Melihat perkembangan ekonomi global dan dalam negeri hingga kuartal III  tahun 2017 ini, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) optimistis kredit perbankan tahun 2018 bisa lebih besar. Hingga akhir tahun ini, prediksi penyaluran kredit perbankan masih dibawah 10% yakni kisaran 9%.  BI sebelumnya merevisi pertumbuhan kredit menjadi hanya 8%-10% sampai akhir tahun.

Dalam laporan perekonomian dan perbankan Agustus 2017, LPS menyebut direvisinya pertumbuhan kredit ini karena lemahnya permintaan kredit. Penyebabnya pelaku usaha pada tahun ini masih berhati-hati dalam ekspansi. Selain dari faktor domestik dan global, penurunan target pertumbuhan kredit oleh BI ini karena dampak rencana dihapusnya relaksasi restrukturisasi oleh OJK.

Ketua Dewan Komisioner LPS, Halim Alamsyah mengatakan  kondisi likuiditas industri perbankan saat ini tengah dalam kondisi yang sehat meski penyaluran kredit masih seret.  Pada semester II-2017 beberapa sektor penyaluran kredit seperti investasi dan konsumsi masih menjadi penopang pertumbuhan kredit perbankan. Pemotongan anggaran lembaga dan pemerintah serta pertumbuhan ekonomi dari non migas pada semester dua juga diproyeksi akan mempengaruhi pertumbuhan kredit di akhir 2017

“Kinerja perbankan pada kuartal III lebih bagus karena indikasi kenaikan Dana Pihak Ketiga (DPK) kisaran 10% disbanding sebelumnya. Ini jadi satu bukti bahwasanya perekonomian makin membaik dan diharapkan berlanjut pada tahun 2018 mendatang,” jelasnya usai  memberikan kuliah umum “Peran Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan, Pencegahan & Penanganan Krisis” di Aula Gedung FEB UNAIR Surabaya, Rabu (0/11).

Halim Alamsyah menambahkan tentang banyaknya penutupan gerai ritel  bukan berarti adanya penurunan daya beli masyarakat dan penurunan ekonomi. Bisa jadi penyebabnya makin ketatnya persaingan bisnis ritel menyebabkan pengusaha ritel perlu melakukan perubahan pola dan mencari keseimbangan baru.

“Bisa jadi ada yang ditutup, kenyataannya ada juga yang justru buka di tempat lain. Banyak masyarakat yang lebih menahan untuk tidak berbelanja dan kalaupun berbelanja lebih selektif,” jelasnya.

Halim Alamsyah menambahkan perbaikan kondisi likuiditas perbankan terlihat dari rasio volume penyaluran kredit dan penerimaan dana atau Loan to Deposit Ratio (LDR) yang turun dari 89,47% menjadi 89,05% pada September 2017.

“Kami memantau kondisi likuiditas yang menjadi perhatian utama, secara umum likuiditas baik,” tuturnya.

Halim menambahkan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) juga meningkat dari 9,47% menjadi 11,7%. Hal itu disebabkan penurunan LDR. Namun penurunan LDR menunjukkan bahwa penyaluran kredit menurun. Pihaknya mencatat bahwa pertumbuhan kredit di September 2017 sebesar 7,96%, menurun di banding bulan sebelumnya 8,36%.

“Kalau lihat likuiditas perbankan sekarang LDR turun ini berarti ekspansi kredit agak melambat,” imbuhnya.

Menurutnya saat ini masyarakat lebih banyak menyimpan uangnya di perbankan. Para perbankan pun lebih memilih menyimpan dananya di instrumen milik Bank Indonesia (BI).

“Kalau lihat angka-angka likuiditas yang diserap BI terus naik dalam beberapa waktu terakhir. Uang sementara ada di BI. Kami optimis dengan beberapa kondisi global dan domestik yang secara fundamental terus membaik, kita berharap permintaan kredit akan naik dalam beberapa waktu ke depan,” ujarnya. (imm)

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry