Ketua Laboratorium Hukum Administrasi Negara Ubaya, Dr Taufik Iman Santoso di sela FGD di Kampus Ubaya Tenggilis, Kamis (22/3). DUTA/endang

SURABAYA | duta.co –  Surat ijo menimbulkan keresahan tersendiri di masyarakat. Karena sampai saat ini, belum ada kejelasan kepemilikan atas lahan bagi pemegang surat ijo. Padahal, sampai saat ini ada 48 ribu pemegang surat ijo dengan total lahan seluas 12 juta hektar di Kota Surabaya.

Karena itu, Laboratorium Hukum Administrasi Negara (Lab HAN) Universitas Surabaya (Ubaya) mencoba memberikan solusi bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk menyelesaikan masalah surat ijo tersebut.

Salah satunya dengan menggelar forum group discussion (FGD) yang mengundang banyak praktisi dan akademisi dari berbagai kampus di Surabaya.

“Tujuannya agar akademisi ini bisa memberikan solusi atas permasalahan tersebut yang bisa diberikan kepada Pemkot Surabaya agar dijadikan acuan,” ujar Ketua Lab HAN Ubaya, Dr Taufik Iman Santoso di sela FGD di Kampus Ubaya Tenggilis, Kamis (22/3).

Taufik mengungkapkan FGD ini sebagai bentuk sumbangsih pemikiran Fakultas Hukum Ubaya khususnya dalam menyambut Dies Natalis ke-50 Ubaya bagi masyarakat luas. “Agar keberadaan kita ini bermanfaat,” tandas Taufik.

Dalam hal ini, nantinya Lab HAN Ubaya akan memberikan solusi-solusi yang nantinya akan dikirimkan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Tujuannya, agar Kemendagri membaca dan memerintahkan Pemkot Surabaya untuk melakukan inventarisasi atas aset-aset yang diklaim milik Pemkot Surabaya.

“Karena kita tidak ingin dalam masalah ini mencari persoalan hukumnya. Karena persoalan hukum itu materiil. Dan masyarakat tidak memiliki materi untuk ke kasus hukum masalah ini. Masyarakat hanya punya kekuatan formil. Karenanya kita harus memberikan solusi dengan cara yang wajar,” jelasnya.

Karena, apa yang dilakukan Pemkot Surabaya terhadap pemilik surat ijo ini sungguh di luar batas kewajaran. Pemilik surat ijo diminta untuk membayar sewa, bayar PBB dan retribusi setiap tahun. Sementara tidak ada kejelasan bagi pemilik surat ijo untuk mendapakan status hak milik atas tanah yang mereka tempati sejak berpuluh-puluh tahun lamanya itu.

“Pemilik surat ijo harus mengurus Hak Penggunaan Lahan (HPL), sementara mengurus HPL itu harganya mahal, bisa-bisa seharga lahan tersebut. Itu yang membuat masyarakat tidak mampu. Pemkot memang bisa melepas tanah itu tentunya dengan harga yang ditetapkan sekarang. Ini kan sangat tidak wajar,” tukas Taufik.

Sementara itu, Kasi Peanfaatan Tanah Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jawa Timur, Jarot Widya Muliawan mengungkapkan Pemkot Surabaya harus segera melakukan sertifikasi terhadap aset-aset tanah yang diklaim miliknya.

“Harus segera disertifikasi. Setelah itu baru dicari solusi yang pas, harus saling menguntungkan antara pemilik surat ijo dengan pemkot, harus win win solustion,” tandas Jarot dalam kesempatan yang sama.

Bagi pemegang surat ijo, kata Jarot memang sebaiknya mengurus izin HPL. Dengan mengurus izin itu, maka pemegang surat ijo bisa selanjutnya mengurus izin hak guna bangunan (HGB). HGB ini bisa berlaku 30 tahun dan diperpanjang jika masa berlakunya sudah habis.

“Jika sudah HGB dan sewaktu-waktu lahan itu akan digunakan oleh Pemkot Surabaya, maka harus ada ganti ruginya. Bangunannya diganti, lain-lain diganti. Itulah yang saya sebut dengan win-win solution,” tandas Jarot.

Dari FGD ini, rencananya akan dibuat pertemuan lanjutan yang lebih besar, dengan menggelar acara seminar. Sehingga semua masyarakat bisa hadir karena nanti akan dihadirkan banyak pembicara yang berwenang dari pusat. end

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry