KH Abdurrahman Navis LC MHI. (duta.co/DOK)

SURABAYA | duta.co – KH Abdurrahman Navis LC MHI, Direktur Aswaja Center Jawa Timur, kaget mendengar kiai-kiai muda di GP Ansor menggelar Bahtsul Masail tentang pemimpin non-muslim. Padahal, apa yang dibahas GP Ansor itu sudah diputuskan dalam Muktamar XXX NU di PP Lirboyo, Kediri, Jawa Timur pada 21-27 Nopember 1999.

“Seharusnya GP Ansor patuh terhadap hasil Muktamar XXX NU di PP Lirboyo. Di mana diputuskan haram hukumnya untuk memilih non-muslim sebagai pemimpin, keculai darurat. Sudah ada putusannya, kiai-kiai muda di Ansor tidak perlu mem-bahtsulmasail-kan hukum memilih pemimpin non-muslim,” demikian disampaikan KH Abdurrahman Navis LC MHI, pengasuh rubrik Tanya Jawab keislaman di Koran Duta Masyarakat, kepada duta.co Senin (13/03/2017).

Masih menurut Kiai Navis, kewenangan untuk menggelar bahtsul masail itu tidak sembarangan. Di Nahdlatul Ulama (NU), sudah dibentuk namanya LBM (Lembaga Bahtsul Masail), di samping itu ada fatwa jajaran Syuriyah. Ini yang menjadi referensi hukum.

“Nah, kalau kiai-kiai muda di GP Ansor belum paham tentang hukum memilih pemimpin non-muslim, bisa dikomunikasikan terlebih dahulu ke jajaran syuriyah atau Lembaga Bahtsul Masail. Apalagi soal itu sudah dibahas oleh kiai-kiai di Muktamar XXX NU di Lirboyo,” tambahnya.

Muktamar NU Lirboyo mengeluarkan keputusan sebagaimana terekam dalam keputusan Bahtsul Masa’il al-Diniyah al-Waqi’iyah Muktamar XXX NU di PP Lirboyo, Kediri, Jawa Timur tertanggal 21-27 Nopember 1999. Dalam keputusan itu, dijelaskan, bahwa ada sebuah pertanyaan ‘Bagaimana hukum orang Islam menguasakan urusan kenegaraan kepada orang non Islam?’

Maka diputuskanlah, bahwa, orang Islam tidak boleh atau bahkan dihukumi haram menguasakan urusan kenegaraan kepada orang non Islam, kecuali dalam keadaan darurat.

Adapun maksud daripada darurat itu, adalah dalam bidang-bidang yang tidak bisa ditangani sendiri oleh orang Islam secara langsung, atau tidak langsung karena faktor kemampuan.

Dalam bidang-bidang yang ada orang Islam berkemampuan untuk menangani, tetapi terdapat indikasi kuat bahwa yang bersangkutan khianat. Sepanjang penguasaan urusan kenegaraan kepada non Islam itu nyata membawa manfaat.

Bahkan dijelaskan selanjutnya, jikalau terjadi dalam keadaan darurat sehingga dengan terpaksa memilih seorang pemimpin non muslim, maka, disyaratkan berasal dari kalangan ahlu dzimmah dan harus ada mekanisme control yang efektif.

“Jadi sudah ada bahasan yang lebih komprehensif dan bersih dari muatan politik. Jadi di NU itu sudah ada tupoksi (tugas pokok dan fungsi)-nya,’ jelas Kiai Navis yang juga Wakil Ketua PWNU Jatim.

Seperti diberitakan duta.co, bahwa, Kiai Muda GP Ansor telah menggelar bahtsul masail pada 11-12 Maret 2017 di Aula Iqbal Assegaf PP GP Ansor, Jakarta. Hasilnya disampaikan dalam keterangan pers yang dihadiri oleh Ketua Umum PP GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas, KH Abdul Ghofur Maimun Zubair (musohhih atau perumus), Dansatkornas Banser Alfa Isnaeni, dan salah satu ketua GP Ansor Saleh Ramli.

“Terpilihnya non-muslim di dalam kontestasi politik, berdasarkan konstitusi adalah sah jika seseorang non-Muslim terpilih sebagai kepala daerah. Dengan demikian, keterpilihannya untuk mengemban amanah kenegaraan adalah juga sah dan mengikat, baik secara konstitusi maupun secara agama,” kata KH Najib Bukhori, dalam keterangan tertulis, Minggu (12/3/2017).

Jadi? Bahtsul masail GP Ansor tampaknya tidak menekankan bagaimana hukumnya umat Islam memilih pemimpin, melainkan terpilihnya non-muslim sebagai pemimpin. Waallahu’alam. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry