Launching Jalan Prabu SIliwangi dan Jalan Sunda di acara Harmoni Budaya Sunda dan Jawa di Hotel Bumi, Selasa (6/3). DUTA/endang
SURABAYA | duta.co – Ketika persatuan dan kesatuan mulai terkoyak,  politik mulai kotor, nampaknya seni dan budaya yang bisa menyatukannya. Terbukti, dua budaya Sunda dan Jawa bisa menyatu, membentuk sebuah harmoni cinta dari alunan musik gendang, rebana dan seruling.
Tiga kepala daerah pun terpukau. Mereka adalah Gubernur Jawa Barat, Ahmad Haryawan, Gubernur Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Gubernur Jawa Timur, Soekarwo.
Begitupun beberapa Bupati dan Walikota juga terpukau. Bahkan para budayawan, akademisi juga terpana. Mereka hadir dalam acara Harmoni Budaya Sunda Jawa  2018 di Hotel Bumi Surabaya, Selasa (6/3).
Penyatuan dua budaya ini bukan sekadar seremonial. Karena keduanya pernah terjadi konflik sejak terjadinya Perang Bubat  pada 1279 Saka atau 1357 Masehi. Perang Bubat terjadi saat pemerintahan Raja Majapahit Hayam Wuruk.
Di mana terjadi perselisihan antara Patih Gajahmada dari Majapahit dengan Prabu Maharaja Linggabuana dari Kerajaan Sunda di Pesanggrahan Bubat yang mengakibatkan tewasnya seluruh rombongan Sunda.
“Nampaknya perselisihan 661 tahun yang lalu itu bisa selesai pada hari ini. Tidak akan lagi perselisihan itu,” ujar Gubernur Jatim, Soekarwo.
Gubernur Jawa Barat, Ahmad Haryawan (Aher)  mengapresiasi adanya inisiasi penyatuan dua budaya Sunda dan Jawa ini. Sehingga  perselisihan di zaman kerajaan dahulu kala bisa disatukan kembali.
“Mengapa orang Sunda walaupun tinggal di Pulau Jawa tidak mau disebut orang Jawa, mungkin karena adanya perang Bubat Pasundan itu,” katanya disambut tawa dan tepuk tangan undangan yang hadir.
Aher menyadari sejarah masa lalu dua kerjasaan di Jawa Timur dan Jawa Barat itu untungnya tidak terjadi di masa di mana teknologi sudah canggih. Sehingga rekam jejak itu tidak terekam secara nyata.
“Sehingga kisah itu terkesan subyektif. Jawa Timur dengan subyektivitasnya dan Jawa Barat dengan subyektivitasnya. Sekarang tugas akademisi dan para ahli untuk menyatukan dua subyektivitas itu menjadi aebuah obyektivitas,” jelas Aher.
Bersatunya Pakde Karwo dan Aher tidak hanya menyatukan fua budaya tapi juga untuk melebur masa lalu. Itu ditandai dengan diperkenalkannya dua jalan di Surabaya  yakni  sebagian Jalan Gunung Sari menjadi Jalan Prabu Siliwangi dan sebagiam Jalan  Dinoyo menjadi Jalan Sunda.  Sementara di Jawa Barat akan ada Jalan Majapahit dan Jalan Hayam Wuruk.
“Karena perselisihan itu akhirnya sampai saat ini masih belum ada nama Jalan di Jawa Barat yang diberinama tokoh Kerajaan Majapahit. Sekarang saatnya untuk melebur,” tandas Aher.  end
Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry