Prof Dr H Mohammad Baharun, Ketua Komisi Hukum MUI. (FT/Arrahmah.com)
Prof Dr H Mohammad Baharun, Ketua Komisi Hukum MUI. (FT/Arrahmah.com)

JAKARTA | duta.co – Prof DR H Mohammad Baharun, Ketua Komisi Hukum MUI (Majelis Ulama Indonesia) Pusat mengaku heran mendengar terdakwa kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan melaporkan Ketua Umum MUI, KH Ma’ruf Amin ke polisi.

“Beliau (KH Ma’ruf Amin) itu diminta sebagai saksi dari MUI yang menerbitkan Pendapat Keagamaan, yang tentu lebih tinggi kedududukannya dari  fatwa biasa. Ini sdh on the track dan itu atas permintaan Jaksa Penuntut Umum,” kata Prof Dr H Mohammad Baharun kepada duta.co, Selasa (31/1/2017).

Masih menurut Habib Baharun, panggilan akrabnya, kalau benar Ahok mengancam lapor polisi, ini menandakan kubu terdakwa agaknya kini semakin panik. Dikit-dikit lapor polisi, ini menandakan kepanikan.

“Bisa-bisa nanti, majelis hakim yang mengadili akan dilaporkan polisi, kalau ternyata tidak meringankan perkaranya. Apalagi sekarang ini tampaknya lapor-melapor ke polisi sedang menjadi tren di Indonesia. Rupanya kubu terdakwa ikuti tren ini,” tambahnya.

Baharun juga heran melihat pemeriksaan saksi (Kiai Ma’ruf) yang begitu lama. Sampai-sampai makan waktu hampir 7 jam. Padahal beliau usianya sudah 73 tahun. Di mana perasaan kita? Hasilnya, terkesan mengadili. Padahal semua tahu, Kiai Ma’ruf bukan terdakwa. Ini patut dipertanyakan.

Hal yang sama disampaikan pengurus MUI lainnya, Ikhsan Abdullah. Ia memprotes Jaksa Penuntut Umum dan hakim dalam sidang, di mana jaksa dan hakim membiarkan Kiai Ma’ruf Amin sampai kelelahan.

“Kiai Ma’ruf diminta oleh jaksa untuk memberikan keterangan sebagai saksi, tapi apa yang kita lihat beliau diperiksa dari jam 09.00, sedangkan umur beliau sudah 73 tahun, semestinya jaksa mengetahui kondisi fisik beliau yang sangat capek dari jam 09.000 sampai hampir tujuh jam,” ujar Ikhsan.

Ikhsan menuturkan, jaksa terus membiarkan Kiai Ma’ruf memberikan kesaksiannya. Padahal, kondisinya sudah tidak memungkin lagi untuk berbicara. “Tetapi itu jaksa membiarkan, atas usulan jaksa seharusnya hakim mengetahui kondisi fisik beliau. Tidak boleh memaksakan saksi keadaan lelah karena semuanya akan absurd kesaksiannya,” tegas dia.

Dalam persidangan tersebut, kata Ikhsan, dirinya sempat memprotes jaksa dari bangku penonton. Namun, tetap melanjutkan persidangan, hingga akhirnya sidang diberhentikan sekitar pukul 15.40 WIB. “Beliau hanya memberikan kesaksian, bukan terdakwa pesakitan, ini perlu dicatat,” kata dia.

Selain itu, Ikhsan juga memprotes pengacara Ahok yang terus menanyakan hal yang sama selama persidangan, serta hal-hal yang tidak pada pokoknya.

“Pengacara semua bertanya berulang-ulang dan menanyakan hal yang tidak substansial yang tidak ada korelasinya dengan pengetahuan saksi bagaimana pendapat keagamaan itu lahir tanggal 11 Oktober 2016, tapi dilarikan kemana afilisiasi dan segala macam. Ini sudah tidak relevan dan ini dibiarkan oleh jaksa JPU yang menghadirkan kiai yang saya hormati sebagai saksi,” jelas Ikhsan.

Ikhsan menambahkan, selanjutnya pihaknya berniat akan melaporkan hal ini kepada Mahkamah Agung. Namun, waktunya belum ditentukan. “Kalau begini jadinya tidak ada orang yang mau menjalani saksi dalam kasus tindak pidana,” kata Ikhsan. (hud,dt)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry