SIDOARJO – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak eksepsi atau nota keberatan yang diajukan terdakwa dugaan korupsi pelepasan aset PT Panca Wira Usaha (PWU) Dahlan Iskan dan penasihat hukumnya. Penolakan disampaikan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya di Juanda, Sidoarjo, Selasa (20/12).

Dalam persidangan yang diketuai hakim Tahsin tersebut, jaksa menganggap eksepsi sudah masuk dalam materi pokok perkara.  “Semua eksepsi yang diajukan terdakwa dan penasehat hukumnya sudah masuk pada materi pokok perkara,” kata ketua tim jaksa I Nyoman Sucitrawan.

Ia menegaskan, kasus Dahlan Iskan sudah masuk ke materi pokok perkara, merujuk pada Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2014 yang menolak uji materi UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara.

Serta berdasarkan dengan pasal 156 ayat 1 KUHAP, yang menyangkut dengan mengadili, dakwaan tidak bisa diterima dan batal demi hukum. Karena dari uji materi ditolak dan menyatakan bahwa kekayaan di BUMN bagian dari keuangan negara. “Yang diajukan adalah menimbulkan kerugian negara,” tandas dia.

Sebelumnya diketahui, sidang lanjutan perkara pelepasan aset PT Panca Wira Usaha (PWU) dengan terdakwa Dahlan Iskan, telah menyampaikan nota keberatan atau eksepsi menanggapi surat dakwaan jaksa. Saat membacakan eksepsi, Dahlan Iskan menangis. Sebab, mantan menteri BUMN tersebut mengaku selama menjabat Dirut PT PWU tidak pernah mendapatkan gaji ataupun fasilitas.

“Ini harus saya sampaikan Pak Hakim (Tahsin). Saya tidak pernah menggunakan fasilitas apa pun saat menjabat Dirut PT PWU,” ujar Dahlan Iskan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Selasa (13/12) lalu.

Terdakwa Dahlan juga menganggap dalam menentukan keuangan negara, JPU umum hanya menggunakan satu aspek dalam Keputusan Mahkamah Konstitusi tahun 2014. “BUMN dan BUMD memang keuangan negara, tetapi para pemeriksa ketika melakukan pemeriksaan harus menggunakan business judgement rule bukan goverment judgement rule,” ujarnya.

Sedangkan penasihat hukum Dahlan yang dipimpin Yusril Ihza Mahendra juga menganggap tindak pidana yang dilakukan kliennya bukan termasuk dalam tindak pidana korupsi. Sebab, status PT PWU adalah perseroan terbatas, bukan BUMD milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Karena itu, Pengadilan Tipikor dinilai tidak berhak menyidangkan. Selain itu, dakwaan jaksa dinilai kabur karena dibuat terburu-buru.

Menanggapi penolakan JPU, Agus Dwi Warsono, salah satu penasihat hukum Dahlan Iskan, mengaku menghormati keputusan jaksa. “Kami menghormati,” kata dia, usai sidang kemarin. Dia menambahkan,  tim penasihat hukum siap menerima apa pun putusan sela majelis hakim yang dijadwalkan dibacakan 30 Desember 2016.

Dalam persidangan sebelumnya jaksa penuntut umum menyatakan terdakwa selaku Direktur Utama PT PWU 2000-2010 dianggap menyalahgunakan jabatan atau wewenangnya sehingga menguntungkan diri sendiri, orang lain atau sebuah korporasi. Selain itu mekanisme penjualan aset PT PWU tidak sesuai prosedur dan nilai jualnya di bawah nilai jual objek pajak (NJOP).

Menurut hasil perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), seperti diungkapkan jaksa beberapa waktu lalu, dalam pelepasan aset PWU di Kediri dan Tulungagung, ada kerugian negara Rp 11 miliar. Sampai saat ini, dari 33 aset tanah dan bangunan yang dilepas PT PWU semasa Dirut Dahlah Iskan, fokus pemeriksaan jaksa memang masih pada aset PWU di Kediri dan Tulungagung.

Atas perbuatannya itu, Dahlan didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. eno

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry